Mataram (ANTARA) - Jaksa penuntut umum mengungkap adanya pemufakatan jahat dalam pelaksanaan proyek pengadaan alat kesenian Marching Band Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Nusa Tenggara Barat.

Pemufakatan jahat ini mengarah kepada pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek Dinas Dikbud NTB bernama Muhammad Irwin bersama Lalu Buntaran alias Ading yang berperan sebagai penyedia barang.

Jaksa penuntut umum menyampaikan hal demikian dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan milik keduanya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Mataram, Selasa.

"Bahwa Muhammad Irwin bersama Lalu Buntaran melakukan persekongkolan sejak penyusunan berdasarkan harga perkiraan sendiri dan penentuan spesifikasi peralatan Marching Band Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB," kata Sahdi mewakili tim jaksa penuntut umum membacakan dakwaan pertama untuk terdakwa Muhammad Irwin.

Dalam uraian dakwaan Muhammad Irwin, jaksa menyampaikan bahwa proyek ini bersumber dari dana APBD tahun 2017. Proyek ini merupakan program Dinas Dikbud NTB dalam meningkatkan kualitas pendidikan di tahap sekolah menengah atas.

Pemerintah melalui Dinas Dikbud NTB menyalurkan anggaran untuk alat marching band dalam dua paket pengadaan.

Paket pertama, PPK menyusun HPS senilai Rp1,69 miliar untuk 8 unit pengadaan alat marching band. Paket kedua, HPS senilai Rp1,06 miliar untuk 5 unit pengadaan alat marching band.

Kedua paket pengadaan tersebut dimenangkan CV Embun Emas yang berkantor di Kabupaten Lombok Tengah dengan nilai penawaran Rp1,57 miliar untuk paket pertama dan Rp982 juta.

Namun, Muhammad Irwin sebagai PPK pada awal mula menentukan nilai HPS meminta kali pertama anak buahnya, Sabarudin untuk melakukan survei pasar.

"Hasil survei lapangan, Sabarudin mendapatkan melalui internet berupa 17 rekomendasi alat marching band dari Julang Marching Band yang ada di Yogyakarta diserahkan ke Muhammad Irwin," ujarnya.

Kemudian, Muhammad Irwin menyerahkan daftar 17 rekomendasi alat marching band kepada Lalu Buntaran dan Sapoan.

Dengan adanya daftar tersebut, Lalu Buntaran menghubungi Julang Marching Band dan meminta daftar harga untuk satu unit yang terdiri atas 17 item alat marching band.

"Usai mendapatkan daftar harga, Lalu Buntaran menyerahkannya kepada Muhammad Irwin di Kantor Dinas Dikbud NTB dan dipergunakan untuk menyusun HPS untuk satu unit kelengkapan alat marching band dengan nilai Rp212 juta," ucap dia.


Dari uraian dakwaan turut terungkap bahwa CV Embun Emas yang muncul sebagai pemenang lelang proyek merupakan milik adik dari terdakwa Lalu Buntaran.

Jaksa pada dakwaan menyampaikan bahwa Lalu Buntaran dalam proses pelelangan tersebut melakukan aksi monopoli. Hal itu dibuktikan jaksa dengan adanya belasan perusahaan yang mendaftar sebagai peserta lelang, hanya CV Embun Emas yang melampirkan harga penawaran.

Tidak hanya melakukan aksi monopoli, Lalu Buntaran sebagai penyedia dengan cara meminjam bendera perusahaan milik adiknya tersebut tidak menyalurkan barang sesuai dengan spesifikasi perencanaan.

Dengan menguraikan dakwaan demikian, jaksa mengungkap adanya kerugian negara yang muncul berdasarkan hasil audit BPKP NTB senilai Rp702 juta.

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024