Mataram (ANTARA) - Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Mataram, Nusa Tenggara Barat, menangkap sepasang kekasih berinisial HP (19) dan AP (21) yang diduga melakukan aborsi.
Kasat Reskrim Polresta Mataran AKP Kadek Adi Budi Astawa di Mataram, Rabu, mengatakan tindak pidana aborsi yang dilakukan keduanya terungkap berdasarkan laporan dari pihak IGD RSUD Kota Mataram.
"Jadi setelah pelaku yang perempuan mendapat penanganan dikeluarkan janinnya, yang bersangkutan mengaku sudah mengonsumsi obat penggugur kandungan. Dari informasi itu kemudian kami lakukan penyelidikan dan interogasi," kata Kadek Adi.
Kedua pelaku yang ditemui Unit PPA di IGD RSUD Kota Mataram juga mengakui hal demikian. Kepada penyidik, keduanya mengaku niat menggugurkan kandungan karena belum berstatus suami istri.
Awalnya, kata Kadek Adi, pelaku pria berinisial AP mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Namun pelaku perempuan menolak karena masih muda dan merasa malu kepada keluarganya di Pulau Sumbawa.
"Akhirnya, sepasang kekasih yang masih duduk di bangku perkuliahan ini sepakat untuk melakukan aborsi," katanya.
Pelaku pria pun mencari koneksinya melalui jejaring sosial untuk mendapatkan obat penggugur kandungan.
"Sampai akhirnya pelaku pria ini dapat koneksi dari media 'online'. Obat dibelinya dari Sumbawa," ujarnya.
Obat yang dikatakan untuk menggugurkan kandungan itu berjumlah empat biji. Pelaku pria membelinya dengan harga Rp4 juta.
"Asal-usul obat itu masuk juga dalam proses pengembangan penyidikan kami," ucap dia.
Akibat perbuatannya, kini kedua pelaku yang sudah mengakui perbuatannya telah menggugurkan janin berusia enam bulan tersebut ditetapkan sebagai tersangka.
Penetapannya sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 77A Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 35/2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak, diikuti dengan penahanan di Mapolresta Mataram.
"Sesuai aturannya, ancaman pidana pasal yang disangkakan kepada kedua tersangka ini sepuluh tahun penjara," kata Kadek Adi.
Kasat Reskrim Polresta Mataran AKP Kadek Adi Budi Astawa di Mataram, Rabu, mengatakan tindak pidana aborsi yang dilakukan keduanya terungkap berdasarkan laporan dari pihak IGD RSUD Kota Mataram.
"Jadi setelah pelaku yang perempuan mendapat penanganan dikeluarkan janinnya, yang bersangkutan mengaku sudah mengonsumsi obat penggugur kandungan. Dari informasi itu kemudian kami lakukan penyelidikan dan interogasi," kata Kadek Adi.
Kedua pelaku yang ditemui Unit PPA di IGD RSUD Kota Mataram juga mengakui hal demikian. Kepada penyidik, keduanya mengaku niat menggugurkan kandungan karena belum berstatus suami istri.
Awalnya, kata Kadek Adi, pelaku pria berinisial AP mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Namun pelaku perempuan menolak karena masih muda dan merasa malu kepada keluarganya di Pulau Sumbawa.
"Akhirnya, sepasang kekasih yang masih duduk di bangku perkuliahan ini sepakat untuk melakukan aborsi," katanya.
Pelaku pria pun mencari koneksinya melalui jejaring sosial untuk mendapatkan obat penggugur kandungan.
"Sampai akhirnya pelaku pria ini dapat koneksi dari media 'online'. Obat dibelinya dari Sumbawa," ujarnya.
Obat yang dikatakan untuk menggugurkan kandungan itu berjumlah empat biji. Pelaku pria membelinya dengan harga Rp4 juta.
"Asal-usul obat itu masuk juga dalam proses pengembangan penyidikan kami," ucap dia.
Akibat perbuatannya, kini kedua pelaku yang sudah mengakui perbuatannya telah menggugurkan janin berusia enam bulan tersebut ditetapkan sebagai tersangka.
Penetapannya sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 77A Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 35/2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak, diikuti dengan penahanan di Mapolresta Mataram.
"Sesuai aturannya, ancaman pidana pasal yang disangkakan kepada kedua tersangka ini sepuluh tahun penjara," kata Kadek Adi.