Mataram (ANTARA) - Pakar ekonomi pembangunan Universitas Mataram (Unram) Muhammad Firmansyah mengatakan keberadaan tambang ilegal membuat daerah mengalami kerugian berlipat ganda.
"Ada opportunity loss (peluang yang hilang), tambang yang seharusnya bisa dikelola oleh daerah malah hilang akibat praktik tambang ilegal oleh tenaga kerja asing (TKA)," ujar Muhammad Firmansyah di Mataram, Rabu.
Firmansyah mencontohkan aktivitas tambang ilegal yang berada di Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, merupakan bentuk kerugian kasat mata yang dialami daerah.
Kondisi di lapangan sangat ironi karena dikelola oleh orang asing, ilegal dan berjalan lebih dari satu tahun dengan nilai mencapai lebih dari Rp1 triliun.
"Ini kita kecolongan yang kasat mata," ungkapnya.
Baca juga: KPK sebut tambang emas ilegal di Sekotong Lobar beromzet Rp1,08 triliun
Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa Nusa Tenggara Barat saat ini sedang memiliki persoalan ekonomi, pendapatan dan pengeluaran terbatas, sehingga pajak juga melemah.
Bahkan, situasi itu diperparah dengan adanya tambang ilegal yang juga ikut menyumbang kerugian bagi daerah dan negara.
Firmansyah berharap ada peningkatan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengawasi aktivitas tambang ilegal terutama di Nusa Tenggara Barat.
"Saya tidak tahu sejauh mana pola pengawasan itu dilakukan, kalau kita bilang sudah diawasi, buktinya ada tambang yang berjalan secara ilegal," ucapnya.
Baca juga: KPK tutup lokasi tambang emas ilegal di Sekotong Lombok Barat
Firmansyah menegaskan bahwa pemerintah harus secara linear memahami pola-pola perizinan dan praktik kongsi dengan pihak ketiga agar aspek-aspek negatif dapat segera terdeteksi.
Masyarakat menggantungkan harapan kepada pemerintah terpilih untuk dapat menaruh perhatian lebih dalam aspek pengawasan tambang dan dapat menjadikan kasus tambang ilegal di Sekotong sebagai pelajaran berharga yang tidak boleh terulang di masa mendatang.
"Ke depan pengawasan makin diperkuat, pengawasan dalam semua aspek, bukan hanya tambang saja, tapi investasi, pariwisata juga. Jadikan itu sebagai pembelajaran," pungkas Firmansyah.
Baca juga: KPK wanti-wanti pemda terkait TKA terlibat tambang ilegal
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut aktivitas tambang emas ilegal yang diduga dikelola tenaga kerja asing di wilayah Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat memiliki omzet Rp90 miliar setiap bulan atau setara dengan Rp1,08 triliun per tahun.
Tambang emas ilegal itu berjalan sejak tahun 2021 di atas lahan seluas 98,16 hektare yang berada di kawasan hutan produksi terbatas.
KPK telah memasang plang pelarangan kegiatan penambangan di lokasi tersebut untuk mendorong penegakan aturan dalam persoalan tambang terutama yang berada di kawasan hutan.
Baca juga: Tambang ilegal galian C di Lombok Timur bakal ditutup
"Ada opportunity loss (peluang yang hilang), tambang yang seharusnya bisa dikelola oleh daerah malah hilang akibat praktik tambang ilegal oleh tenaga kerja asing (TKA)," ujar Muhammad Firmansyah di Mataram, Rabu.
Firmansyah mencontohkan aktivitas tambang ilegal yang berada di Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, merupakan bentuk kerugian kasat mata yang dialami daerah.
Kondisi di lapangan sangat ironi karena dikelola oleh orang asing, ilegal dan berjalan lebih dari satu tahun dengan nilai mencapai lebih dari Rp1 triliun.
"Ini kita kecolongan yang kasat mata," ungkapnya.
Baca juga: KPK sebut tambang emas ilegal di Sekotong Lobar beromzet Rp1,08 triliun
Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa Nusa Tenggara Barat saat ini sedang memiliki persoalan ekonomi, pendapatan dan pengeluaran terbatas, sehingga pajak juga melemah.
Bahkan, situasi itu diperparah dengan adanya tambang ilegal yang juga ikut menyumbang kerugian bagi daerah dan negara.
Firmansyah berharap ada peningkatan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengawasi aktivitas tambang ilegal terutama di Nusa Tenggara Barat.
"Saya tidak tahu sejauh mana pola pengawasan itu dilakukan, kalau kita bilang sudah diawasi, buktinya ada tambang yang berjalan secara ilegal," ucapnya.
Baca juga: KPK tutup lokasi tambang emas ilegal di Sekotong Lombok Barat
Firmansyah menegaskan bahwa pemerintah harus secara linear memahami pola-pola perizinan dan praktik kongsi dengan pihak ketiga agar aspek-aspek negatif dapat segera terdeteksi.
Masyarakat menggantungkan harapan kepada pemerintah terpilih untuk dapat menaruh perhatian lebih dalam aspek pengawasan tambang dan dapat menjadikan kasus tambang ilegal di Sekotong sebagai pelajaran berharga yang tidak boleh terulang di masa mendatang.
"Ke depan pengawasan makin diperkuat, pengawasan dalam semua aspek, bukan hanya tambang saja, tapi investasi, pariwisata juga. Jadikan itu sebagai pembelajaran," pungkas Firmansyah.
Baca juga: KPK wanti-wanti pemda terkait TKA terlibat tambang ilegal
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut aktivitas tambang emas ilegal yang diduga dikelola tenaga kerja asing di wilayah Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat memiliki omzet Rp90 miliar setiap bulan atau setara dengan Rp1,08 triliun per tahun.
Tambang emas ilegal itu berjalan sejak tahun 2021 di atas lahan seluas 98,16 hektare yang berada di kawasan hutan produksi terbatas.
KPK telah memasang plang pelarangan kegiatan penambangan di lokasi tersebut untuk mendorong penegakan aturan dalam persoalan tambang terutama yang berada di kawasan hutan.
Baca juga: Tambang ilegal galian C di Lombok Timur bakal ditutup