Mataram (ANTARA) - Petugas kepolisian di bidang kriminal khusus mengusut adanya dugaan penerimaan fee (upah) proyek fisik SMA pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Nusa Tenggara Barat.
Kepala Bidang Humas Polda NTB Komisaris Besar Polisi Artanto di Mataram, Senin, membenarkan perihal adanya kegiatan pengusutan tersebut.
"Iya, memang benar itu (pengusutan kasus) ada. Sekarang masih dalam pengumpulan data dan bahan keterangan. Beberapa pejabat dinas hari ini ada yang dimintai klarifikasi," kata Artanto.
Terkait dengan pejabat dinas tersebut, polisi terlihat meminta keterangan terhadap Kepala Bidang SMA Dinas Dikbud NTB Lalu Muhammad Hidlir.
Sekitar pukul 12.30 Wita, Hidlir bersama empat ASN lain turun dari lantai dua Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB.
Hidlir saat ditemui wartawan membenarkan bahwa dirinya hadir ke hadapan polisi untuk memberikan klarifikasi terkait dengan dugaan penerimaan fee proyek yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) tersebut.
"Iya, baru selesai, hanya klarifikasi terkait dengan laporan itu," ujar Hidlir.
Ia menjelaskan ke hadapan polisi terkait dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) jabatan serta mekanisme dalam realisasi proyek di dinas.
"Ada juga soal SK (surat keputusan) dan penunjukan. Itu saja," ucapnya.
Dalam keterangan, Hidlir juga menegaskan bahwa pihaknya tidak ada menerima fee proyek seperti kabar yang tersebar dalam bentuk bukti transfer tersebut.
Ia pun menyangkal hal itu dengan menyatakan bahwa status proyek fisik tersebut belum masuk pada tahap pengerjaan.
"Tidak ada seperti itu (penerimaan fee proyek) karena belum masuk pengerjaan, sekarang masih perencanaan. Jadi, sebenarnya tidak ada masalah," katanya.
Tim Ditreskrimsus Polda NTB mengusut dugaan fee proyek di dinas dikbud berawal dari adanya bukti transfer yang beredar di media sosial. Bukti transfer itu memperlihatkan dua nama. Untuk inisial SQ dengan nilai transfer Rp10 juta dan RB dengan nilai Rp75 Juta.
Ada juga bukti transfer lain yang beredar untuk inisial RK. Meskipun tidak ada nominal yang diperlihatkan, bukti transfer itu mengarah kepada salah seorang pejabat SMA di Kota Mataram.
Proyek yang berasal dari DAK tersebut, antara lain, berupa pembangunan ruang laboratorium kimia dan kelengkapan alat praktik dengan nilai Rp386 Juta, ruang laboratorium fisika Rp372 juta, pembangunan laboratorium biologi Rp372 juta, dan pembangunan ruang perpustakaan Rp236 juta.
Selain itu, ada pembangunan ruang laboratorium komputer Rp221 juta, pembangunan ruang guru Rp444 juta, pembangunan ruangan tata usaha Rp226 juta, pembangunan ruang kepala sekolah Rp216 juta, ruang UKS Rp290 juta, ruang bimbingan konseling Rp229 juta, dan pembangunan ruang OSIS Rp229 juta.
Terkait dengan proyek fisik yang bersumber dari DAK tersebut, Hidlir mengatakan bahwa pihaknya baru bisa mencairkan sekitar 25 persen dari anggaran keseluruhan Rp92 miliar. Aggaran itu akan digunakan dalam pembangunan di 57 SMA se-NTB.
"Seharusnya bisa cair semua awal Agustus kemarin. Akan tetapi, karena ada persoalan seperti ini, anggaran itu belum bisa dicairkan. Batasnya hingga 21 Oktober ini harus selesai (perencanaan)," ujarnya.
Kepala Bidang Humas Polda NTB Komisaris Besar Polisi Artanto di Mataram, Senin, membenarkan perihal adanya kegiatan pengusutan tersebut.
"Iya, memang benar itu (pengusutan kasus) ada. Sekarang masih dalam pengumpulan data dan bahan keterangan. Beberapa pejabat dinas hari ini ada yang dimintai klarifikasi," kata Artanto.
Terkait dengan pejabat dinas tersebut, polisi terlihat meminta keterangan terhadap Kepala Bidang SMA Dinas Dikbud NTB Lalu Muhammad Hidlir.
Sekitar pukul 12.30 Wita, Hidlir bersama empat ASN lain turun dari lantai dua Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB.
Hidlir saat ditemui wartawan membenarkan bahwa dirinya hadir ke hadapan polisi untuk memberikan klarifikasi terkait dengan dugaan penerimaan fee proyek yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) tersebut.
"Iya, baru selesai, hanya klarifikasi terkait dengan laporan itu," ujar Hidlir.
Ia menjelaskan ke hadapan polisi terkait dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) jabatan serta mekanisme dalam realisasi proyek di dinas.
"Ada juga soal SK (surat keputusan) dan penunjukan. Itu saja," ucapnya.
Dalam keterangan, Hidlir juga menegaskan bahwa pihaknya tidak ada menerima fee proyek seperti kabar yang tersebar dalam bentuk bukti transfer tersebut.
Ia pun menyangkal hal itu dengan menyatakan bahwa status proyek fisik tersebut belum masuk pada tahap pengerjaan.
"Tidak ada seperti itu (penerimaan fee proyek) karena belum masuk pengerjaan, sekarang masih perencanaan. Jadi, sebenarnya tidak ada masalah," katanya.
Tim Ditreskrimsus Polda NTB mengusut dugaan fee proyek di dinas dikbud berawal dari adanya bukti transfer yang beredar di media sosial. Bukti transfer itu memperlihatkan dua nama. Untuk inisial SQ dengan nilai transfer Rp10 juta dan RB dengan nilai Rp75 Juta.
Ada juga bukti transfer lain yang beredar untuk inisial RK. Meskipun tidak ada nominal yang diperlihatkan, bukti transfer itu mengarah kepada salah seorang pejabat SMA di Kota Mataram.
Proyek yang berasal dari DAK tersebut, antara lain, berupa pembangunan ruang laboratorium kimia dan kelengkapan alat praktik dengan nilai Rp386 Juta, ruang laboratorium fisika Rp372 juta, pembangunan laboratorium biologi Rp372 juta, dan pembangunan ruang perpustakaan Rp236 juta.
Selain itu, ada pembangunan ruang laboratorium komputer Rp221 juta, pembangunan ruang guru Rp444 juta, pembangunan ruangan tata usaha Rp226 juta, pembangunan ruang kepala sekolah Rp216 juta, ruang UKS Rp290 juta, ruang bimbingan konseling Rp229 juta, dan pembangunan ruang OSIS Rp229 juta.
Terkait dengan proyek fisik yang bersumber dari DAK tersebut, Hidlir mengatakan bahwa pihaknya baru bisa mencairkan sekitar 25 persen dari anggaran keseluruhan Rp92 miliar. Aggaran itu akan digunakan dalam pembangunan di 57 SMA se-NTB.
"Seharusnya bisa cair semua awal Agustus kemarin. Akan tetapi, karena ada persoalan seperti ini, anggaran itu belum bisa dicairkan. Batasnya hingga 21 Oktober ini harus selesai (perencanaan)," ujarnya.