Mataram (ANTARA) - Aparat Kepolisian Resor Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menangkap seorang nenek berinisial AM (60) karena diduga menjual butiran pil "trihexyphenidyl" atau yang dikenal dengan sebutan trihex di wilayah Gomong.
Kasat Resnarkoba Polresta Mataram AKP Elyas Ericson di Mataram, Kamis, mengatakan, AM ditangkap berdasarkan hasil pengembangan dua pemuda yang lebih dulu tertangkap dengan barang bukti puluhan butir trihex.
"Keduanya berinisial TR (25) dan DR (25). Mereka ditangkap di depan salah satu 'mini market' yang berada di wilayah Gomong," katanya.
Kabarnya, sambung Ericson, TKP penangkapan kedua pelaku kerap menjadi lokasi transaksi trihex. Berawal dari kabar tersebut, Tim Satresnarkoba Polresta Mataram melakukan penyelidikan hingga mendapatkan identitas keduanya yang diduga sebagai dalang pengedar.
"Berangkat dari informasi di lapangan, tim menemukan ciri-ciri kedua pelaku dan langsung melakukan penangkapan di TKP," ujar dia.
Dalam pengakuannya, kedua pelaku menjualnya Rp5 ribu per butir. Pembeli biasanya datang dari kalangan anak muda. Jika persediaan di kantong habis, mereka akan mencari ke warung AM.
"Jadi kalau habis stok, pesan lagi di AM. Mereka belinya di warung AM. Katanya AM menjual dengan harga yang lebih murah, Rp3.500 per butir," ucapnya.
Berangkat dari keterangan kedua pelaku, Tim Satresnarkoba Polresta Mataram langsung menyambangi warung AM. Namun dari hasil penggeledahan, Ericson mengatakan bahwa pihaknya tidak menemukan satu butir pun. Melainkan hanya menyita uang senilai Rp168 ribu yang diduga hasil penjualan trihex.
Meskipun tidak ada barang bukti trihex, namun AM bersama dua pemuda asal Gomong tersebut tetap diamankan. Mereka digiring ke Mapolresta Mataram untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Model kemasan yang diamankan pihak kepolisian dari kedua pelaku nampak berbeda dengan produk yang biasa dikeluarkan secara legal. pada kemasannya, terdapat dua garis hitam.
Terkait hal tersebut, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram sebelumnya pernah menyimpulkan bahwa "trihexyphenidyl" yang kemasan strip-nya terdapat dua garis hitam adalah obat palsu produk edaran "pasar gelap".
Karena untuk produk yang asli, dua garis pada kemasanannya berwarna merah dan hijau. Bahkan obat tersebut tidak dijual bebas, melainkan hanya tersedia di apotek. Pemasanannya pun harus dilengkapi dengan resep dokter.
Namun dari hasil pengujiannya, BBPOM Mataram pada penutup tahun 2018 menyimpulkan bahwa trihex dengan kemasan dua garis hitam tidak ada bedanya dengan yang asli. Kadar kandungannya sama dengan butiran dalam kemasan merah hijau.
Lebih lanjut, kini ketiga pelaku yang telah diamankan dan masih menjalani pemeriksaan di Mapolresta Mataram terancam pidana penjara 15 tahun dengan denda Rp1,5 miliar.
Ancaman akibat dari perbuatannya itu sesuai aturan pidana Pasal 196 dan atau Pasal 197 Undang-Undang RI Nomor 35/2009 tentang Kesehatan.
Kasat Resnarkoba Polresta Mataram AKP Elyas Ericson di Mataram, Kamis, mengatakan, AM ditangkap berdasarkan hasil pengembangan dua pemuda yang lebih dulu tertangkap dengan barang bukti puluhan butir trihex.
"Keduanya berinisial TR (25) dan DR (25). Mereka ditangkap di depan salah satu 'mini market' yang berada di wilayah Gomong," katanya.
Kabarnya, sambung Ericson, TKP penangkapan kedua pelaku kerap menjadi lokasi transaksi trihex. Berawal dari kabar tersebut, Tim Satresnarkoba Polresta Mataram melakukan penyelidikan hingga mendapatkan identitas keduanya yang diduga sebagai dalang pengedar.
"Berangkat dari informasi di lapangan, tim menemukan ciri-ciri kedua pelaku dan langsung melakukan penangkapan di TKP," ujar dia.
Dalam pengakuannya, kedua pelaku menjualnya Rp5 ribu per butir. Pembeli biasanya datang dari kalangan anak muda. Jika persediaan di kantong habis, mereka akan mencari ke warung AM.
"Jadi kalau habis stok, pesan lagi di AM. Mereka belinya di warung AM. Katanya AM menjual dengan harga yang lebih murah, Rp3.500 per butir," ucapnya.
Berangkat dari keterangan kedua pelaku, Tim Satresnarkoba Polresta Mataram langsung menyambangi warung AM. Namun dari hasil penggeledahan, Ericson mengatakan bahwa pihaknya tidak menemukan satu butir pun. Melainkan hanya menyita uang senilai Rp168 ribu yang diduga hasil penjualan trihex.
Meskipun tidak ada barang bukti trihex, namun AM bersama dua pemuda asal Gomong tersebut tetap diamankan. Mereka digiring ke Mapolresta Mataram untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Model kemasan yang diamankan pihak kepolisian dari kedua pelaku nampak berbeda dengan produk yang biasa dikeluarkan secara legal. pada kemasannya, terdapat dua garis hitam.
Terkait hal tersebut, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram sebelumnya pernah menyimpulkan bahwa "trihexyphenidyl" yang kemasan strip-nya terdapat dua garis hitam adalah obat palsu produk edaran "pasar gelap".
Karena untuk produk yang asli, dua garis pada kemasanannya berwarna merah dan hijau. Bahkan obat tersebut tidak dijual bebas, melainkan hanya tersedia di apotek. Pemasanannya pun harus dilengkapi dengan resep dokter.
Namun dari hasil pengujiannya, BBPOM Mataram pada penutup tahun 2018 menyimpulkan bahwa trihex dengan kemasan dua garis hitam tidak ada bedanya dengan yang asli. Kadar kandungannya sama dengan butiran dalam kemasan merah hijau.
Lebih lanjut, kini ketiga pelaku yang telah diamankan dan masih menjalani pemeriksaan di Mapolresta Mataram terancam pidana penjara 15 tahun dengan denda Rp1,5 miliar.
Ancaman akibat dari perbuatannya itu sesuai aturan pidana Pasal 196 dan atau Pasal 197 Undang-Undang RI Nomor 35/2009 tentang Kesehatan.