Mataram (ANTARA) - Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Nusa Tenggara Barat (NTB) Fathul Gani mengatakan minat petani di wilayah itu untuk menanam komoditas kedelai masih sangat rendah sehingga perlu ditingkatkan ke depannya.
"Dari tiga komoditas tanaman pangan kita, yakni padi, jagung, dan kedelai. Paling kurang diminati itu kedelai," ujar Fathul Gani saat dihubungi melalui telepon dari Mataram, Jumat.
Fathul Gani mengungkapkan, kurangnya para petani menanam kedelai ini disebabkan karena dari sisi harga kalah bersaing dengan kedelai impor, sehingga petani lebih menanam komoditi lain, seperti jagung yang harganya lebih jauh menguntungkan.
"Kenapa para petani kita lebih memilih menanam jagung. Karena pasarannya jelas dan harga jauh lebih tinggi. Sehingga kenapa petani kita enggan menanam kedelai karena dari sisi harga kalah bersaing dengan kedelai impor," terang Fathul Gani.
Untuk harga kedelai lokal itu harganya sampai Rp40 ribu per kilogram, sedangkan harga kedelai impor hanya Rp25 ribu per kilogram. Sehingga margin harganya sangat jauh.
"Kalau dilihat kan butiran kedelai impor ini besar-besar. Beda dengan kedelai lokal kecil-kecil. Terus harganya juga tinggi kalau kedelai lokal," ucapnya.
Fathul Gani mengatakan secara potensi luas areal tanam kedelai di NTB itu antara 10 ribu hektar hingga 16 ribu hektar. Sementara untuk hasil produksi hanya tiga ton per hektar. "Jadi jauh sekali hasilnya," ujarnya.
Menurut dia, Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB sudah berupaya mendorong para petani untuk menanam kedelai. Namun, sayangnya tidak ada petani yang berminat, karena alasan merugi kalau tetap memaksakan menanam kedelai.
"Mereka juga meminta kalau menanam kedelai harus ada subsidi dari pemerintah. Tetapi itu tidak bisa kami lakukan, karena kondisi keuangan daerah sangat terbatas, sehingga kami pun tidak bisa memenuhi permintaan petani," imbuh mantan Kepala Dinas Ketahanan Pangan NTB ini.
Oleh karena itu, dari tiga komoditi tanaman pangan unggulan NTB, di antaranya padi, jagung dan kedelai. Hanya komoditi kedelai yang tidak mencapai target di 2022. "Kalau jagung produksi kita melimpah. Begitu juga dengan padi kita surplus, bahkan sampai kita bisa kirim untuk memenuhi ketersediaan daerah lain. Cuman kedelai saja yang kita rendah," katanya.
"Dari tiga komoditas tanaman pangan kita, yakni padi, jagung, dan kedelai. Paling kurang diminati itu kedelai," ujar Fathul Gani saat dihubungi melalui telepon dari Mataram, Jumat.
Fathul Gani mengungkapkan, kurangnya para petani menanam kedelai ini disebabkan karena dari sisi harga kalah bersaing dengan kedelai impor, sehingga petani lebih menanam komoditi lain, seperti jagung yang harganya lebih jauh menguntungkan.
"Kenapa para petani kita lebih memilih menanam jagung. Karena pasarannya jelas dan harga jauh lebih tinggi. Sehingga kenapa petani kita enggan menanam kedelai karena dari sisi harga kalah bersaing dengan kedelai impor," terang Fathul Gani.
Untuk harga kedelai lokal itu harganya sampai Rp40 ribu per kilogram, sedangkan harga kedelai impor hanya Rp25 ribu per kilogram. Sehingga margin harganya sangat jauh.
"Kalau dilihat kan butiran kedelai impor ini besar-besar. Beda dengan kedelai lokal kecil-kecil. Terus harganya juga tinggi kalau kedelai lokal," ucapnya.
Fathul Gani mengatakan secara potensi luas areal tanam kedelai di NTB itu antara 10 ribu hektar hingga 16 ribu hektar. Sementara untuk hasil produksi hanya tiga ton per hektar. "Jadi jauh sekali hasilnya," ujarnya.
Menurut dia, Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB sudah berupaya mendorong para petani untuk menanam kedelai. Namun, sayangnya tidak ada petani yang berminat, karena alasan merugi kalau tetap memaksakan menanam kedelai.
"Mereka juga meminta kalau menanam kedelai harus ada subsidi dari pemerintah. Tetapi itu tidak bisa kami lakukan, karena kondisi keuangan daerah sangat terbatas, sehingga kami pun tidak bisa memenuhi permintaan petani," imbuh mantan Kepala Dinas Ketahanan Pangan NTB ini.
Oleh karena itu, dari tiga komoditi tanaman pangan unggulan NTB, di antaranya padi, jagung dan kedelai. Hanya komoditi kedelai yang tidak mencapai target di 2022. "Kalau jagung produksi kita melimpah. Begitu juga dengan padi kita surplus, bahkan sampai kita bisa kirim untuk memenuhi ketersediaan daerah lain. Cuman kedelai saja yang kita rendah," katanya.