Mataram (ANTARA) - Perkumpulan Fitra Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta para kandidat pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang bertarung di pilkada 2024 fokus pada lima isu penting masyarakat.
Direktur Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB, Ramli Ernanda dalam keterangannya di Mataram, Senin, mengatakan bahwa Fitra NTB telah merampungkan survei kepemimpinan daerah (Supimda) 2024 dengan mengambil lokasi survei di Kabupaten Lombok Tengah.
"Survei yang berlangsung dari 9-12 November tersebut bertujuan untuk memetakan isu-isu prioritas warga, potensi kerawanan politik uang, dan preferensi pemilih pada pilkada serentak 2024," ujarnya.
Survei ini berhasil memetakan temuan-temuan kunci sebagai referensi para kandidat jika terpilih untuk merumuskan kebijakan strategis daerah lima tahun mendatang. Di sisi lain, temuan tingkat kerawanan politik uang juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi lembaga pengawas pemilu dalam meningkatkan kerja pengawasan untuk mewujudkan pilkada bersih dan berintegritas.
"Para kandidat dan tim sukses sebaiknya tidak berfokus pada polemik tingkat elektabilitas kandidat masing-masing dari hasil survei kami. Justru isu kunci dari hasil survei kami yang jauh lebih penting untuk diatensi, mencakup isu prioritas masyarakat dan potensi kerawanan politik uang pada pilkada serentak 2024 ini," terangnya.
Baca juga: Berikut tiga lembaga survei terdaftar hitung cepat Pilgub NTB
Menurutnya berdasarkan hasil survei Fitra NTB, terdapat lima isu paling prioritas menurut masyarakat yang harus diprioritaskan para kandidat jika terpilih dalam kebijakan strategis pembangunan daerah lima tahun ke depan, yang mencakup pemenuhan akses dan kualitas layanan sosial dasar dan penyediaan lapangan kerja.
"Lima isu paling prioritas masyarakat yang harus ditangani oleh pasangan kepala daerah ke depan itu antara lain penyediaan lapangan kerja 64,3 persen, peningkatan layanan pendidikan 64 persen, peningkatan layanan kesehatan 63,8 persen, peningkatan infrastruktur jalan 60 persen dan penyediaan akses air bersih 59,5 persen," ucap Ramli.
Selain lima isu tersebut, menurut Ramli, kelompok pemilih perempuan juga sangat memprioritaskan pembinaan UMKM 55,4 persen. Karena berdasarkan data Kemenkop UKM, jumlah pelaku UMKM perempuan sekitar 60 persen dari total UMKM.
"Sehingga, sebaiknya para kandidat dan tim sukses berfokus mengampanyekan program unggulan masing-masing secara jelas dan konkret kepada masyarakat untuk lima isu strategis tersebut," ujarnya.
Ramli menyatakan pendekatan ini akan sangat baik bagi para kandidat dan tim pemenangan untuk beradu ide dan gagasan yang konkret dalam memenangkan suara pemilih. Hal ini sangat diuntungkan dengan temuan bahwa tipologi pemilih separuhnya tergolong rasional.
Baca juga: Rohmi-Firin perjuangkan penghapusan utang petani di NTB
Misalnya, bagaimana para kandidat akan menciptakan lapangan kerja, atau menyelesaikan persoalan akses air bersih yang masih rendah. Akses air bersih yang rendah berdampak pada buruknya kualitas kesehatan masyarakat, serta terkuras-nya keuangan rumah tangga miskin karena membeli air dengan harga yang tinggi, khususnya di kawasan pesisir.
Sementara itu berdasarkan hasil kajian anggaran sektor air bersih dan sanitasi yang dilaksanakan Fitra NTB bulan lalu, alokasi anggaran penyediaan air bersih masih sangat kecil. Di Provinsi NTB hanya sekitar 0,6 persen dari APBD NTB, dan di Kabupaten Lombok Timur sekitar 1,4 persen dari APBD.
"Dengan alokasi yang terbatas, INPRES 1/2024 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Layanan Pengelolaan Air Limbah Domestik akan sulit terealisasi," katanya.
Baca juga: Zul-Uhel sebut kampus dengan tambang rakyat harus bersinergi
Ia menambahkan selain pada isu tersebut, pihaknya juga meminta Bawaslu agar perkuat monitoring praktik politik uang di sisa waktu pelaksanaan kampanye kandidat yang makin mendekati hari pemungutan suara. Termasuk meningkatkan upaya pengawasan pelanggaran tindak pidana pemilu, khususnya praktik politik uang atau membeli suara pemilih (vote buying), baik menggunakan barang maupun uang.
Selain itu,penggunaan fasilitas negara, APBD dan pengerahan ASN untuk kepentingan kandidat tertentu. Berdasarkan hasil Supimda 2024 ini, sekitar 10 persen responden menyatakan akan merubah keputusan politiknya jika diberikan barang atau uang oleh kandidat atau timses-nya. Meskipun angka permintaan politik uang oleh pemilih tercatat kecil, namun dengan ketatnya persaingan antar kandidat diprediksi sisi penawaran akan cukup tinggi.
Bentuk beli suara yang paling banyak diprediksi dalam bentuk uang, berikutnya sembako. Di sisi lain, angka pemilih yang menganggap politik uang atau membeli suara pemilih sebagai praktik wajar tergolong tinggi, yaitu sekitar 33,75 persen.
Baca juga: Cagub Iqbal: Kesejahteraan warga di lingkar tambang jadi prioritas di NTB
Sementara itu, tingkat kesadaran pemilih untuk melaporkan praktik politik uang atau beli suara oleh kandidat dan timsesnya di pilkada 2024 ini sangat rendah 6,25 persen. Pengawasan politik uang oleh Bawaslu agar difokuskan di wilayah-wilayah dengan profil pemilih paling berisiko.
Kelompok paling berisiko sebagai sasaran politik uang adalah pemilih dengan tingkat pendidikan SD 53,3 persen, kelompok pekerja informal 56,7 persen ibu rumah tangga 30 persen dan pemilih dengan tingkat pendapatan Rp1 juta 90 persen.
Sekilas Supimda 2024 dilaksanakan secara mandiri oleh Fitra NTB, yang secara umum bertujuan untuk memotret opini publik terkait kinerja pemerintahan, memetakan isu-isu warga, preferensi pemilih serta potensi kerawanan politik uang di pilkada 2024.
"Survei ini bukan survei politik yang dikhususkan untuk memetakan tingkat popularitas dan elektabilitas para kandidat. Pemetaan preferensi dan elektabilitas para kandidat dalam survei ini dimaksudkan untuk kepentingan pemetaan aktor kunci dalam advokasi isu-isu prioritas warga, dan pemetaan risiko kerawanan politik uang," katanya.
Baca juga: Mengenal tiga pasangan calon kepala daerah NTB
Direktur Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB, Ramli Ernanda dalam keterangannya di Mataram, Senin, mengatakan bahwa Fitra NTB telah merampungkan survei kepemimpinan daerah (Supimda) 2024 dengan mengambil lokasi survei di Kabupaten Lombok Tengah.
"Survei yang berlangsung dari 9-12 November tersebut bertujuan untuk memetakan isu-isu prioritas warga, potensi kerawanan politik uang, dan preferensi pemilih pada pilkada serentak 2024," ujarnya.
Survei ini berhasil memetakan temuan-temuan kunci sebagai referensi para kandidat jika terpilih untuk merumuskan kebijakan strategis daerah lima tahun mendatang. Di sisi lain, temuan tingkat kerawanan politik uang juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi lembaga pengawas pemilu dalam meningkatkan kerja pengawasan untuk mewujudkan pilkada bersih dan berintegritas.
"Para kandidat dan tim sukses sebaiknya tidak berfokus pada polemik tingkat elektabilitas kandidat masing-masing dari hasil survei kami. Justru isu kunci dari hasil survei kami yang jauh lebih penting untuk diatensi, mencakup isu prioritas masyarakat dan potensi kerawanan politik uang pada pilkada serentak 2024 ini," terangnya.
Baca juga: Berikut tiga lembaga survei terdaftar hitung cepat Pilgub NTB
Menurutnya berdasarkan hasil survei Fitra NTB, terdapat lima isu paling prioritas menurut masyarakat yang harus diprioritaskan para kandidat jika terpilih dalam kebijakan strategis pembangunan daerah lima tahun ke depan, yang mencakup pemenuhan akses dan kualitas layanan sosial dasar dan penyediaan lapangan kerja.
"Lima isu paling prioritas masyarakat yang harus ditangani oleh pasangan kepala daerah ke depan itu antara lain penyediaan lapangan kerja 64,3 persen, peningkatan layanan pendidikan 64 persen, peningkatan layanan kesehatan 63,8 persen, peningkatan infrastruktur jalan 60 persen dan penyediaan akses air bersih 59,5 persen," ucap Ramli.
Selain lima isu tersebut, menurut Ramli, kelompok pemilih perempuan juga sangat memprioritaskan pembinaan UMKM 55,4 persen. Karena berdasarkan data Kemenkop UKM, jumlah pelaku UMKM perempuan sekitar 60 persen dari total UMKM.
"Sehingga, sebaiknya para kandidat dan tim sukses berfokus mengampanyekan program unggulan masing-masing secara jelas dan konkret kepada masyarakat untuk lima isu strategis tersebut," ujarnya.
Ramli menyatakan pendekatan ini akan sangat baik bagi para kandidat dan tim pemenangan untuk beradu ide dan gagasan yang konkret dalam memenangkan suara pemilih. Hal ini sangat diuntungkan dengan temuan bahwa tipologi pemilih separuhnya tergolong rasional.
Baca juga: Rohmi-Firin perjuangkan penghapusan utang petani di NTB
Misalnya, bagaimana para kandidat akan menciptakan lapangan kerja, atau menyelesaikan persoalan akses air bersih yang masih rendah. Akses air bersih yang rendah berdampak pada buruknya kualitas kesehatan masyarakat, serta terkuras-nya keuangan rumah tangga miskin karena membeli air dengan harga yang tinggi, khususnya di kawasan pesisir.
Sementara itu berdasarkan hasil kajian anggaran sektor air bersih dan sanitasi yang dilaksanakan Fitra NTB bulan lalu, alokasi anggaran penyediaan air bersih masih sangat kecil. Di Provinsi NTB hanya sekitar 0,6 persen dari APBD NTB, dan di Kabupaten Lombok Timur sekitar 1,4 persen dari APBD.
"Dengan alokasi yang terbatas, INPRES 1/2024 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Layanan Pengelolaan Air Limbah Domestik akan sulit terealisasi," katanya.
Baca juga: Zul-Uhel sebut kampus dengan tambang rakyat harus bersinergi
Ia menambahkan selain pada isu tersebut, pihaknya juga meminta Bawaslu agar perkuat monitoring praktik politik uang di sisa waktu pelaksanaan kampanye kandidat yang makin mendekati hari pemungutan suara. Termasuk meningkatkan upaya pengawasan pelanggaran tindak pidana pemilu, khususnya praktik politik uang atau membeli suara pemilih (vote buying), baik menggunakan barang maupun uang.
Selain itu,penggunaan fasilitas negara, APBD dan pengerahan ASN untuk kepentingan kandidat tertentu. Berdasarkan hasil Supimda 2024 ini, sekitar 10 persen responden menyatakan akan merubah keputusan politiknya jika diberikan barang atau uang oleh kandidat atau timses-nya. Meskipun angka permintaan politik uang oleh pemilih tercatat kecil, namun dengan ketatnya persaingan antar kandidat diprediksi sisi penawaran akan cukup tinggi.
Bentuk beli suara yang paling banyak diprediksi dalam bentuk uang, berikutnya sembako. Di sisi lain, angka pemilih yang menganggap politik uang atau membeli suara pemilih sebagai praktik wajar tergolong tinggi, yaitu sekitar 33,75 persen.
Baca juga: Cagub Iqbal: Kesejahteraan warga di lingkar tambang jadi prioritas di NTB
Sementara itu, tingkat kesadaran pemilih untuk melaporkan praktik politik uang atau beli suara oleh kandidat dan timsesnya di pilkada 2024 ini sangat rendah 6,25 persen. Pengawasan politik uang oleh Bawaslu agar difokuskan di wilayah-wilayah dengan profil pemilih paling berisiko.
Kelompok paling berisiko sebagai sasaran politik uang adalah pemilih dengan tingkat pendidikan SD 53,3 persen, kelompok pekerja informal 56,7 persen ibu rumah tangga 30 persen dan pemilih dengan tingkat pendapatan Rp1 juta 90 persen.
Sekilas Supimda 2024 dilaksanakan secara mandiri oleh Fitra NTB, yang secara umum bertujuan untuk memotret opini publik terkait kinerja pemerintahan, memetakan isu-isu warga, preferensi pemilih serta potensi kerawanan politik uang di pilkada 2024.
"Survei ini bukan survei politik yang dikhususkan untuk memetakan tingkat popularitas dan elektabilitas para kandidat. Pemetaan preferensi dan elektabilitas para kandidat dalam survei ini dimaksudkan untuk kepentingan pemetaan aktor kunci dalam advokasi isu-isu prioritas warga, dan pemetaan risiko kerawanan politik uang," katanya.
Baca juga: Mengenal tiga pasangan calon kepala daerah NTB