Kemenkeu mencatat penerimaan bea dan cukai tembus Rp52,6 triliun

id bea cukai,kepabeanan,cukai,apbn,kemenkeu,apbn 2025

Kemenkeu mencatat penerimaan bea dan cukai tembus Rp52,6 triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (ketiga kiri) bersama Wakil Menteri Suahasil Nazara (kedua kiri), Anggito Abimanyu (kiri), Thomas A. M. Djiwandono (kedua kanan), Sekretaris Jenderal Heru Pambudi (ketiga kanan) dan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo (kanan) bersiap mengikuti konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Kamis (13/3/2025). . ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/YU

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan mencatat penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp52,6 triliun per Februari 2025, setara dengan 17,5 persen dari target APBN 2025 sebesar Rp301,6 triliun.

“Penerimaan kepabeanan dan cukai tumbuh 2,1 persen,” kata Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Maret 2025 di Jakarta, Kamis.

Pertumbuhan itu utamanya didorong oleh kinerja penerimaan Bea Keluar yang terealisasi sebesar Rp5,4 triliun dengan pertumbuhan 92,9 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Bila tanpa relaksasi ekspor mineral di tahun 2024, kenaikan ini bahkan mencapai 1.248,3 persen yoy.

Pertumbuhan Bea Keluar ditopang oleh produk sawit dengan realisasi Rp5,3 triliun, tumbuh signifikan 852,9 persen yoy.

Harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) pada Februari 2025 mencapai 955 dolar AS per metrik ton, naik 18,5 persen dibandingkan tahun 2024 yang sebesar 806 dolar AS per metrik ton.

Peningkatan itu berhasil mengimbangi tekanan penurunan volume ekspor (5,5 persen), utamanya untuk pengiriman ke India dan Belanda. Berbeda dengan Bea Keluar yang mencetak kinerja positif, Bea Masuk dan Cukai mengalami kontraksi akibat kebijakan pengendalian impor dan produksi dalam negeri yang lebih stabil.

Penerimaan Bea Masuk tercatat sebesar Rp7,6 triliun, turun 4,6 persen yoy. Penyebabnya antara lain nilai impor yang relatif sama dengan realisasi 2024, tidak adanya impor beras pada awal tahun 2025, dan penguatan pelayanan dan pengawasan impor.

“Ada koreksi di Bea Masuk, tapi ini merupakan hal yang positif. Karena kalau kita lihat, pada tahun 2024 itu ada Bea Masuk dari impor beras, sementara pada 2025 tidak ada impor beras awal tahun ini,” jelas Anggito.

Bila tidak memperhitungkan impor komoditas musiman, seperti gula dan beras, maka kontraksi bea masuk hanya sekitar 3,6 persen. Selanjutnya, penerimaan cukai hingga Februari 2025 mencapai Rp39,6 triliun atau turun 2,7 persen yoy. Faktor yang mempengaruhi kinerja Cukai di antaranya penurunan kinerja cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 2,6 persen akibat penurunan produksi rokok pada November dan Desember 2024. Hal itu berdampak pada penerimaan dari CHT terealisasi sebesar Rp38,4 triliun.

Baca juga: Bea Cukai dan Bareskrim Polri bersinergi mencegah penyelundupan narkoba

Terlebih, tak ada kenaikan tarif CHT pada awal 2025 yang bisa mendukung peningkatan penerimaan. Cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) pun turun 7,6 persen menjadi Rp1,1 triliun, sejalan dengan penurunan produksi 11,5 persen.

Jika ditinjau dari segi impor per golongan, bahan baku dan barang penolong mengalami pertumbuhan sebesar 1,3 persen dengan realisasi 27,1 miliar dolar AS. Barang modal pun tumbuh 1,8 persen dengan catatan 6,7 miliar dolar AS.

Baca juga: Realisasi penerimaan pabean 2025 di Mataram capai 2.822 persen

Pertumbuhan keduanya mendorong peningkatan produksi dan industri dalam negeri. Namun, impor barang konsumsi mengalami kontraksi 13 persen akibat ketiadaan impor beras. Golongan ini mencatatkan realisasi sebesar 3,2 miliar dolar AS per Februari 2025.