Mataram (ANTARA) - Majelis hakim pada Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat kembali menunda sidang putusan perkara eksploitasi sumber daya air di Gili Trawangan untuk dua terdakwa bernama William John Matheson dan Samsul Hadi.
"Karena majelis hakim belum bermufakat dalam menentukan putusan, maka kami meminta agar sidang kembali ditunda," kata Lalu Moh. Sandi Iramaya sebagai ketua majelis hakim pada Pengadilan Negeri Mataram, Selasa petang.
Usai menyampaikan alasan penundaan, majelis hakim meminta tanggapan jaksa penuntut umum dan kedua terdakwa bersama tim penasihat hukum.
Jaksa penuntut umum maupun kedua terdakwa melalui tim penasihat hukum masing-masing menyetujui alasan penundaan sidang dengan agenda pembacaan putusan tersebut.
Baca juga: Industri pariwisata tiga gili Lombok terancam mati suri
Majelis hakim selanjutnya menawarkan untuk kembali mengagendakan pembacaan putusan pada Kamis, 31 Oktober 2024 dan para pihak sepakat dengan tawaran tersebut.
"Kami ikuti apa yang disepakati tadi dalam sidang, putusan diagendakan Kamis (31/10) mendatang," kata Budi Muklish mewakili tim jaksa penuntut umum usai sidang.
Dengan adanya penundaan ini, agenda pembacaan putusan perkara milik kedua terdakwa tercatat sudah tiga kali mengalami penundaan terhitung sejak Jumat (25/10).
Pada penundaan pertama, ketua majelis hakim Lalu Moh. Sandi Iramaya menunda sidang putusan dengan alasan dua anggota majelis berhalangan hadir karena ada dinas luar.
Dua anggota yang berhalangan hadir dalam penundaan pertama adalah Isrin Surya Kurniasih dan Ida Ayu Masyuni.
Baca juga: Kejati NTB periksa dokumen kontrak pengelolaan lahan eks GTI
Selanjutnya, pada Senin (28/10), sidang kembali ditunda dengan alasan adanya acara perpisahan Putu Gde Hariadi, Ketua Pengadilan Negeri Mataram yang mendapatkan amanah dalam jabatan baru sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surakarta.
Penundaan itu ditegaskan oleh Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo. Karena ada acara tersebut, seluruh persidangan pada Senin (28/10) ditunda.
Jaksa penuntut umum sebelumnya dalam tuntutan membebankan kedua terdakwa eksploitasi sumber daya air di Gili Trawangan membayar denda sebesar Rp5 miliar subsider 6 bulan kurungan pengganti.
Untuk pidana pokok, jaksa menuntut agar hakim menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara untuk terdakwa William John Matheson selaku Direktur PT Berkah Air Laut (BAL) dan 5 tahun kepada Samsul Hadi Direktur PT Gerbang NTB Emas (GNE).
Jaksa menyampaikan tuntutan demikian dengan menyatakan kedua terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam program konservasi alam di Gili Trawangan dan telah menikmati hasil dari kegiatan eksploitasi tanpa izin dari pemerintah.
Baca juga: Kejati NTB periksa Kepala UPTD Gili Tramena terkait pengelolaan lahan eks GTI
Untuk terdakwa John Matheson, jaksa menuntut agar hakim menghukum terdakwa melanggar Pasal 68 huruf A dan B Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
Jaksa melihat perbuatan John Matheson sebagai Direktur PT BAL telah terbukti melakukan tindak pidana eksploitasi sumber daya air yang mengakibatkan kerusakan sumber air atau menimbulkan pencemaran air atau daya rusak air di Gili Trawangan.
Untuk terdakwa Samsul Hadi, jaksa menuntut agar hakim menghukum terdakwa melanggar Pasal 68 huruf A dan B Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air juncto Pasal 56 ayat (2) KUHP.
Sesuai dengan Pasal 56 ayat (2) KUHP, jaksa menyatakan bahwa Samsul Hadi membantu John Matheson dalam perbuatan pidana tersebut.
Baca juga: BKKPN pastikan pencabutan izin TCN di Gili Trawangan sudah sesuai prosedur
Baca juga: UPTD minta air terus mengalir saat liburan akhir tahun di Gili Tramena Lombok
Selain itu, jaksa dalam tuntutan meminta hakim memutuskan agar kedua terdakwa menjalani hukuman penahanan rutan.
Seluruh sarana dan prasarana operasional kegiatan pengelolaan air tanah hasil kerja sama PT BAL dengan PT GNE diminta untuk dirampas oleh negara dan beberapa di antaranya seperti rumah daya dilelang untuk digunakan sebagai biaya rehabilitasi dan konservasi alam.
Jaksa turut meminta dua lokasi galian sumur bor milik PT BAL ditutup oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kedua terdakwa dalam kasus ini berstatus tahanan kota. Pengalihan status tahanan tersebut ditetapkan dalam persidangan berdasarkan keputusan ketua majelis hakim.
"Karena majelis hakim belum bermufakat dalam menentukan putusan, maka kami meminta agar sidang kembali ditunda," kata Lalu Moh. Sandi Iramaya sebagai ketua majelis hakim pada Pengadilan Negeri Mataram, Selasa petang.
Usai menyampaikan alasan penundaan, majelis hakim meminta tanggapan jaksa penuntut umum dan kedua terdakwa bersama tim penasihat hukum.
Jaksa penuntut umum maupun kedua terdakwa melalui tim penasihat hukum masing-masing menyetujui alasan penundaan sidang dengan agenda pembacaan putusan tersebut.
Baca juga: Industri pariwisata tiga gili Lombok terancam mati suri
Majelis hakim selanjutnya menawarkan untuk kembali mengagendakan pembacaan putusan pada Kamis, 31 Oktober 2024 dan para pihak sepakat dengan tawaran tersebut.
"Kami ikuti apa yang disepakati tadi dalam sidang, putusan diagendakan Kamis (31/10) mendatang," kata Budi Muklish mewakili tim jaksa penuntut umum usai sidang.
Dengan adanya penundaan ini, agenda pembacaan putusan perkara milik kedua terdakwa tercatat sudah tiga kali mengalami penundaan terhitung sejak Jumat (25/10).
Pada penundaan pertama, ketua majelis hakim Lalu Moh. Sandi Iramaya menunda sidang putusan dengan alasan dua anggota majelis berhalangan hadir karena ada dinas luar.
Dua anggota yang berhalangan hadir dalam penundaan pertama adalah Isrin Surya Kurniasih dan Ida Ayu Masyuni.
Baca juga: Kejati NTB periksa dokumen kontrak pengelolaan lahan eks GTI
Selanjutnya, pada Senin (28/10), sidang kembali ditunda dengan alasan adanya acara perpisahan Putu Gde Hariadi, Ketua Pengadilan Negeri Mataram yang mendapatkan amanah dalam jabatan baru sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surakarta.
Penundaan itu ditegaskan oleh Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo. Karena ada acara tersebut, seluruh persidangan pada Senin (28/10) ditunda.
Jaksa penuntut umum sebelumnya dalam tuntutan membebankan kedua terdakwa eksploitasi sumber daya air di Gili Trawangan membayar denda sebesar Rp5 miliar subsider 6 bulan kurungan pengganti.
Untuk pidana pokok, jaksa menuntut agar hakim menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara untuk terdakwa William John Matheson selaku Direktur PT Berkah Air Laut (BAL) dan 5 tahun kepada Samsul Hadi Direktur PT Gerbang NTB Emas (GNE).
Jaksa menyampaikan tuntutan demikian dengan menyatakan kedua terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam program konservasi alam di Gili Trawangan dan telah menikmati hasil dari kegiatan eksploitasi tanpa izin dari pemerintah.
Baca juga: Kejati NTB periksa Kepala UPTD Gili Tramena terkait pengelolaan lahan eks GTI
Untuk terdakwa John Matheson, jaksa menuntut agar hakim menghukum terdakwa melanggar Pasal 68 huruf A dan B Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
Jaksa melihat perbuatan John Matheson sebagai Direktur PT BAL telah terbukti melakukan tindak pidana eksploitasi sumber daya air yang mengakibatkan kerusakan sumber air atau menimbulkan pencemaran air atau daya rusak air di Gili Trawangan.
Untuk terdakwa Samsul Hadi, jaksa menuntut agar hakim menghukum terdakwa melanggar Pasal 68 huruf A dan B Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air juncto Pasal 56 ayat (2) KUHP.
Sesuai dengan Pasal 56 ayat (2) KUHP, jaksa menyatakan bahwa Samsul Hadi membantu John Matheson dalam perbuatan pidana tersebut.
Baca juga: BKKPN pastikan pencabutan izin TCN di Gili Trawangan sudah sesuai prosedur
Baca juga: UPTD minta air terus mengalir saat liburan akhir tahun di Gili Tramena Lombok
Selain itu, jaksa dalam tuntutan meminta hakim memutuskan agar kedua terdakwa menjalani hukuman penahanan rutan.
Seluruh sarana dan prasarana operasional kegiatan pengelolaan air tanah hasil kerja sama PT BAL dengan PT GNE diminta untuk dirampas oleh negara dan beberapa di antaranya seperti rumah daya dilelang untuk digunakan sebagai biaya rehabilitasi dan konservasi alam.
Jaksa turut meminta dua lokasi galian sumur bor milik PT BAL ditutup oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kedua terdakwa dalam kasus ini berstatus tahanan kota. Pengalihan status tahanan tersebut ditetapkan dalam persidangan berdasarkan keputusan ketua majelis hakim.