Surabaya (ANTARA) - Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya saat ini tengah menjajaki penerapan ekstrakurikuler mobile legend di jenjang SD dan SMP. Inisiatif ini mungkin lahir dari semangat mengikuti arus zaman digital, di mana permainan daring dianggap dapat mengasah logika, strategi, dan kerja sama tim. Namun, pertanyaannya: apakah metode membuka ekstra kurikuler permainan mobile legend bisa membentuk Karakter anak ? dan apakah ini yang paling dibutuhkan anak-anak Surabaya hari ini?
Seharusnya Dinas Pendidikan Kota Surabaya, membaca Realitas pendidikan yang saat ini menunjukkan urgensi yang berbeda. Data dari Dinas Pendidikan Surabaya tahun 2023 sendiri mencatat bahwa setidaknya 1.832 anak usia SD dan SMP mengalami putus sekolah. Sementara itu, laporan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Daerah (LPAI ) Jawa Timur menyebutkan peningkatan 15 persen kasus perundungan di sekolah selama setahun terakhir. Ini mengindikasikan bahwa sekolah belum sepenuhnya menjadi ruang aman dan ramah bagi tumbuh kembang anak.
Dalam konteks inilah, gagasan dengan menjadikan mobile legend sebagai kegiatan ekstrakurikuler perlu dikaji ber ulang ulang , secara lebih berhati-hati. Anak itu bukan bahan percobaan, kaji dampak positif negatif bagi anak anak kita. Pemerintah kota Surabaya dengan program sekolah gratis SD SMP bagi warganya, namun kenyataan di lapangan masih di temukan anak usia sekolah SD SMP tidak bisa melanjutkan pendidikan / putus sekolah dengan angka 1.832 anak.
Seharusnya itu menjadi acuan dan PR besar bagi Dispendik, kenapa tidak sekolah, kenapa putus sekolah dan kenapa tidak melanjutkan sekolah?. Bukan malah membikin program yang menambah beban pengeluaran biaya orang tua siswa. Disadari atau pun tidak, warga Surabaya menyekolahkan anaknya di SD - SMP negeri Bukan karena anaknya Nilai Tinggi /mereka Mampu. namun karena biaya Sekolah SD dan SMP di Kota ini Gratis.
Data dari RS Jiwa Menur, menunjukkan peningkatan yang sangat tinggi, terkait gangguan kejiwaan akibat judi online, selama Januari-Desember 2024, terdapat 68 pasien. Saat ini di bulan Mei sudah mencapai 51 pasien, di antaranya ada anak usia remaja 14 tahun.
Ini seharusnya menjadi sinyal kewaspadaan dan kaca benggala yang sangat serius, bukan hanya soal mengikuti trend- perkembangan teknologi namun juga siapa yang bermain, dan bagaimana menjaga struktur mental anak-anak kita merespons dunia virtual yang tanpa batas. Yang menghasilkan waktu tatap muka akan semakin berkurang dengan keluarga.
Permainan digital seperti mobile legend memang memiliki dua sisi, positif dan negatif. Penelitian Anderson dan Bushman (2017) menyatakan bahwa game strategi bisa melatih logika dan pengambilan keputusan. Namun, keterlibatan intens dalam game kompetitif juga bisa meningkatkan impulsifitas dan agresivitas sosial bila tidak dibarengi dengan pendidikan karakter dan regulasi emosi yang kuat.
Survei We Are Social 2023 mencatat bahwa 70 persen anak usia 10–15 tahun di Indonesia sudah memainkan game daring minimal satu jam per hari. Menjadikan game sebagai kegiatan resmi di sekolah tanpa keseimbangan nilai, batasan waktu, dan pengawasan yang ketat bisa memperbesar risiko kecanduan dan menurunkan ketahanan sosial-emosional anak.
Namun dari sekian banyak referensi penelitian dari jonedu.org - researchgate atau Jurnal of Educational review and research menunjukkan sisi negatif penggunaan game online lebih banyak.
Sebaliknya, pendekatan berbasis pendidikan karakter dan pencegahan bullying terbukti menurunkan tingkat kekerasan di sekolah. Program Olweus Bullying Prevention misalnya, berhasil menurunkan angka perundungan hingga 25 persen di sekolah yang menerapkannya secara menyeluruh. Pendidikan karakter juga terbukti meningkatkan daya tahan anak terhadap tekanan sosial, terutama bagi kelompok rentan yang rawan putus sekolah.
Dengan melihat data ini, menghadirkan ekstrakurikuler mobile legend di sekolah-sekolah SD dan SMP di Surabaya untuk dikaji ulang, atau hanya sebatas pelengkap—bukan prioritas utama. Sebab Yang lebih mendesak adalah membenahi ekosistem belajar yang aman, membangun budaya hormat, Mengenalkan kembali Tentang Etika dan Moral serta memastikan tidak ada lagi anak usia Sekolah tidak ke sekolah, lantas tersakiti dalam proses belajar.
Surabaya bukan kekurangan ruang digital, melainkan kekurangan ruang aman dan ramah untuk anak. Kita tidak sedang berlomba siapa yang paling dulu masuk ke dunia metaverse, tetapi siapa yang paling sigap menjaga kesehatan mental dan nilai-nilai kemanusiaan generasi muda.
Kita bisa mendekatkan diri pada dunia anak lewat teknologi. Namun, akan lebih bijak jika langkah itu diiringi kepedulian penuh atas potensi dampak negatif yang mengintai. Tanpa pendidikan karakter yang kuat, teknologi justru bisa menjadi bumerang / pisau bermata dua.
Pendidikan bukan sekadar mengikuti tren, tetapi tentang membangun fondasi. Karakter, dimana Saat anak-anak masih berjuang sendiri melawan Virus kekerasan, virus kesepian, dan virus ketercerabutan nilai di lingkungan sekolah, saya berharap anti virus yg dibawa bernama "mobile legend" bukan dijadikan Pilihan yg tidak bisa ditolak .
*) Penulis adalah Pegiat Sosial dan Pemerhati Pendidikan di Surabaya