Mataram (ANTARA) - Penyidik Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat menetapkan peran pemasok Tramadol dan Trihexyphenidyl, obat yang masuk dalam golongan daftar G (Gevaarlijk) atau berbahaya ke wilayah Kota Mataram.
Wakil Direktur Reserse Narkoba (Wadirresnarkoba) Polda NTB AKBP Erwin Ardianysah di Mataram, Rabu, mengungkapkan, peran pemasok obat yang tergolong berbahaya itu berjumlah dua dengan inisial RJ dan TW.
"Keduanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara," kata Erwin.
Sebelum akhirnya ditetapkan sebagai tersangka yang terancam Pasal 196 juncto Pasal 197 Juncto Pasal 198 Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang Kesehatan dan Pasal 112 Ayat (2) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, keduanya ditangkap dengan barang bukti 10 ribu butir merek Tramadol dan 20 ribu butir merek Trihexyphenidyl.
"Ada juga ditemukan 3.000 butir cangkang kapsul kosong yang diduga mereka gunakan untuk kemas ulang butiran obat ini dalam bentuk serbuk dan diedarkan," ujarnya.
Selain itu, polisi juga menyita sejumlah buku tabungan. Terkait hal tersebut, Erwin memastikan bahwa penyidik akan terus mendalami kasus ini hingga menemukan ujung pangkal pengirimnya yang disebut berasal dari Jakarta.
"Handphone para tersangka juga sudah kita sita untuk lihat jejak digitalnya," ucap dia.
Penerapan pasal narkotika juga diberikan dalam penetapan keduanya sebagai tersangka karena turut ditemukan seperangkat alat isap sabu yang terbuat dari kaca bening.
"Itu terbukti saat kita geledah, kita temukan alat-alat untuk menggunakan sabu yang pada pipetnya diduga masih ada sisa sabu," kata Erwin.
Penangkapan RJ dan TW berlangsung pada Selasa (20/7) malam di salah satu rumah yang diduga menjadi tempat persembunyian dalam menjalankan bisnis haramnya, yakni di Perumahan Graha Lingsar Permai, Blok F, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat. Keduanya yang berstatus tersangka kini telah mendekam di balik jeruji besi Mapolda NTB.