Jakarta (ANTARA) - Pertamina yang merayakan hari jadinya setiap 10 Desember senantiasa menjadi cerminan bagaimana kedaulatan energi dibangun, bukan hanya melalui kinerja bisnis, tetapi juga melalui strategi kebangsaan.
Capaian positif PT Pertamina (Persero) dalam beberapa tahun terakhir memperlihatkan bahwa setiap blok migas yang dikelola, setiap terminal dan jaringan distribusi yang dioperasikan, merupakan bagian dari upaya besar untuk menjaga energi sebagai penopang Asta Cita untuk memandirikan bangsa, mengurangi ketergantungan luar, dan memastikan kesejahteraan masyarakat melalui pemerataan akses energi.
Kemandirian energi pada dasarnya bukan sekadar kemampuan memproduksi dan mengelola sumber daya. Namun juga kemampuan memastikan bahwa pengembangan energi tidak mengorbankan lingkungan, menyingkirkan masyarakat rentan, atau memperlebar ketimpangan.
Dalam kerangka Asta Cita, energi ditempatkan sebagai instrumen strategis pembangunan nasional,
fondasi pertumbuhan industri, ketahanan ekonomi, dan pemerataan layanan publik.
Tanpa energi yang kuat, merata, dan berkelanjutan, sulit membayangkan transformasi menuju negara sejahtera dan modern.
Gagasan ini sejalan dengan pidato Presiden Prabowo di DPR RI pada Agustus 2025 yang menegaskan bahwa ketahanan energi adalah syarat kedaulatan bangsa.
Energi dipandang sebagai roda perubahan struktural, menghapus kemiskinan, memperkokoh industri nasional, dan mempercepat modernisasi.
Karena itu, target ambisius menuju swasembada energi menjadi mandat strategis yang harus dijalankan bukan hanya pemerintah, tetapi juga seluruh BUMN energi terutama Pertamina sebagai ujung tombak.
Amanah Nasional
Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menegaskan bahwa mandat tersebut bukan semata target korporasi, melainkan amanah nasional. Pertamina diberi tugas memastikan energi yang andal, terjangkau, dan berkelanjutan, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi rendah karbon.
Di titik ini, transisi energi bukan lagi sekadar pilihan teknologi, tetapi pilihan kebijakan yang menentukan daya saing Indonesia di masa depan. Di hulu, Pertamina Hulu Energi (PHE) terus meningkatkan kontribusinya sebagai tulang punggung sektor migas nasional.
Pengelolaan 24 persen blok migas domestik dan kontribusi signifikan terhadap produksi minyak serta gas nasional menunjukkan bahwa peningkatan kapasitas hulu masih menjadi bagian penting dari ketahanan energi jangka pendek dan menengah.
Produksi minyak 553–557 ribu barel per hari dan produksi gas 2,8 miliar standar kaki kubik per hari memperlihatkan konsistensi arah tersebut. Namun PHE tidak hanya bertumpu pada legacy business. Di bawah kepemimpinan Awang Lazuardi, PHE mulai memadukan portofolio migas dengan inisiatif energi terbarukan, sembari memperkuat kompetensi sumber daya manusia.
Dalam industri yang sangat ditopang oleh keahlian teknis dan adaptasi teknologi, peningkatan kompetensi menjadi prasyarat mutlak. Budaya kerja inovatif, kolaboratif, dan berorientasi hasil dibangun tanpa meninggalkan aspek keselamatan, sehingga PHE tetap berada pada jalur transformasi energi yang bertanggung jawab.
Pada sektor pengolahan (midstream), kilang Pertamina telah mampu memenuhi sekitar 70 persen kebutuhan BBM nasional, dengan produksi diesel dan avtur yang kini mandiri 100 persen. Sementara di distribusi, penyediaan energi hingga pelosok negeri dilakukan melalui lebih dari 15 ribu titik penjualan BBM, ribuan gerai Pertashop, hingga program BBM Satu Harga dan One Village One Outlet (OVOO) untuk LPG yang menjangkau 96 persen desa.
Infrastruktur distribusi ini bukan hanya aktivitas bisnis, tetapi instrumen pemerataan pembangunan.
Posisi Strategis
Kontribusi BUMN migas ini terhadap penerimaan negara juga menegaskan posisi strategisnya dalam perekonomian. Namun tantangan mendatang semakin kompleks.
Dengan kebutuhan minyak nasional sekitar 1,6 juta barel per hari dan produksi yang baru berada di kisaran 605 ribu barel per hari, Indonesia harus memperluas eksplorasi cekungan baru, memperbaiki efisiensi operasi, dan mengakselerasi teknologi eksplorasi seperti seismik 3D dan airborne gravity gradiometry. Penguatan ekosistem investasi migas menjadi keniscayaan agar eksplorasi tidak tertinggal.
Pada saat yang sama, strategi pertumbuhan ganda (dual growth strategy) yang dijalankan Pertamina menjadi relevan. Penguatan bisnis eksisting tetap diperlukan, tetapi transisi menuju energi hijau melalui pengembangan biofuel, perluasan panas bumi, hilirisasi kimia, dan bisnis rendah karbon harus dipercepat.
Dengan dukungan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebagai kuasa pemegang saham pemerintah, Pertamina diharapkan lebih agresif dalam membangun ekosistem investasi energi masa depan.
Baca juga: Pertamina EP mengembangkan bisnis rendah karbon untuk keberlanjutan
Sinergi antarsubholding upstream, midstream, downstream, dan energi hijau menjadi kunci menjaga keamanan energi sekaligus menjalankan agenda transisi.
Energi fosil masih dibutuhkan untuk stabilitas pasokan, sementara energi terbarukan harus diperkuat untuk menjawab tuntutan global. Perpaduan keduanya menentukan posisi Indonesia dalam lanskap energi regional yang kian kompetitif.
Kedaulatan energi tidak tercapai hanya melalui produksi tapi dibangun melalui kombinasi kebijakan, investasi, inovasi, dan pemerataan. Pertamina, dengan seluruh capaian dan tantangannya, berada di titik pusat poros tersebut.
Baca juga: Mewujudkan swasembada energi dari limbah kayu
Keberhasilannya menjaga pasokan, mengurangi ketergantungan impor, dan memperluas energi bersih, akan menentukan kecepatan Indonesia mencapai visi kemandirian dan keberlanjutan energi sebagaimana dicita-citakan dalam Asta Cita.
Energi pada akhirnya bukan sekadar komoditas, melainkan fondasi masa depan bangsa. Menegakkan kedaulatan energi berarti memastikan bahwa setiap rumah, pabrik, sekolah, dan pusat ekonomi di pelosok Nusantara memiliki akses energi yang kuat, terjangkau, dan berkelanjutan.
Sebagai BUMN migas, Pertamina, dengan mandat nasional yang dipikulnya, berada di garis depan untuk memastikan bahwa kedaulatan tersebut bukan hanya cita-cita, tetapi kenyataan yang terus dibangun hari demi hari.
*) Penulis adalah Dosen UCIC, Cirebon.
