Jakarta (ANTARA) - Badan Narkotika Nasional (BNN) mengedepankan berbagai kebijakan dan strategi komprehensif yang selaras dengan 8 Misi Astacita, khususnya pada cita ketujuh, yaitu memperkuat pencegahan dan pemberantasan narkoba, dalam menghadapi tantangan penyebaran narkotika.
Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama BNN Inspektur Jenderal Polisi Agus Irianto mengatakan kompleksitas masalah narkotika seperti teori gunung es lantaran kasus yang muncul di permukaan hanya sebagian kecil dari masalah yang lebih besar, yang mencakup pola dan tren, struktur sistemik, hingga model mental yang memungkinkan situasi tersebut bertahan.
"Kejahatan narkotika disebabkan oleh adanya pemasok, pengguna, kerentanan wilayah, niat, kemampuan, dan kesempatan untuk bertindak," ungkap Irjen Pol. Agus saat menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (UNDIP) di Jakarta, Selasa (3/6), seperti dikutip dari keterangan tertulis yang dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Maka dari itu, ia menjelaskan kebijakan dan strategi komprehensif BNN dilakukan dengan melalui pendekatan preemtif, preventif, represif, dan rehabilitatif, yang diwujudkan melalui penguatan kolaborasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN).
Kemudian, diwujudkan pula melalui penguatan intelijen P4GN dengan membangun big data dan intensifikasi surveilans, penguatan wilayah pesisir dan perbatasan negara (termasuk 10 titik wilayah prioritas pengawasan), serta kerja sama dengan negara perbatasan.
"Kolaborasi intelijen juga dijalin dengan TNI, BIN, Polri, Kejaksaan, Imigrasi, Bea dan Cukai, serta BPOM," tuturnya.
Baca juga: BNN perluas akses rehabilitasi pecandu narkoba pada tahun ini
Selain itu, Agus menyampaikan bahwa program tematik seperti Desa Bersinar dan Intervensi Berbasis Masyarakat (IBM) menjadi ikon BNN dalam penanganan narkotika.
Kedudukan moral Kepala BNN, kata dia, juga ditekankan dalam strategi dan kebijakan, yakni represif terhadap sindikat narkoba dan humanis terhadap penyalahguna.
Ia membeberkan kompleksitas masalah narkotika juga terlihat dengan adanya pengungkapan kasus narkotika yang signifikan pada tahun 2024, yakni meliputi 46.747 kasus dengan 61.452 tersangka serta barang bukti berupa 7,65 ton sabu, lebih dari 4,5 juta butir Metilendioksimetamfetamina (MDMA) alias ekstasi, dan 44,73 ton ganja.
Dirinya menambahkan bahwa pengungkapan jaringan sindikat narkotika, baik nasional maupun internasional, pun terus dilakukan secara intensif sepanjang tahun 2024 dan berlanjut pada tahun 2025.
Selain itu, BNN mencatat data prevalensi penyalahgunaan narkoba tahun 2023 yang mencapai 1,73 persen atau sekitar 3,33 juta jiwa, dengan angka kekambuhan (relapse) lebih dari 70 persen.
Baca juga: Polresta Mataram serahkan 26 orang terjaring penggerebekan narkoba ke BNN
"Indonesia juga menghadapi tantangan serius dari penyelundupan narkoba melalui jalur laut dan darat serta jaringan internasional yang berasal dari berbagai negara seperti Malaysia, Thailand, Myanmar, dan Tiongkok," ungkap Agus menambahkan.
Di sisi lain, sambung dia, terdapat ancaman lainnya berupa kemunculan narkotika jenis baru atau new psychoactive substances (NPS), di mana dari 1.342 jenis yang teridentifikasi secara global, sebanyak 97 jenis telah beredar di Indonesia, dengan sebanyak enam jenis di antaranya belum diatur dalam regulasi.
Dengan demikian, Agus menilai 8 Misi Astacita merupakan bentuk perhatian Presiden Prabowo Subianto terhadap dampak buruk narkoba bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Adapun kunjungan dari Fakultas Hukum UNDIP merupakan bagian dari upaya BNN untuk memberikan pemahaman dan edukasi kepada kalangan akademisi mengenai tantangan hukum dan upaya pemberantasan narkotika di Indonesia. Pertemuan tersebut diharapkan dapat menjembatani aspek teoritis ilmu hukum dengan praktik penegakan hukum di lapangan.