Mataram (ANTARA) - Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) Nusa Tenggara Barat meminta aparat penegak hukum menggelar khusus terkait penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) perkara dua kapal tanker asal Palembang yang diduga mengangkut BBM jenis solar di luar spesifikasi.
"Kami meminta Polda NTB dan Kejati NTB untuk segera melakukan gelar khusus agar SP3 perkara tanker BBM ini dicabut dan proses hukum tetap berlanjut," kata Ketua Umum PBHM NTB Yan Mangandar di Mataram, Selasa.
Permintaan untuk melaksanakan gelar khusus tersebut melihat alasan Polda NTB menerbitkan SP3 dari perkara tersebut karena tidak cukup alat bukti. "Alasan itu tidak berdasarkan hukum, jadi terlihat Polda NTB tidak konsisten dan tebang pilih. Ini tentu akan sangat berbahaya, tingkat kepercayaan masyarakat pada aparat hukum akan terus terkikis dan ujung-ujungnya rakyat yang menjadi korban," ujarnya.
Dia pun melihat pihak kepolisian terlihat tegas ketika di awal penanganan kasus tersebut dengan meningkatkan status penanganan ke tahap penyidikan dan melanjutkan ke proses penetapan tiga tersangka. Namun, penyidik menghentikan perkara ini saat proses penelitian berkas di kejaksaan. Pihak jaksa pun dua kali mengembalikan berkas milik tiga tersangka dengan memberikan petunjuk agar penyidik mampu mengungkap peran orang lain.
Pihak kepolisian pun menjadikan pengembalian berkas yang belum lengkap tersebut sebagai dasar penghentian perkara. Penghentian perkara BBM ini terbit berdasarkan adanya SP3 Nomor: SP3/01-03/II/RES.1.9./2023/Dit Polairud dan surat ketetapan tentang penetapan penghentian penyidikan Nomor: S.Tap/01-03/II/RES.1.9./2023/Dit Polairud pada tanggal 21 Februari 2023.
Dalam surat Nomor: SP3/01-03/II/RES.1.9./2023/Dit Polairud, pihak kepolisian menguraikan perihal pertimbangan penerbitan SP3 dari perkara yang menetapkan tiga tersangka dengan menyatakan bahwa tidak cukup bukti atau peristiwa bukan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, serta untuk memenuhi asas kepastian hukum, keadilan hukum, dan manfaat hukum.
Pertimbangan itu diuraikan dalam SP3 berdasarkan bukti-bukti yang didapatkan dari proses penyidikan dan laporan hasil gelar perkara biasa. Dalam surat turut menguraikan perintah kepada tiga penyidik melakukan penghentian penyidikan dugaan tindak pidana minyak bumi dan gas dan tindak pidana umum yang terjadi di Perairan Pelabuhan Haji, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur pada 15 September 2022 untuk berkas perkara milik tiga tersangka berinisial AM, AW, dan JS.
Dugaan pidana tersebut berkaitan dengan Pasal 54 juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan/atau Pasal 56 KUHP dan Pasal 263 ayat (1) dan/atau ayat (2) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan/atau Pasal 56 KUHP.
Dalam penanganan kasus ini pun Direkrorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda NTB, sebelumnya menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) Nomor: SP.Sidik/9/XI/RES.1.9./2022/Dit Polairud pada tanggal 24 September 2022.
Tindak lanjut dari sprindik tersebut, pihak kepolisian menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dengan Nomor: B/457/IX/RES.1.9./2022/Dit Polairud pada tanggal 26 September 2022. Bahkan, dalam penanganan kasus ini tercatat penyidik telah merampungkan berkas milik tiga tersangka dan melimpahkan berkas ke jaksa peneliti.
Dari petunjuk hasil penelitian kejaksaan sebelum kasus ini dihentikan, penyidik diminta untuk mengungkap peran orang lain, dalam hal ini yang menyuruh melakukan. Penanganan dari kasus ini pun terungkap setelah petugas kepolisian melakukan tangkap tangan terhadap aksi pengisian BBM dari kapal tanker ke kapal ikan di kawasan perairan Telong Elong, Kabupaten Lombok Timur.
BBM yang diisi ke kapal nelayan tersebut diduga tidak sesuai dengan surat izin angkut. Penyidik menemukan indikasi pelanggaran pidana usai melaksanakan pemeriksaan mendalam terhadap jenis BBM tersebut.
Dalam kasus ini pun peran tiga tersangka AM, AW, dan JS terungkap sebagai nakhoda dan seorang di antaranya berstatus manajer operasional dari perusahaan kapal tanker tersebut. Penyidik pun sebelumnya telah menyita barang bukti kapal tanker yang mengangkut BBM diduga di luar spesifikasi dan kapal ikan milik nelayan di Dermaga Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur.
Kapal tanker yang disita, Motor Tanker (MT) Anggun Selatan dan MT Harima milik PT. Tripatra Nusantara yang beralamat di Palembang, Sumatra Selatan dan Kapal Motor (KM) Satu Raya milik nelayan Lombok Timur yang diduga menerima pengisian BBM di kawasan perairan Telong Elong.
Untuk barang bukti BBM juga demikian. Dari MT Harima dan KM Satu Raya, polisi menyita 227 ribu liter. Sedangkan, 135 ribu liter dari muatan MT Anggun Selatan. Terkait penghentian perkara ini, Kejati NTB melalui juru bicara Efrien Saputera mengatakan bahwa pihaknya telah menerima pemberitahuan resmi dari Polda NTB.
Baca juga: Kejati NTB kaji dalil penyidik hentikan perkara tanker BBM
Baca juga: Kejati NTB menerima surat penghentian perkara kapal tanker angkut BBM
"Pemberitahuan SP3 perkara BBM memang sudah kami terima dari kepolisian. Karena itu, tim jaksa saat ini melakukan penelitian dan mempelajari alasan-alasan dari SP3 perkara tersebut," kata Efrien. Apabila dari hasil penelitian terdapat hal yang janggal, kejaksaan dapat mengajukan praperadilan ke pengadilan untuk melihat sah atau tidak penerbitan SP3 dari perkara tersebut. "Jika dimungkinkan, jaksa bisa meminta kepada ketua pengadilan untuk menentukan sah atau tidak penerbitan SP3 yang dilakukan penyidik," ujarnya.
Pengajuan praperadilan oleh kejaksaan, jelas Efrien, sesuai yang diatur dalam Pasal 77 sampai Pasal 88 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana. "Tetapi, itu kembali lagi ke tim. Kita lihat nanti bagaimana hasil penelitian," ucap dia.
"Kami meminta Polda NTB dan Kejati NTB untuk segera melakukan gelar khusus agar SP3 perkara tanker BBM ini dicabut dan proses hukum tetap berlanjut," kata Ketua Umum PBHM NTB Yan Mangandar di Mataram, Selasa.
Permintaan untuk melaksanakan gelar khusus tersebut melihat alasan Polda NTB menerbitkan SP3 dari perkara tersebut karena tidak cukup alat bukti. "Alasan itu tidak berdasarkan hukum, jadi terlihat Polda NTB tidak konsisten dan tebang pilih. Ini tentu akan sangat berbahaya, tingkat kepercayaan masyarakat pada aparat hukum akan terus terkikis dan ujung-ujungnya rakyat yang menjadi korban," ujarnya.
Dia pun melihat pihak kepolisian terlihat tegas ketika di awal penanganan kasus tersebut dengan meningkatkan status penanganan ke tahap penyidikan dan melanjutkan ke proses penetapan tiga tersangka. Namun, penyidik menghentikan perkara ini saat proses penelitian berkas di kejaksaan. Pihak jaksa pun dua kali mengembalikan berkas milik tiga tersangka dengan memberikan petunjuk agar penyidik mampu mengungkap peran orang lain.
Pihak kepolisian pun menjadikan pengembalian berkas yang belum lengkap tersebut sebagai dasar penghentian perkara. Penghentian perkara BBM ini terbit berdasarkan adanya SP3 Nomor: SP3/01-03/II/RES.1.9./2023/Dit Polairud dan surat ketetapan tentang penetapan penghentian penyidikan Nomor: S.Tap/01-03/II/RES.1.9./2023/Dit Polairud pada tanggal 21 Februari 2023.
Dalam surat Nomor: SP3/01-03/II/RES.1.9./2023/Dit Polairud, pihak kepolisian menguraikan perihal pertimbangan penerbitan SP3 dari perkara yang menetapkan tiga tersangka dengan menyatakan bahwa tidak cukup bukti atau peristiwa bukan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, serta untuk memenuhi asas kepastian hukum, keadilan hukum, dan manfaat hukum.
Pertimbangan itu diuraikan dalam SP3 berdasarkan bukti-bukti yang didapatkan dari proses penyidikan dan laporan hasil gelar perkara biasa. Dalam surat turut menguraikan perintah kepada tiga penyidik melakukan penghentian penyidikan dugaan tindak pidana minyak bumi dan gas dan tindak pidana umum yang terjadi di Perairan Pelabuhan Haji, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur pada 15 September 2022 untuk berkas perkara milik tiga tersangka berinisial AM, AW, dan JS.
Dugaan pidana tersebut berkaitan dengan Pasal 54 juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan/atau Pasal 56 KUHP dan Pasal 263 ayat (1) dan/atau ayat (2) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan/atau Pasal 56 KUHP.
Dalam penanganan kasus ini pun Direkrorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda NTB, sebelumnya menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) Nomor: SP.Sidik/9/XI/RES.1.9./2022/Dit Polairud pada tanggal 24 September 2022.
Tindak lanjut dari sprindik tersebut, pihak kepolisian menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dengan Nomor: B/457/IX/RES.1.9./2022/Dit Polairud pada tanggal 26 September 2022. Bahkan, dalam penanganan kasus ini tercatat penyidik telah merampungkan berkas milik tiga tersangka dan melimpahkan berkas ke jaksa peneliti.
Dari petunjuk hasil penelitian kejaksaan sebelum kasus ini dihentikan, penyidik diminta untuk mengungkap peran orang lain, dalam hal ini yang menyuruh melakukan. Penanganan dari kasus ini pun terungkap setelah petugas kepolisian melakukan tangkap tangan terhadap aksi pengisian BBM dari kapal tanker ke kapal ikan di kawasan perairan Telong Elong, Kabupaten Lombok Timur.
BBM yang diisi ke kapal nelayan tersebut diduga tidak sesuai dengan surat izin angkut. Penyidik menemukan indikasi pelanggaran pidana usai melaksanakan pemeriksaan mendalam terhadap jenis BBM tersebut.
Dalam kasus ini pun peran tiga tersangka AM, AW, dan JS terungkap sebagai nakhoda dan seorang di antaranya berstatus manajer operasional dari perusahaan kapal tanker tersebut. Penyidik pun sebelumnya telah menyita barang bukti kapal tanker yang mengangkut BBM diduga di luar spesifikasi dan kapal ikan milik nelayan di Dermaga Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur.
Kapal tanker yang disita, Motor Tanker (MT) Anggun Selatan dan MT Harima milik PT. Tripatra Nusantara yang beralamat di Palembang, Sumatra Selatan dan Kapal Motor (KM) Satu Raya milik nelayan Lombok Timur yang diduga menerima pengisian BBM di kawasan perairan Telong Elong.
Untuk barang bukti BBM juga demikian. Dari MT Harima dan KM Satu Raya, polisi menyita 227 ribu liter. Sedangkan, 135 ribu liter dari muatan MT Anggun Selatan. Terkait penghentian perkara ini, Kejati NTB melalui juru bicara Efrien Saputera mengatakan bahwa pihaknya telah menerima pemberitahuan resmi dari Polda NTB.
Baca juga: Kejati NTB kaji dalil penyidik hentikan perkara tanker BBM
Baca juga: Kejati NTB menerima surat penghentian perkara kapal tanker angkut BBM
"Pemberitahuan SP3 perkara BBM memang sudah kami terima dari kepolisian. Karena itu, tim jaksa saat ini melakukan penelitian dan mempelajari alasan-alasan dari SP3 perkara tersebut," kata Efrien. Apabila dari hasil penelitian terdapat hal yang janggal, kejaksaan dapat mengajukan praperadilan ke pengadilan untuk melihat sah atau tidak penerbitan SP3 dari perkara tersebut. "Jika dimungkinkan, jaksa bisa meminta kepada ketua pengadilan untuk menentukan sah atau tidak penerbitan SP3 yang dilakukan penyidik," ujarnya.
Pengajuan praperadilan oleh kejaksaan, jelas Efrien, sesuai yang diatur dalam Pasal 77 sampai Pasal 88 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana. "Tetapi, itu kembali lagi ke tim. Kita lihat nanti bagaimana hasil penelitian," ucap dia.