Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat ada 305 kebijakan yang bernuansa diskriminatif terhadap perempuan di Indonesia.
"Dalam data kami dari tahun 2008 ada sekitar 521 kebijakan diskriminatif. Setelah kami melakukan advokasi kebijakan, sekarang berkurang menjadi 305 kebijakan diskriminatif dan itu juga menyasar pada perempuan," kata Anggota Komnas Perempuan Dewi Kanti, di Galeri Nasional, Jakarta, Selasa.
Menurut Dewi Kanti, sejumlah kebijakan tersebut meliputi pemaksaan busana, kontrol tubuh, dan pemaksaan pendidikan hingga agama.
"Kebijakan diskriminatif itu terkait dengan pemaksaan busana, kontrol tubuh, serta pemaksaan pendidikan dan agama," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, sangat penting untuk membangun kesadaran kolektif bangsa agar tidak terjerumus pada upaya-upaya politik penyeragaman.
"Tidak lelah kami memberikan kesadaran dan penyadaran kepada masyarakat bahwa bhinneka itu adalah Indonesia. Tidak boleh satupun kebijakan yang mendiskriminasi satu warga dengan warga lain," ujar Dewi Kanti.
Pada Selasa, Komnas Perempuan menggelar Festival Penutup Kepala Nusantara sebagai upaya mengkampanyekan keragaman budaya Indonesia. Festival ini bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif bangsa mengenai Indonesia yang memiliki keragaman budaya.
Baca juga: Penyediaan kontrasepsi bagi remaja sesuai amanat CEDAW
Baca juga: Penyediaan kontrasepsi bagi remaja cegah pemaksaan perkawinan
"Dengan gerakan-gerakan kebudayaan ini, kita bukan untuk memunculkan perlawanan-perlawanan fisik atau demonstrasi, tetapi kita justru membangun kesadaran pada sejarah bangsa ini kita berdiri dan kita hidup di negara yang sejak awal didirikan tujuannya untuk menghormati semua warga negara," kata Dewi Kanti.
"Dalam data kami dari tahun 2008 ada sekitar 521 kebijakan diskriminatif. Setelah kami melakukan advokasi kebijakan, sekarang berkurang menjadi 305 kebijakan diskriminatif dan itu juga menyasar pada perempuan," kata Anggota Komnas Perempuan Dewi Kanti, di Galeri Nasional, Jakarta, Selasa.
Menurut Dewi Kanti, sejumlah kebijakan tersebut meliputi pemaksaan busana, kontrol tubuh, dan pemaksaan pendidikan hingga agama.
"Kebijakan diskriminatif itu terkait dengan pemaksaan busana, kontrol tubuh, serta pemaksaan pendidikan dan agama," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, sangat penting untuk membangun kesadaran kolektif bangsa agar tidak terjerumus pada upaya-upaya politik penyeragaman.
"Tidak lelah kami memberikan kesadaran dan penyadaran kepada masyarakat bahwa bhinneka itu adalah Indonesia. Tidak boleh satupun kebijakan yang mendiskriminasi satu warga dengan warga lain," ujar Dewi Kanti.
Pada Selasa, Komnas Perempuan menggelar Festival Penutup Kepala Nusantara sebagai upaya mengkampanyekan keragaman budaya Indonesia. Festival ini bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif bangsa mengenai Indonesia yang memiliki keragaman budaya.
Baca juga: Penyediaan kontrasepsi bagi remaja sesuai amanat CEDAW
Baca juga: Penyediaan kontrasepsi bagi remaja cegah pemaksaan perkawinan
"Dengan gerakan-gerakan kebudayaan ini, kita bukan untuk memunculkan perlawanan-perlawanan fisik atau demonstrasi, tetapi kita justru membangun kesadaran pada sejarah bangsa ini kita berdiri dan kita hidup di negara yang sejak awal didirikan tujuannya untuk menghormati semua warga negara," kata Dewi Kanti.