Hari Braille Dunia tingkatkan kesadaran hak akses informasi

id Kemenkum, DJKI, Hari Braille Dunia, Disabilitas

Hari Braille Dunia tingkatkan kesadaran hak akses informasi

Ilustrasi - Braille. ANTARA/HO-Kementerian Hukum

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum (Kemenkum) menyebutkan peringatan Hari Braille Dunia merupakan momentum untuk meningkatkan kesadaran akan hak akses informasi bagi semua kalangan, khususnya penyandang disabilitas.

Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkum Agung Damarsasongko mengatakan Hari Braille Dunia bukan hanya perayaan, tetapi pengingat bahwa akses terhadap buku dan pengetahuan merupakan hak fundamental setiap individu, termasuk mereka yang memiliki disabilitas.

"Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2019 hadir untuk menjamin akses inklusif kepada penyandang disabilitas," ungkap Agung dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Dia menjelaskan melalui PP Nomor 27 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Akses Terhadap Ciptaan Bagi Penyandang Disabilitas itu, pemerintah berkomitmen untuk memberikan akses inklusif kepada penyandang disabilitas.

Peraturan tersebut memberikan kesempatan kepada para penyandang disabilitas untuk memperoleh, menggunakan, mengubah format, menggandakan format, pengumuman, pendistribusian format, dan/atau mengomunikasikan suatu karya cipta secara keseluruhan atau sebagian yang substansial dalam bentuk huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya tanpa menghadapi hambatan hukum.

PP 27/2019, kata dia, juga memberikan keleluasaan bagi lembaga pendidikan, perpustakaan, serta komunitas lainnya untuk memproduksi dan mendistribusikan karya dalam format yang dapat diakses oleh penyandang disabilitas tanpa harus meminta izin dari pemegang hak cipta dengan mengajukan permohonan fasilitasi akses tersebut kepada Menteri Hukum.

Di sisi lain, ia menambahkan bahwa sejak diundangkannya PP 27/2019 tersebut, DJKI telah berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mendorong ketersediaan lebih banyak karya dalam format braille dan buku audio.

DJKI juga terus mengupayakan pemanfaatan teknologi modern untuk mendukung aksesibilitas. Inovasi seperti perangkat konversi digital ke huruf braille dan aplikasi pembaca layar kini semakin mudah dijangkau.

"Teknologi menjadi jembatan bagi penyandang disabilitas untuk terhubung dengan dunia pengetahuan yang lebih luas. Kami mendorong agar teknologi ini dapat terus berkembang,” ucap Agung menambahkan.

Dengan demikian, Agung menyebutkan aturan tersebut menjadi tonggak penting dalam mendukung kesetaraan akses terhadap literasi di Indonesia.

Kepala Bagian Yayasan Mitra Netra Aria Indrawati juga menyatakan bahwa sebelumnya ada beberapa pihak yang mempertanyakan legalitas produksi buku braille, audio, maupun ipap.

Namun, kata dia, kondisi tersebut berubah sejak Indonesia meratifikasi Traktat Marrakesh.

Baca juga: Dua pihak INI sepakat segera akhiri perselisihan

Sebelum adanya PP 27/2019, ia menuturkan banyak penerbit yang mempertanyakan apakah yang Mitra Netra kerjakan merupakan pelanggaran hak cipta atau tidak.

"Tetapi sejak ada regulasi yang mendukung hal tersebut, pihak-pihak yang mempertanyakan terkait fasilitasi akses untuk para penyandang disabilitas hampir tidak ada lagi,” ucap Aria.

Baca juga: Reformasi birokrasi bantu percepat pembangunan nasional

Meski demikian, Aria menyadari bahwa akses literasi untuk disabilitas belum banyak diketahui oleh masyarakat maupun para penyandang disabilitas.

Tercatat, pengguna perpustakaan Mitra Netra daring baru di angka 2.568 orang. Sementara, jumlah buku dari perpustakaan tersebut mencapai 3.144 untuk melayani seluruh penyandang tunanetra di Indonesia yaitu sekitar 4 juta jiwa.

“Namun kami berkomitmen untuk tetap konsisten memproduksi dan menyediakan buku-buku braille, audio, dan ipap untuk teman netra di seluruh Indonesia secara gratis,” ujarnya.