Mataram (Antara Mataram) - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran menyoroti akuntabilitas pelaporan dana kampanye parpol yang dipublikasikan Komisi Pemillihan Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat yang dinilai tidak sesuai ketentuan.
"Kami mengapresiasi 12 parpol yang melaporkan dana kampanyenya kepada KPU NTB. Ini awal yang baik untuk transparansi pendanaan kampanye Pmilu, sayangnya laporan yang disajikan KPU NTB untuk publik hanya laporan rekapitulasinya seharusnya yang disajikan adalah laporan dana kampanye asli masing-masing parpol," kata Ketua Pokja Pemantauan Dana Kampanye Fitra NTB Syaifuddin Maliagung, di Mataram, Selasa.
Ia mengatakan, Fitra sebagai mitra lokal dari Indonesian Corruption Watch (ICW) telah melakukan analisis atas Laporan Awal Dana Kampanye Pemilu Periode I (tiga bulan pertama) yang telah dilaporkan 12 parpol Peserta Pemilu 2014 kepada KPU Provinsi NTB.
Merujuk jadwal yang ditetapkan KPU, Parpol diwajibkan melaporkannya paling lambat pada 27 Desember 2013.
Setelah parpol melaporkannya, ada kewajiban KPU NTB untuk mengumumkan laporan dana kampanye tersebut kepada publik, baik di website KPU maupun papan pengumuman lembaga penyelenggara Pemilu tersebut.
Namun, Fitra menemukan laporan dana kampanye parpol yang diumumkan KPU NTB di website-nya, malah menyulitkan publik untuk melakukan pemantauan sekaligus penilaian.
"Sejauh mana laporan parpol-parpol tersebut sudah mematuhi ketentuan, dan lebih substantif lagi dapat menjamin transparansi dan akuntabilitas pelaporan dana kampanye Pemilu kepada publik," ujarnya.
Menurut Syaifuddin, dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 17 Tahun 2013, format pelaporan dana kampanye telah diatur rigid, dan bercermin dari apa yang telah dilakukan oleh KPU Pusat, sebaiknya KPU NTB mengumumkan laporan asli dari parpol.
"Intinya adalah, KPU NTB perlu memperbaiki pola akuntabilitasnya kepada publik terkait pelaporan dana kampanye pemilu itu," ujarnya.
Alasannya, kata Syaifuddin, dalam laporan rekap yang disajikan KPU NTB, Pokja Fitra NTB menemukan masih banyaknya informasi yang tidak jelas, sebagaimana pengaturan dana kampanye pemilu yang diatur KPU.
Misalnya, tidak adanya informasi mengenai identitas penyumbang parpol dari pihak lain di luar parpol dan caleg. Menurut aturan, penyumbang juga bisa berasal dari perseorangan, kelompok maupun badan usaha.
Dari hasil analisis Pokja Fitra NTB, dari 12 Parpol peserta pemilu, ada tiga parpol yang melaporkan adanya sumbangan dari pihak lain, yaitu Partai Golkar yang mencatat adanya sumbangan dari perseorangan sebesar Rp2 juta, serta PKS dan PPP yang mencatat sumbangan dari kelompok masing-masing sebesar Rp31,5 juta.
"Meski mencatat adanya sumbangan dana kampanye dari pihak lain, data yang diumumkan KPUD NTB tidak mencantumkan identitas penyumbang yang jelas," ujar Syaifuddin, sembari menjelaskan bahwa pihaknya mengasumsikan laporan yang disajikan KPU NTB tersebut, memang laporan parpolnya tidak rinci.
Selain itu, Pokja Fitra NTB juga menemukan bahwa tidak ada informasi yang lengkap mengenai bentuk barang dan jasa yang diterima dalam laporan dana kampanye parpol tersebut, termasuk berapa unit jumlah sumbangan barang yang diberikan.
Partai Hanura misalnya, melaporkan menerima sumbangan berupa barang dari Caleg sebesar Rp1,025 miliar, namun tidak jelas barang yang dicatat sebanyak 512.265 unit tersebut berupa apa saja.
Contoh lainnya, di PBB sebesar Rp1,261 miliar dan di PKPI sebesar Rp858 juta lebih berupa penerimaan yang bersumber dari caleg dalam bentuk barang, tidak jelas barangnya apa.
Demikian pula, tidak adanya informasi yang jelas, apakah 12 parpol peserta pemilu tersebut telah membuka rekening khusus dana kampanye untuk menyimpan sumbangan berbentuk uang yang diterima dari berbagai sumber yang diatur tersebut.
"Rekening khusus dana kampanye mesti terpisah dari rekening keuangan parpol lainnya. Itu diperlukan untuk akuntabilitas pendanaan kampanye Pemilu," ujar Syaifuddin, yang juga mantan Ketua GMNI Mataram itu.
Ia menambahkan, merujuk pada PKPU 17/2013, ada beberapa ketentuan yang harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh parpol dalam pelaporan dana kampanye pemilu.
Ketentuan dimaksud yakni parpol harus membuka rekening khusus dana kampanye pemilu, laporan harus sesuai format yang telah diatur KPU, adanya kejelasan mengenai identitas penyumbang dan dokumen-dokumen yang harus diserahkan penyumbang seperti NPWP dan pernyataan tidak menunggak pajak atau pun tidak pailit.
Selain itu, adanya pencatatan penerimaan dan pengeluaran kas dana kampanye, dan ketepatan penyerahan laporan kepada KPU NTB.
"Sejumlah ketentuan inilah yang dijadikan dasar bagi Pokja Fitra NTB untuk melakukan analisis," ujar Syaifuddin. (*)
Fitra soroti akuntabilitas pelaporan dana kampanye parpol di NTB
"Kami mengapresiasi 12 parpol yang melaporkan dana kampanyenya kepada KPU NTB. Sayangnya laporan yang disajikan KPU NTB untuk publik hanya laporan rekapitulasinya seharusnya yang disajikan adalah laporan dana kampanye asli masing-masing parpol," kata