Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota Surabaya bersama Tim Penggerak PKK menggelar Gebyar 1.000 Akseptor Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dalam rangka pencegahan stunting atau kerdil di Kota Pahlawan, Jatim, Senin.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya Tomi Ardiyanto mengatakan, program Gebyar 1.000 akseptor ini diperuntukkan kepada pasangan usia subur (PUS) yang memakai metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) yakni MOP (Metode Operasi Pria) dan MOW (Metode Operasi Wanita) atau kalau yang saat ini lebih dikenal sebagai sterilisasi.
"Gebyar 1.000 akseptor ini yang difasilitasi oleh Pemkot Surabaya bersama BKKBN melalui Puskesmas, RSUD Bhakti Dharma Husada (BDH) dan RSUD Dr. Soewandi lewat para petugas KB di kecamatan dan kelurahan melalui Puskesmas. Pencegahan stunting harus dimulai dari pemahaman calon pengantin (catin), setelah menikah, hamil dan menyusui hingga merawat anak balita," kata Tomi.
Tomi menjelaskan, program tersebut adalah salah satu upaya pencegahan stunting dengan meningkatkan kemampuan literasi para calon pengantin meningkat. Di sisi lain, di Kota Surabaya, Tomi mengaku bahwa per November 2022, sebanyak 3.054 akseptor yang telah bersedia memakai MKJP secara mandiri.
"3.054 adalah termasuk KB mandiri melalui rumah sakit swasta, karena penggunaan alat kontrasepsi dan pencegahan stunting sangat terkait. Program ini (Gebyar 1.000 Akseptor MKJP) dilakukan sampai 19 Desember 2022. Pada 9 Desember sudah mencapai 765 akseptor dan diharapkan bisa mencapai 1.000 akseptor," kata dia.
Ketua TP PKK Kota Surabaya Rini Indriyani mengatakan, perlu adanya sosialisasikan kepada masyarakat bahwa stunting tidak hanya terjadi karena kekurangan gizi pada anak.
Kehamilan yang berisiko seperti terlalu tua (kehamilan di atas 35 tahun), terlalu muda (kehamilan di bawah 20 tahun), terlalu dekat (jarak kehamilan kurang dari dua tahun), dan terlalu banyak (melahirkan lebih dari dua kali), juga bisa menyebabkan stunting pada anak.
"Maka kegiatan ini menjadi salah satu upaya kami untuk meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam program KB MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), di mana tujuan akhir kita bersama adalah zero stunting dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat di Kota Surabaya," kata Rini Indriyani.
Untuk itu, dia meminta kepada masyarakat Kota Surabaya untuk memahami pentingnya menggunakan KB. Sebab, di Kota Surabaya didominasi kehamilan berisiko dengan kategori terlalu banyak atau telah melahirkan lebih dari dua kali.
Baca juga: Hari Kontrasepsi ingatkan pentingnya mengatur jarak kehamilan
Baca juga: Kota Mataram melampaui target peningkatan peserta program KB
Rini mengatakan, Pemkot Surabaya dan PKK melakukan berbagai upaya penanganan stunting. Hasilnya, angka stunting di Kota Pahlawan yang awalnya sebanyak 12.788 kasus pada tahun 2020, berkurang menjadi 6.722 kasus di tahun 2021. Hingga per Oktober 2022, jumlah kasus turun drastis menjadi 1.055 balita.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya Tomi Ardiyanto mengatakan, program Gebyar 1.000 akseptor ini diperuntukkan kepada pasangan usia subur (PUS) yang memakai metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) yakni MOP (Metode Operasi Pria) dan MOW (Metode Operasi Wanita) atau kalau yang saat ini lebih dikenal sebagai sterilisasi.
"Gebyar 1.000 akseptor ini yang difasilitasi oleh Pemkot Surabaya bersama BKKBN melalui Puskesmas, RSUD Bhakti Dharma Husada (BDH) dan RSUD Dr. Soewandi lewat para petugas KB di kecamatan dan kelurahan melalui Puskesmas. Pencegahan stunting harus dimulai dari pemahaman calon pengantin (catin), setelah menikah, hamil dan menyusui hingga merawat anak balita," kata Tomi.
Tomi menjelaskan, program tersebut adalah salah satu upaya pencegahan stunting dengan meningkatkan kemampuan literasi para calon pengantin meningkat. Di sisi lain, di Kota Surabaya, Tomi mengaku bahwa per November 2022, sebanyak 3.054 akseptor yang telah bersedia memakai MKJP secara mandiri.
"3.054 adalah termasuk KB mandiri melalui rumah sakit swasta, karena penggunaan alat kontrasepsi dan pencegahan stunting sangat terkait. Program ini (Gebyar 1.000 Akseptor MKJP) dilakukan sampai 19 Desember 2022. Pada 9 Desember sudah mencapai 765 akseptor dan diharapkan bisa mencapai 1.000 akseptor," kata dia.
Ketua TP PKK Kota Surabaya Rini Indriyani mengatakan, perlu adanya sosialisasikan kepada masyarakat bahwa stunting tidak hanya terjadi karena kekurangan gizi pada anak.
Kehamilan yang berisiko seperti terlalu tua (kehamilan di atas 35 tahun), terlalu muda (kehamilan di bawah 20 tahun), terlalu dekat (jarak kehamilan kurang dari dua tahun), dan terlalu banyak (melahirkan lebih dari dua kali), juga bisa menyebabkan stunting pada anak.
"Maka kegiatan ini menjadi salah satu upaya kami untuk meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam program KB MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), di mana tujuan akhir kita bersama adalah zero stunting dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat di Kota Surabaya," kata Rini Indriyani.
Untuk itu, dia meminta kepada masyarakat Kota Surabaya untuk memahami pentingnya menggunakan KB. Sebab, di Kota Surabaya didominasi kehamilan berisiko dengan kategori terlalu banyak atau telah melahirkan lebih dari dua kali.
Baca juga: Hari Kontrasepsi ingatkan pentingnya mengatur jarak kehamilan
Baca juga: Kota Mataram melampaui target peningkatan peserta program KB
Rini mengatakan, Pemkot Surabaya dan PKK melakukan berbagai upaya penanganan stunting. Hasilnya, angka stunting di Kota Pahlawan yang awalnya sebanyak 12.788 kasus pada tahun 2020, berkurang menjadi 6.722 kasus di tahun 2021. Hingga per Oktober 2022, jumlah kasus turun drastis menjadi 1.055 balita.