Polda NTB: Penetapan tersangka pemalsuan akta sesuai prosedur

id sidang praperadilan, pengadilan mataram, polresta mataram, polda ntb, kasus pemalsuan akta perusahaan

Polda NTB: Penetapan tersangka pemalsuan akta sesuai prosedur

Suasana sidang perdana gugatan praperadilan dua tersangka kasus dugaan pemalsuan data pada perubahan akta anggaran dasar persekutuan komanditer (CV) Sumber Elektronik milik almarhum Slamet Riadi Kuantanaya di Pengadilan Negeri Mataram, Senin (21/4/2025). (ANTARA/HO-Polda NTB)

Mataram (ANTARA) - Tim Bidang Hukum Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat menyatakan penetapan dua tersangka kasus dugaan pemalsuan data pada perubahan akta anggaran dasar persekutuan komanditer (CV) Sumber Elektronik milik almarhum Slamet Riadi Kuantanaya sudah sesuai prosedur.

"Dalam kasus dugaan tindak pidana memasukkan keterangan palsu ke dalam akta autentik, kami telah memiliki tiga alat bukti yang cukup," kata AKP Ery Armunanto mewakili Tim Bidang Hukum Polda NTB di Pengadilan Negeri Mataram, Senin.

Ery mengatakan hal tersebut saat bertindak sebagai kuasa hukum Polresta Mataram, pihak termohon dalam sidang praperadilan yang diajukan dua tersangka kasus pemalsuan akta perusahaan, yakni Ang San San dan putrinya, Veronica Anastasya Mercedes.

Dalam sidang perdana praperadilan dengan agenda pemberian pandangan ahli dari pihak pemohon, AKP Ery juga menyampaikan bahwa penyidik sudah menjalankan prosedur awal penyidikan terkait pengiriman surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada jaksa selaku penuntut umum.

"SPDP juga telah dikirimkan ke kejaksaan dan tembusannya diberikan kepada tersangka," ujarnya.
Baca juga: Polresta Mataram tetapkan tersangka pemalsuan akta anggaran dasar perusahaan

Kedua tersangka dalam kasus ini mengajukan praperadilan dengan diwakili kuasa hukum Emil Siain dengan mengajukan dua poin utama gugatan berkaitan dengan penerimaan SPDP lebih dari tujuh hari dari tanggal penerbitan dan penetapan tersangka yang dinilai tidak memenuhi syarat dua alat bukti yang cukup.

Dalam sidang perdana dengan agenda pemeriksaan saksi yang mendengarkan pendapat ahli tersebut, pemohon menghadirkan dua Guru Besar Ilmu Hukum dari Universitas Mataram Prof. Amiruddin dan Prof. Jumardin, bersama dosen pada Fakultas Hukum Universitas Mataram Nanda Ivan Natsir.

Dalam sidang perdana yang diketuai hakim tunggal Ida Ayu Masyuni, ketiga ahli dari pihak pemohon memberikan pendapat hukum terkait dugaan pelanggaran prosedur penyidikan kasus yang berjalan di Polresta Mataram tersebut.

Prof. Amiruddin sebagai ahli hukum pidana dalam sidang menyampaikan bahwa Pasal 109 ayat (1) KUHAP mengatur tentang SPDP ditujukan kepada penuntut umum, bukan secara eksplisit kepada tersangka.

Adapun tafsir Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai kewajiban penyidik mengirim SPDP kepada terlapor dinilai bersifat deklaratif, yang tidak selalu memerlukan tindakan lebih lanjut.

"SPDP adalah sarana komunikasi antara penyidik dan kejaksaan, bukan sebagai hak absolut tersangka. Penafsiran MK itu bersifat penegasan, bukan perintah eksekutorial," kata Prof. Amiruddin.

Untuk kelengkapan alat bukti, dia menyatakan secara kuantitas telah memenuhi syarat. Berbicara soal kualitasnya, Peof. Amiruddin menyatakan hal tersebut menjadi ranah penilaian hakim.

Terkait pernyataan tersebut, AKP Ery mengatakan bahwa kesalahan prosedur dari penanganan hukum pada kasus dugaan pemalsuan akta perusahaan ini masih harus melalui serangkaian persidangan.

Untuk agenda Selasa (22/4), Ery bersama tim kuasa hukum dari Polda NTB mendapat giliran menghadirkan empat saksi, ada di antaranya ahli pidana dan perdata.

"Jadi, kami ikuti saja proses hukum yang berlaku. Perbedaan pendapat di antara para ahli adalah hal yang wajar karena mereka memberi keterangan berdasarkan keahlian masing-masing," ujarnya.

Penyidik menetapkan Ang San San dan putrinya, Veronica Anastasya Mercedes sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 263 ayat (1) dan/atau ayat (2) KUHP, Pasal 266 ayat (1) dan/atau ayat (2) KUHP.

Kepala Satreskrim Polresta Mataram AKP Regi Halili mengatakan bahwa pihaknya menerapkan pasal pidana tersebut berdasarkan hasil gelar perkara yang telah menemukan sedikitnya dua alat bukti.

Alat bukti tersebut didapatkan penyidik dari serangkaian pengumpulan data dan bahan keterangan para saksi.

"Saksinya ada puluhan orang, saksi pelapor dan terlapor, serta pendapat 5 orang ahli, baik dari ahli pidana dan ahli perdata," ujar AKP Regi.