Mataram (ANTARA) - Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Asaat Abdullah mendukung pengusutan dugaan kasus korupsi sewa alat berat di Dinas Pekerjaan Umum dan Penata Ruang (PUPR) NTB yang kini tengah ditangani Polres Mataram.
"Kita dukung aparat penegak hukum. Karena ini sudah jauh hari kami ketahui," ujarnya di Mataram, Jumat.
Langkah kepolisian itu setidaknya menjadi perbaikan ke depan. Apalagi adanya alat berat di PUPR selama ini tidak bisa diandalkan menjadi salah satu pemasukan daerah (PAD) lewat sistem sewa. Malah lebih besar dana pemeliharaannya.
Alat berat yang sedang dibidik APH itu menjadi tanda tanya publik. Kasus dugaan korupsi penyewaan alat berat tersebut terjadi antara tahun 2021 hingga 2024. Penyewaan ini dilakukan oleh Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok yang berada di bawah naungan Dinas PUPR NTB.
Baca juga: Polisi usut dugaan korupsi sewa alat berat PUPR NTB
Penyidik ingin mengetahui aliran dana terkait penyewaan alat berat berupa ekskavator dan truk itu apakah masuk ke APBD atau tidak. Terlebih kabar mengagetkan alat berat itu belum diketahui keberadaan-nya sampai saat ini.
"Itu kalau ditelusuri semuanya banyak (kejanggalan lain). Makanya kita dukung polisi usut itu," kata Asaat.
Menurut mantan Kepala Dinas PU Kabupaten Sumbawa itu dalam aturan menyewakan alat berat sangat dibolehkan, namun harusnya dikaji antara pemasukan yang masuk ke PAD dengan operasional yang ada. Apalagi dalam kasus itu, katanya pihaknya sudah mengetahui kabar alat berat itu 'hilang' sejak tahun 2023 lalu.
"Kita tahu informasi sudah lama. Di Banggar sudah saya ngomong. Saya keras bicara. Waktu itu jaman-nya pak Dar (Darmansyah) kepala balai-nya," terang anggota Komisi IV DPRD NTB tersebut.
Baca juga: Dinas PUPR NTB persilakan kepolisian usut dugaan korupsi sewa alat berat
Dari kondisi yang ada saat ini pihaknya mengusulkan alat berat tidak lagi dijadikan salah satu sumber PAD.
"Saya punya usul di nol kan. Jangan jadikan PAD. PAD kita (dari alat berat) kalah bersaing dengan swasta. PU punya alat besar-besar. Sehingga saya usulkan nol kan,. Karena biayanya lebih besar (pemeliharaan) dari biaya penyewaan atau daripada hasil sewa. Makanya mulai 2025 kita dorong Pemda di nol-kan. Ndak usah ada biaya pemeliharaan alat," katanya.
Sebelumnya Dinas PUPR NTB mempersilahkan kepolisian mengusut dugaan korupsi sewa alat berat tersebut.
"Karena ini sudah di tangani polisi, ya silahkan," kata Sekretaris Dinas PUPR NTB, Hasim usai rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPRD NTB.
Ia mengakui sebelum kasus ini bergulir di aparat penegak hukum, persoalan sewa menyewa alat berat ini sudah ditengahi Inspektorat NTB saat kepemimpinan Ridwansyah sebagai Kepala Dinas PUPR NTB.
"Yang mengontrak alat berat ini sudah kita mediasi saat Pak Ridwansyah sebagai Kepala Dinas PUPR dibantu Inspektorat. Tapi kalau kejadiannya pada saat Pak Sahdan menjabat Kepala Dinas PUPR. Namun saat proses mediasi orang yang mengontrak hilang," ujarnya.
Hasim menyebutkan, sewa menyewa alat berat ini dilakukan oleh perseorangan bukan oleh perusahaan. Sedangkan alat berat yang disewa terdiri dari ekskavator satu unit, dua unit truk. Hanya saja, orang yang menyewa dan alat berat yang disewa hilang sampai saat ini.
"Jadi kita nggak tahu sampai sekarang keberadaan orang yang menyewa dan alat berat ini ada di mana. Belum ketemu sampai sekarang, meski kita sudah menghubungi," katanya.
Oleh karena itu, adanya penyelidikan kasus ini, pihaknya berharap alat berat yang telah di sewa sudah berumur tua bisa kembali ke Dinas PUPR NTB.
"Kita harapkan alat kembali ke PUPR sehingga alat itu bisa kita gunakan untuk pemeliharaan jalan," ujar Hasim.
Namun demikian, dirinya tidak mengetahui secara detail berapa nilai sewa dari alat-alat berat tersebut. Termasuk, berapa nilai yang bisa diperoleh dari sewa alat berat tersebut ke PAD.
"Memang dari sewa ini masuk ke PAD, cuman kami nggak tahu berapa nilainya. Karena urusan ini dengan kepala balai lama dan orangnya sudah pensiun," katanya.
"Kita dukung aparat penegak hukum. Karena ini sudah jauh hari kami ketahui," ujarnya di Mataram, Jumat.
Langkah kepolisian itu setidaknya menjadi perbaikan ke depan. Apalagi adanya alat berat di PUPR selama ini tidak bisa diandalkan menjadi salah satu pemasukan daerah (PAD) lewat sistem sewa. Malah lebih besar dana pemeliharaannya.
Alat berat yang sedang dibidik APH itu menjadi tanda tanya publik. Kasus dugaan korupsi penyewaan alat berat tersebut terjadi antara tahun 2021 hingga 2024. Penyewaan ini dilakukan oleh Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok yang berada di bawah naungan Dinas PUPR NTB.
Baca juga: Polisi usut dugaan korupsi sewa alat berat PUPR NTB
Penyidik ingin mengetahui aliran dana terkait penyewaan alat berat berupa ekskavator dan truk itu apakah masuk ke APBD atau tidak. Terlebih kabar mengagetkan alat berat itu belum diketahui keberadaan-nya sampai saat ini.
"Itu kalau ditelusuri semuanya banyak (kejanggalan lain). Makanya kita dukung polisi usut itu," kata Asaat.
Menurut mantan Kepala Dinas PU Kabupaten Sumbawa itu dalam aturan menyewakan alat berat sangat dibolehkan, namun harusnya dikaji antara pemasukan yang masuk ke PAD dengan operasional yang ada. Apalagi dalam kasus itu, katanya pihaknya sudah mengetahui kabar alat berat itu 'hilang' sejak tahun 2023 lalu.
"Kita tahu informasi sudah lama. Di Banggar sudah saya ngomong. Saya keras bicara. Waktu itu jaman-nya pak Dar (Darmansyah) kepala balai-nya," terang anggota Komisi IV DPRD NTB tersebut.
Baca juga: Dinas PUPR NTB persilakan kepolisian usut dugaan korupsi sewa alat berat
Dari kondisi yang ada saat ini pihaknya mengusulkan alat berat tidak lagi dijadikan salah satu sumber PAD.
"Saya punya usul di nol kan. Jangan jadikan PAD. PAD kita (dari alat berat) kalah bersaing dengan swasta. PU punya alat besar-besar. Sehingga saya usulkan nol kan,. Karena biayanya lebih besar (pemeliharaan) dari biaya penyewaan atau daripada hasil sewa. Makanya mulai 2025 kita dorong Pemda di nol-kan. Ndak usah ada biaya pemeliharaan alat," katanya.
Sebelumnya Dinas PUPR NTB mempersilahkan kepolisian mengusut dugaan korupsi sewa alat berat tersebut.
"Karena ini sudah di tangani polisi, ya silahkan," kata Sekretaris Dinas PUPR NTB, Hasim usai rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPRD NTB.
Ia mengakui sebelum kasus ini bergulir di aparat penegak hukum, persoalan sewa menyewa alat berat ini sudah ditengahi Inspektorat NTB saat kepemimpinan Ridwansyah sebagai Kepala Dinas PUPR NTB.
"Yang mengontrak alat berat ini sudah kita mediasi saat Pak Ridwansyah sebagai Kepala Dinas PUPR dibantu Inspektorat. Tapi kalau kejadiannya pada saat Pak Sahdan menjabat Kepala Dinas PUPR. Namun saat proses mediasi orang yang mengontrak hilang," ujarnya.
Hasim menyebutkan, sewa menyewa alat berat ini dilakukan oleh perseorangan bukan oleh perusahaan. Sedangkan alat berat yang disewa terdiri dari ekskavator satu unit, dua unit truk. Hanya saja, orang yang menyewa dan alat berat yang disewa hilang sampai saat ini.
"Jadi kita nggak tahu sampai sekarang keberadaan orang yang menyewa dan alat berat ini ada di mana. Belum ketemu sampai sekarang, meski kita sudah menghubungi," katanya.
Oleh karena itu, adanya penyelidikan kasus ini, pihaknya berharap alat berat yang telah di sewa sudah berumur tua bisa kembali ke Dinas PUPR NTB.
"Kita harapkan alat kembali ke PUPR sehingga alat itu bisa kita gunakan untuk pemeliharaan jalan," ujar Hasim.
Namun demikian, dirinya tidak mengetahui secara detail berapa nilai sewa dari alat-alat berat tersebut. Termasuk, berapa nilai yang bisa diperoleh dari sewa alat berat tersebut ke PAD.
"Memang dari sewa ini masuk ke PAD, cuman kami nggak tahu berapa nilainya. Karena urusan ini dengan kepala balai lama dan orangnya sudah pensiun," katanya.