Mataram (ANTARA) - Gumpalan awan-awan konvektif Cumulonimbus berbentuk bunga kol dan angin kencang yang bertiup merupakan tanda alam paling sederhana untuk mengetahui kedatangan periode peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan.
Angin monsun Australia atau angin timuran yang membawa udara kering dari Benua Australia menuju Benua Asia segera digantikan oleh angin monsun Asia yang cenderung basah bertiup dari Benua Asia ke Benua Australia.
Dalam masa peralihan atau pancaroba ini, cuaca terasa lebih terik akibat peningkatan kelembapan udara. Tak heran jika banyak pengendara sepeda motor menutupi seluruh tubuh mereka dari sengat matahari seperti terlihat di perempatan jalan Tanah Haji, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kini jarang terlihat pengendara sepeda motor yang hanya mengenakan kaos oblong dan celana pendek saat tengah hari, kecuali mereka yang memang tidak mengkhawatirkan udara panas.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi awal musim hujan di Nusa Tenggara Barat terjadi pada dasarian III Oktober (21-31 Oktober 2025).
Dari 27 zona musim atau ZOM di provinsi Bumi Gora ini terdapat tiga ZOM yang segera memasuki musim penghujan pada akhir Oktober, yakni Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat bagian utara, serta Kabupaten Lombok Tengah bagian utara dan bagian selatan.
"Berdasarkan dinamika atmosfer, kami perhatikan tidak ada potensi gangguan yang mengakibatkan curah hujan bersifat kering atau mundur," kata Ketua Tim Data dan Analisis Stasiun Klimatologi BMKG NTB Bastian Andriano pada penghujung September 2025.
Musim hujan perlahan menjalar dari wilayah barat ke timur. Pada dasarian I November ada 6 ZOM yang diprediksi masuk awal musim hujan, kemudian bertambah 12 ZOM pada dasarian II November, dan ada 6 ZOM yang memasuki musim penghujan pada dasarian III November.
BMKG memprediksi seluruh wilayah Nusa Tenggara Barat memasuki musim penghujan pada Desember 2025. Adapun puncak musim hujan diperkirakan berlangsung pada Januari 2026 dengan persentase 59,26 persen, kemudian dilanjutkan bulan Februari 2025 sebesar 33,33 persen.
Durasi musim hujan di Pulau Lombok kali ini diprediksi berlangsung selama 14 sampai 19 dasarian. Sedangkan, durasi musim hujan di Pulau Sumbawa diperkirakan terjadi selama 13 hingga 18 dasarian.
Faktor pendukung hujan
Fenomena iklim yang melibatkan fluktuasi suhu permukaan laut dan tekanan udara di Samudra Pasifik yang dikenal El Nino-Southern Oscillation (ENSO) saat ini dalam posisi netral dan diprediksi berpotensi tetap netral hingga semester kedua tahun 2025.
Sedangkan, Indian Ocean Dipole (IOD) berupa fenomena iklim di Samudera Hindia yang melibatkan perbedaan suhu permukaan laut antara wilayah barat dan timur samudera menunjukkan kategori negatif dan bertahan dua sampai tiga bulan ke depan.
Kondisi suhu muka laut di sekitar perairan Nusa Tenggara Barat saat ini terpantau masih dalam kondisi hangat yang diprediksi didominasi oleh kategori normal hingga anomali positif (lebih hangat) dengan kisaran nilai +0,5 hingga +2,0 derajat Celcius hingga Maret 2026.
BMKG melaporkan angin timuran atau monsun Australia saat ini masih mendominasi hingga Oktober 2025, selanjutnya angin baratan atau monsun Asia diprediksi mulai aktif pada November 2025 yang akan membawa udara basah sebagai bahan pembentukan hujan.
Beragam situasi itu menambah suplai uap air saat musim penghujan nanti. Kondisi tersebut juga mengindikasikan awal musim hujan berpotensi lebih cepat dibandingkan situasi normal.
Menurut BMKG, sebagian besar wilayah Nusa Tenggara Barat diprediksi mengalami musim hujan dengan durasi yang lebih panjang, sifat hujan yang normal, dan distribusi air yang lebih merata.
Bagi penduduk daerah kepulauan yang sulit memperoleh air tawar untuk dikonsumsi, maka fenomena hujan berdurasi panjang dan merata tersebut bisa dimanfaatkan untuk menampung air tawar alami yang terbentuk dari proses kondensasi uap air di atmosfer.
Siaga bencana
Letak geografis Nusa Tenggara Barat yang istimewa berada di bagian tengah dan selatan Indonesia menjadikan daerah ini sebagai indikator perhitungan awal musim di Indonesia.
Ketika arah angin berubah, maka daerah pertama yang merasakan perubahan tersebut adalah Nusa Tenggara Barat.
Posisi Nusa Tenggara Barat yang berada di tengah antara wilayah dengan curah hujan tinggi (Indonesia bagian barat) dan wilayah kering (Indonesia bagian timur) membuat perubahan musim lebih mudah diketahui ketimbang daerah lain.
Semua pihak harus mencermati dan mewaspadai potensi bencana banjir, tanah longsor, dan puting beliung saat musim hujan. Sifat hujan dalam kategori normal hingga atas normal berpeluang besar menimbulkan bencana hidrometeorologi yang dapat merusak lingkungan, infrastruktur publik, hingga lahan-lahan pertanian dan peternakan.
Nusa Tenggara Barat adalah daerah kepulauan yang dikelilingi laut, sehingga fenomena eksternal berupa fase bulan purnama punya pengaruh besar bagi daerah-daerah pesisir yang dilintasi oleh sungai besar.
Ketika hujan deras tiba dan bulan purnama sedang berlangsung dapat membuat air laut menjadi pasang, sehingga limpasan air hujan yang memenuhi sungai menjadi sulit untuk mengalir ke laut.
Banjir yang merendam sebagian besar wilayah Kota Mataram pada 6 Juli 2025 saat musim kemarau bersumber dari fenomena hujan lebat berdurasi lama, air laut pasang akibat purnama, dan kondisi daerah aliran sungai (DAS) yang kurang terawat.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) perlu melakukan langkah mitigasi dan pencegahan dengan memetakan semua daerah rawan bencana hidrometeorologi, membersihkan berbagai saluran air hingga drainase dan sungai agar air hujan tidak menjadi bencana yang menimbulkan trauma bagi masyarakat.
Rencana kontinjensi yang berisi prosedur dan tindakan spesifik perlu disusun segera untuk menghadapi ancaman bencana. Termasuk logistik darurat berupa makanan siap saji, selimut, obat-obatan, pakaian, dan air bersih harus diperhatikan kelayakannya.
Musim hujan dapat mengisi kembali pasokan air bersih ke sungai, waduk, dan sumur. Lahan sawah yang semula ditanami jagung, umbi, atau tembakau bisa kembali ditanami padi yang butuh banyak air.
Hujan adalah berkah yang harus dikelola secara bijak, dan kita tidak boleh mengesampingkan risiko bencana yang dapat terjadi secara tiba-tiba akibat kemunculan hujan.
Baca juga: Awal musim hujan di NTB pada akhir Oktober 2025
Baca juga: Kecamatan Lape Sumbawa alami empat bulan tanpa hujan
Baca juga: BMKG prakirakan mayoritas wilayah Indonesia diguyur hujan
Baca juga: Prakirakan cuaca berawan dan hujan ringan di sejumlah wilayah
