Legislator apresiasi kebijakan BI pertahankan suku bunga

id suku bunga,bank bi,bank indonesia,drpd ntb,wilgo

Legislator apresiasi kebijakan BI pertahankan suku bunga

Anggota Komisi XI DPR Fraksi Gerindra dari daerah pemilihan NTB H Willgo Zainar. (Foto Antaranews NTB/ist)

Rupiah saat ini sedang menuju siklus keseimbangan baru yang lebih stabil
Mataram, (Antaranews NTB) - Anggota Komisi XI DPR dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB) Willgo Zainar mengapresiasi kebijakan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate, sebesar enam persen seiring kondisi ekonomi yang relatif stabil saat ini.

"Saya menyambut baik atas dipertahankannya kebijakan suku bunga 7-Day Reverse Repo Rate enam persen oleh Bank Indonesia," kata Willgo Zainar, melalui keterangan tertulis yang diterima di Mataram, NTB, Kamis.

Seperti diberitakan, BI mempertahankan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar enam persen pada rapat dewan gubernur periode 16-17 Januari 2019, di tengah terjaganya stabilitas perekonomian terutama nilai tukar, sekaligus Bank Sentral ingin menjaga daya tarik instrumen keuangan di pasar domestik.

Menurut anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, kondisi saat ini memang relatif stabil, baik dari sisi global, regional dan nasional. Selain itu, tidak ada kebijakan external yang signifikan harus diantisipasi beberapa waktu ini.

Demikian juga dengan nilai tukar rupiah sudah relatif menguat, yakni di kisaran Rp14.000 per dolar Amerika Serikat karena tekanan global terhadap rupiah sudah berlalu.

"Rupiah saat ini sedang menuju siklus keseimbangan baru yang lebih stabil," kata pria kelahiran Ampenan, Kota Mataram, yang juga Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI tersebut.

Meskipun demikian, Willgo mengaku tetap mencermati kebijakan pemerintah terkait impor pangan dan barang modal dalam jumlah yang besar. Semua pihak juga perlu memasang sikap kehati-hatian atas kebijakan tersebut.

Pemerintah, menurut dia, harus membatasi impor pangan yang dapat menekan harga hasil produksi nasional.

Begitu juga dengan barang untuk infrastruktur yang tidak bisa diproduksi dalam negeri harus dikendalikan impornya.

Jika memang barang untuk infrastruktur tersebut ada di dalam negeri, sebaiknya itu yang dimanfaatkan. Sehingga defisit neraca transaksi berjalan bisa sesuai dengan angka yang ditargetkan BI sebesar 2,5 persen dari produk domestik bruto pada 2019.

"Investasi asing dalam surat berharga yang diterbitkan pemerintah juga harus tetap menjadi atensi. Idealnya harus tetap didorong lebih besar pada investor dalam negeri," katanya.