Mataram (ANTARA) - Warga asing asal Spanyol berinisial IRC (41) membantah dirinya bersama MH (42) asal Gili Air melakukan penipuan investasi dalam pengelolaan hotel di Gili Air, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
"Kenyataannya tidak sesuai yang diberitakan. Saya ada banyak bukti kalau sebenarnya dia (pelapor) yang menipu kami," kata Abbas, Manager Invierte en Indonesia (berinvestasi di Indonesia), mewakili IRC di Mataram, Jumat.
Menurutnya, kasus dugaan penipuan yang dilaporkan Roberto Camilo ke Polda NTB melalui kuasa hukumnya, Fuad, sudah selesai di Polresta Mataram pada 11 Mei 2024. Dalam hal tersebut pemilik hotel dan MH resmi berdamai alias mencabut laporan polisi.
"Itu kasus sudah selesai antara MH dengan MK, pemilik hotel di Gili Air itu," ujarnya.
Baca juga: Warga Spanyol dilaporkan ke Polda NTB terkait penipuan investasi di Gili Air
Setelah kasus itu selesai di Polresta Mataram, Roberto melalui kuasa hukumnya melaporkan kembali kasus lain di Polda NTB.
"Dia mau minta ganti rugi renovasi hotel yang sudah dia lakukan tanpa izin pemilik. Padahal dalam kontrak tidak boleh ada renovasi," ucap dia.
Abbas membenarkan jika Roberto telah membayar investasi tahap pertama senilai Rp160 juta. Namun, sewa hotel tersebut sejak tanggal kontrak berakhir pada 3 Desember 2023 tidak pernah dibayar hingga Juli 2024.
"Jadi, yang harusnya nuntut itu kami karena sejak 3 Desember 2023 mereka (Roberto) tidak bayar sewa hotel. Kita kasih surat somasi biar bayar segera, kalau tidak, keluar dari hotel. Setelah kita somasi dan keluar dari hotel, baru mereka minta ganti rugi, sedangkan dia enggak bayar sewa hotel selama periode delapan bulan itu," kata Abbas.
Lebih lanjut, Abbas menyatakan siap menghadapi laporan Roberto di Polda NTB dengan memberikan bukti dan fakta yang sebenarnya terjadi antara Roberto dengan IRC dan MH.
Bukti yang diberikan ke kepolisian, antara lain adanya surat somasi, kontrak hotel yang tidak dibayar oleh Roberto dari pemilik hotel.
"Bukti-bukti ini sudah kita berikan ke Polda NTB," ujarnya.
Apabila Roberto tidak bisa membuktikan dari laporan di Polda NTB, Abbas memastikan pihaknya akan melapor balik.
Sebelumnya, Roberto melalui kuasa hukumnya, Fuad, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari kliennya yang merasa tertipu dengan terlapor dalam kesepakatan investasi melalui Invierte en Indonesia.
Pada September 2023, Roberto menandatangani kesepakatan sewa hotel di Gili Air dengan pihak terlapor. Saat itu, IRC dan MH menunjukkan surat persetujuan dari pemilik hotel berinisial MK, sehingga Roberto yakin dan sepakat untuk berinvestasi.
"Klien kami melakukan perjanjian sewa-menyewa pengelolaan hotel dan diperlihatkan klausul boleh dipindahtangankan hak sewanya kepada pihak lain," kata Fuad.
Roberto sepakat menyewa dan membayar untuk tahap pertama sejumlah Rp160 juta. Karena sudah merasa memiliki hak sewa, Roberto merenovasi bangunan properti dengan menghabiskan dana Rp1 miliar.
Pada medio November 2023, kliennya didatangi pemilik hotel dan mendapat penjelasan bahwa tidak pernah melakukan penandatanganan surat persetujuan oper sewa.
Roberto kemudian menghubungi IRC dan MH untuk meminta klarifikasi penjelasan pemilik hotel. Namun, hingga kini Roberto tidak mendapat jawaban dari terlapor.
"Bahkan, klien kami diklarifikasi Polresta Mataram atas dugaan pemalsuan dokumen surat persetujuan sewa itu," ujarnya.
Tak hanya itu, Roberto juga diusir oleh pemilik dari properti yang sudah disewanya dari IRC dan MH.
Fuad menduga para terlapor menyewakan kembali properti yang disewa mereka dengan membuat surat persetujuan oper sewa tanpa sepengetahuan pemilik.
"Atas perbuatan para terlapor, klien kami dirugikan Rp1,16 miliar," ucap dia.
Terkait penanganan kasus ini, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat mengatakan bahwa pihaknya telah menerima dan menindaklanjuti laporan Roberto dengan menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP.Lidik/232.a/VI/RES.1.1/2024/Ditreskrimum tertanggal 3 Juni 2024.
"Iya, penanganan laporannya sudah diterima dan masih lid (penyelidikan)," kata Syarif.
"Kenyataannya tidak sesuai yang diberitakan. Saya ada banyak bukti kalau sebenarnya dia (pelapor) yang menipu kami," kata Abbas, Manager Invierte en Indonesia (berinvestasi di Indonesia), mewakili IRC di Mataram, Jumat.
Menurutnya, kasus dugaan penipuan yang dilaporkan Roberto Camilo ke Polda NTB melalui kuasa hukumnya, Fuad, sudah selesai di Polresta Mataram pada 11 Mei 2024. Dalam hal tersebut pemilik hotel dan MH resmi berdamai alias mencabut laporan polisi.
"Itu kasus sudah selesai antara MH dengan MK, pemilik hotel di Gili Air itu," ujarnya.
Baca juga: Warga Spanyol dilaporkan ke Polda NTB terkait penipuan investasi di Gili Air
Setelah kasus itu selesai di Polresta Mataram, Roberto melalui kuasa hukumnya melaporkan kembali kasus lain di Polda NTB.
"Dia mau minta ganti rugi renovasi hotel yang sudah dia lakukan tanpa izin pemilik. Padahal dalam kontrak tidak boleh ada renovasi," ucap dia.
Abbas membenarkan jika Roberto telah membayar investasi tahap pertama senilai Rp160 juta. Namun, sewa hotel tersebut sejak tanggal kontrak berakhir pada 3 Desember 2023 tidak pernah dibayar hingga Juli 2024.
"Jadi, yang harusnya nuntut itu kami karena sejak 3 Desember 2023 mereka (Roberto) tidak bayar sewa hotel. Kita kasih surat somasi biar bayar segera, kalau tidak, keluar dari hotel. Setelah kita somasi dan keluar dari hotel, baru mereka minta ganti rugi, sedangkan dia enggak bayar sewa hotel selama periode delapan bulan itu," kata Abbas.
Lebih lanjut, Abbas menyatakan siap menghadapi laporan Roberto di Polda NTB dengan memberikan bukti dan fakta yang sebenarnya terjadi antara Roberto dengan IRC dan MH.
Bukti yang diberikan ke kepolisian, antara lain adanya surat somasi, kontrak hotel yang tidak dibayar oleh Roberto dari pemilik hotel.
"Bukti-bukti ini sudah kita berikan ke Polda NTB," ujarnya.
Apabila Roberto tidak bisa membuktikan dari laporan di Polda NTB, Abbas memastikan pihaknya akan melapor balik.
Sebelumnya, Roberto melalui kuasa hukumnya, Fuad, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari kliennya yang merasa tertipu dengan terlapor dalam kesepakatan investasi melalui Invierte en Indonesia.
Pada September 2023, Roberto menandatangani kesepakatan sewa hotel di Gili Air dengan pihak terlapor. Saat itu, IRC dan MH menunjukkan surat persetujuan dari pemilik hotel berinisial MK, sehingga Roberto yakin dan sepakat untuk berinvestasi.
"Klien kami melakukan perjanjian sewa-menyewa pengelolaan hotel dan diperlihatkan klausul boleh dipindahtangankan hak sewanya kepada pihak lain," kata Fuad.
Roberto sepakat menyewa dan membayar untuk tahap pertama sejumlah Rp160 juta. Karena sudah merasa memiliki hak sewa, Roberto merenovasi bangunan properti dengan menghabiskan dana Rp1 miliar.
Pada medio November 2023, kliennya didatangi pemilik hotel dan mendapat penjelasan bahwa tidak pernah melakukan penandatanganan surat persetujuan oper sewa.
Roberto kemudian menghubungi IRC dan MH untuk meminta klarifikasi penjelasan pemilik hotel. Namun, hingga kini Roberto tidak mendapat jawaban dari terlapor.
"Bahkan, klien kami diklarifikasi Polresta Mataram atas dugaan pemalsuan dokumen surat persetujuan sewa itu," ujarnya.
Tak hanya itu, Roberto juga diusir oleh pemilik dari properti yang sudah disewanya dari IRC dan MH.
Fuad menduga para terlapor menyewakan kembali properti yang disewa mereka dengan membuat surat persetujuan oper sewa tanpa sepengetahuan pemilik.
"Atas perbuatan para terlapor, klien kami dirugikan Rp1,16 miliar," ucap dia.
Terkait penanganan kasus ini, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat mengatakan bahwa pihaknya telah menerima dan menindaklanjuti laporan Roberto dengan menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP.Lidik/232.a/VI/RES.1.1/2024/Ditreskrimum tertanggal 3 Juni 2024.
"Iya, penanganan laporannya sudah diterima dan masih lid (penyelidikan)," kata Syarif.