Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Bima menahan seorang tersangka kasus dugaan korupsi dana nasabah Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Nusa Tenggara Barat Cabang Sape berinisial AR (54).
Kepala Seksi Intelijen Kejari Bima Debi F. Fauzi melalui sambungan telepon dari Mataram, Senin, mengatakan penahanan ini merupakan bagian dari kepentingan penyidikan.
"Khawatir tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana sesuai yang diatur KUHAP, itu yang jadi pertimbangan dilakukan penahanan tersangka," ujarnya.
Penahanan ini mulai dijalankan AR pada hari ini. Penyidik menitipkan penahanan AR di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Raba, Kota Bima.
"Untuk 20 hari ke depan, tersangka menjalani masa penahanan pertama," kata Debi.
Dalam kasus ini, penyidik menetapkan dua tersangka. Selain AR, ada lagi satu tersangka yang kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Kejaksaan berinisial IS.
Untuk upaya pencarian, Debi memastikan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan Agung untuk menelusuri informasi yang menguatkan keberadaan IS di luar negeri.
"Tersangka IS tetap dalam pencarian, informasi yang menyebut di luar negeri, masih kami pantau juga," ujar dia.
Tersangka IS dalam kasus ini merupakan mantan staf pencairan dana dan kredit pada PD BPR NTB Cabang Sape, sedangkan tersangka AR yang mulai menjalani penahanan jaksa adalah mantan pegawai PD BPR NTB yang sebelumnya bertugas sebagai penerima setoran.
Dalam berkas, keduanya diduga terlibat menggelapkan uang setoran nasabah, baik dalam bentuk tabungan, deposito, maupun kredit. Kedua tersangka menjalankan modus dengan mengambil uang setoran nasabah tanpa mencatat dalam dokumen pembukuan. Uang setoran diduga dinikmati kedua tersangka.
Untuk menutupi modus tersebut, kedua tersangka menyerahkan tanda bukti setoran asli dari PD BPR NTB kepada para nasabah.
Baca juga: Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka dugaan pemerasan
Baca juga: Kejari Sumbawa Barat memeriksa tersangka korupsi dana perusda
Modus demikian terungkap berjalan dalam periode pengelolaan anggaran tahun 2014 hingga 2017 yang menimbulkan kerugian negara senilai Rp548 juta.
Munculnya hasil audit tersebut, penyidik menjerat kedua tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Bima Debi F. Fauzi melalui sambungan telepon dari Mataram, Senin, mengatakan penahanan ini merupakan bagian dari kepentingan penyidikan.
"Khawatir tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana sesuai yang diatur KUHAP, itu yang jadi pertimbangan dilakukan penahanan tersangka," ujarnya.
Penahanan ini mulai dijalankan AR pada hari ini. Penyidik menitipkan penahanan AR di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Raba, Kota Bima.
"Untuk 20 hari ke depan, tersangka menjalani masa penahanan pertama," kata Debi.
Dalam kasus ini, penyidik menetapkan dua tersangka. Selain AR, ada lagi satu tersangka yang kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Kejaksaan berinisial IS.
Untuk upaya pencarian, Debi memastikan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan Agung untuk menelusuri informasi yang menguatkan keberadaan IS di luar negeri.
"Tersangka IS tetap dalam pencarian, informasi yang menyebut di luar negeri, masih kami pantau juga," ujar dia.
Tersangka IS dalam kasus ini merupakan mantan staf pencairan dana dan kredit pada PD BPR NTB Cabang Sape, sedangkan tersangka AR yang mulai menjalani penahanan jaksa adalah mantan pegawai PD BPR NTB yang sebelumnya bertugas sebagai penerima setoran.
Dalam berkas, keduanya diduga terlibat menggelapkan uang setoran nasabah, baik dalam bentuk tabungan, deposito, maupun kredit. Kedua tersangka menjalankan modus dengan mengambil uang setoran nasabah tanpa mencatat dalam dokumen pembukuan. Uang setoran diduga dinikmati kedua tersangka.
Untuk menutupi modus tersebut, kedua tersangka menyerahkan tanda bukti setoran asli dari PD BPR NTB kepada para nasabah.
Baca juga: Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka dugaan pemerasan
Baca juga: Kejari Sumbawa Barat memeriksa tersangka korupsi dana perusda
Modus demikian terungkap berjalan dalam periode pengelolaan anggaran tahun 2014 hingga 2017 yang menimbulkan kerugian negara senilai Rp548 juta.
Munculnya hasil audit tersebut, penyidik menjerat kedua tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.