Ketika cabai Lombok rambah pasar antarpulau

id cabai merah,garuda,Ekspor,Lombok

Ketika cabai Lombok rambah pasar antarpulau

Dua orang buruh sedang menyortir cabai rawit merah di Desa Aikmel, Kabupaten Lombok Timur, NTB. (Foto Antaranews NTB/Awaludin)

Dengan adanya penerbangan kargo langsung menuju Batam yang merupakan destinasi terpadat dari Lombok, produk-produk pertanian tersebut dapat memiliki tingkat kesegaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk dari daerah lain
Mataram (Antaranews NTB) - Komoditas cabai hasil petani di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat nampaknya tak sekadar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dan dijual di pasar-pasar tradisional di daerah setempat dengan harga yang fluktuatif.

Seiring dengan kian berkembangnya transportasi udara dengan rute berbagai daerah, perdagangan antarpulau agaknya tidak menjadi masalah, termasuk untuk komoditas yang karena sifatnya, memerlukan pengiriman dengan waktu relatif cepat dan efisien.

Perdagangan berbagai jenis komoditas pertanian asal Nusa Tenggara Barat itu, kini telah merambah pasar lintas daerah, bahkan luar negeri. Ini memberikan keuntungan bagi petani dan membuka peluang bisnis lain, termasuk perusahaan kargo.

Di sisi lain, Pemerintah Provinsi NTB juga berkeinginan agar berbagai jenis komoditas hasil pertanian bisa dipasarkan secara luas, tidak hanya di tingkat lokal dan regional, tetapi ke berbagai belahan dunia.

Apalagi, sejatinya para petani di provinsi lumbung padi ini juga mampu menghasilkan berbagai produk hortikultura berkualitas ekspor, salah satunya cabai, komoditas yang dibutuhkan masyatakat sebagai bumbu masak.

Komoditas dengan cita rasa pedas itu memang sering dikirim ke berbagai daerah. Aktivitas tersebut dilakukan oleh para pengusaha lokal yang tergabung dalam Asosiasi Cabai Indonesia (ACI) Provinsi NTB.

Salah satu daerah yang menjadi pangsa pasar cabai Lombok adalah Provinsi Kepulauan Riau. Anggota ACI NTB rutin mengirim jenis cabai rawit ke daerah yang bertetangga dengan Singapura tersebut. Proses pengiriman menggunakan kargo pesawat udara.

Selain untuk memenuhi kebutuhan warga di Kepulauan Riau, sebagian cabai rawit Lombok yang dikirim melalui Kota Batam (Kepulauan Riau), diduga dijual kembali ke Singapura. Bisnis tersebut dilakukan oleh para eksportir di daerah dengan julukan kota "Bandar Dunia Madani" itu.

Hal itu mungkin tidak lepas dari posisi Batam sebagai salah satu kota dengan letak geografis yang sangat strategis. Selain berada di jalur pelayaran internasional, kota tersebut juga memiliki jarak yang sangat dekat dan berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia.

Namun, pasokan cabai rawit dari Lombok melalui Batam sempat terhenti sejak Desember 2018. Gonjang-ganjing kenaikan harga tiket pesawat, bagasi, hingga biaya kargo pesawat menjadi penyebab utama.

Ketua ACI NTB Subhan bersama seluruh anggotanya ramai-ramai mendatangi Dinas Perdagangan NTB pada 9 Januari 2019.

Pada hari yang sama, mereka juga mengadu ke Dinas Perhubungan NTB terkait mahalnya biaya kargo pesawat untuk pengiriman cabai rawit ke Batam yang kenaikanya mencapai 125 persen.

Mereka juga melaporkan tidak lagi mengirim cabai rawit ke Batam. Hal itu berimbas terhadap murahnya harga cabai rawit produksi petani di Lombok.

Sebaliknya, terjadi inflasi di beberapa daerah di Kepulauan Riau, yang mendapat pasokan cabai dari Lombok menggunakan kargo pesawat, salah satunya Kabupaten Bintan.

Data Dinas Koperasi Usaha Mikro, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) Bintan, per 9 Januari 2019, tercatat harga cabai rawit dari Rp32 ribu per kilogram naik menjadi Rp38 ribu.

                   Inisiatif Garuda

Maskapai Garuda Indonesia yang mendapatkan informasi adanya hambatan pengiriman pasokan cabai rawit dari Lombok menuju Batam, berinisiatif membantu mengatasi masalah itu.

Maskapai nasional tersebut resmi mengoperasikan pesawat kargo untuk sektor penerbangan Lombok menuju Batam mulai 19 Februari 2019. Pesawat kargo yang dioperasikan menggunakan armada B737-300F bekerja sama dengan MY Indo Airlines.

Menurut General Manager Branch Office Lombok, Supriyono, dioperasikannya pesawat kargo dengan kapasitas hingga 15 ton tersebut diharapkan mendukung optimalisasi produk dari Lombok yang selama ini berupa hasil pertanian, seperti cabai, sayuran, dan buah-buahan yang bersifat mudah rusak.

"Dengan adanya penerbangan kargo langsung menuju Batam yang merupakan destinasi terpadat dari Lombok, produk-produk pertanian tersebut dapat memiliki tingkat kesegaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk dari daerah lain," katanya.

Pengoperasian layanan pesawat kargo tersebut bagian dari komitmen berkelanjutan perusahaan dalam meningkatkan volume bisnis layanan kargo udara Garuda Indonesia dengan tarif lebih kompetitif.

Hal itu sekaligus mendukung komitmen pengembangan program Sistem Logistik Nasional (Sislognas) yang dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan daya saing kinerja logistik Indonesia.

Kerja sama Garuda Indonesia dan MY Indo Airlines, diharapkan menunjang dan meningkatkan potensi ekspor produk unggulan nasional, termasuk komoditas maritim dan perikanan, melalui penyediaan infrastruktur penunjang distribusi logistik nasional yang cepat, aman, dan andal.

Ia menambahkan layanan kargo udara merupakan kebutuhan penting di negara-negara kepulauan, seperti Indonesia, di mana jasa angkutan yang cepat sangat dibutuhkan untuk menunjang mobilitas.

Selain itu, mendukung percepatan pertumbuhan perekonomian daerah, khususnya dengan memperhatikan perkembangan bisnis e-commerce yang juga signifikan memengaruhi semakin tingginya mobilitas barang dari satu daerah ke daerah lain.

Terbangnya pesawat kargo dari Lombok ke Batam, kata Supriyono, tidak terlepas dari peranan agen kargo lokal yang bekerja sama dengan Garuda Indonesia, seperti Chandra Express, Bintang Timur Express, dan Ginta Cargo.

Ketiga mitra tersebut terus berupaya mendorong perdagangan hasil pertanian lokal ke berbagai daerah di Indonesia.

Selain untuk mengakomodasi petani-petani lokal memasarkan produknya di daerah lain, kargo udara juga berperan menjaga stabilitas harga hasil pertanian, seperti cabai di Lombok.

Menurut Supriyono, tidak hanya untuk pengiriman ke daerah-daerah di Indonesia, kargo udara juga memungkinkan hasil pertanian di Lombok diekspor untuk mendukung perekonomian di NTB pada umumnya.

Produksi cabai NTB setiap tahun sangat melimpah dan melebihi dari kebutuhan lokal. Oleh sebab itu, harga komoditas tersebut sering anjlok ketika musim panen raya. Namun sebaliknya harganya melambung tinggi ketika di luar musim itu, bahkan pernah mencapai Rp100 ribu/kg.

Data Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, produksi cabai mencapai 125 ribu ton pada 2018, sedangkan tingkat konsumsi lokal 25 ribu ton per tahun.

Surplus produksi cabai sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk produk olahan sehingga meningkatkan nilai ekonomi produk holtikultura tersebut. Namun, NTB masih belum mampu mengembangkan industri berbasis olahan cabai skala besar.

Peluang yang menjanjikan adalah mengisi pasar-pasar di provinsi lain yang produksi cabainya masih belum mampu mencukupi kebutuhan warganya. Selain itu, menjajaki peluang pasar di berbagai negara.

Untuk itu, Dinas Perdagangan NTB mendorong pengusaha lokal menjadi eksportir cabai ke beberapa negara yang selama ini dipenuhi kebutuhannya oleh pedagang perantara dari daerah lain.

Kepala Dinas Perdagangan NTB Putu Selly Andayani menyatakan siap memfasilitasi para pengusaha lokal agar bisa mengirim cabai langsung ke negara tujuan, tanpa harus melalui pedagang perantara di provinsi lain.

Dinas Perdagangan NTB akan membantu mencarikan pasar di luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, dan Hong Kong, termasuk beberapa negara di kawasan Timur Tengah, dan Eropa.

Upaya mengekspor cabai dari NTB secara langsung itu tentu harus melibatkan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag). Koordinasi tersebut penting untuk memastikan negara yang membutuhkan cabai dan siapa yang bisa dijadikan mitra.

Untuk urusan administrasi, Dinas Perdagangan NTB juga siap membantu eksportir lokal dalam hal pengurusan dokumen surat keterangan asal (SKA) dan memfasilitasi dengan Bea Cukai.

Selain itu, memfasilitasi dengan Garuda Indonesia sebagai penyedia jasa kiriman barang menggunakan kargo.

Jika peluang ekspor cabai bisa dimanfaatkan, tentu akan berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan petani di NTB.

Para pengusaha lokal yang menjadi eksportir juga harus berani membeli dengan harga lebih mahal dari petani karena menjual barang secara langsung ke luar negeri tanpa melalui perantara.

Dengan lancarnya perdagangan cabai di pasar antarpulau maupun ekspor, maka akan memberikan kentungan lebih bagi petani maupun pengusaha lain, termasuk perusahaan kargo.

Selain itu, harga cabai juga stabil dan tak lagi menjadi penyebab tingginya inflasi. (*)