Fitra: Parpol di NTB enggan sampaikan laporan keuangan

id Fitra: Parpol di NTB enggan sampaikan laporan keuangan

Fitra: Parpol di NTB enggan sampaikan laporan keuangan

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyatakan, seluruh partai politik (parpol) peserta Pemilu 2014 yang kini memiliki wakil di DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) enggan menyampaikan laporan keuangan yang diminta publik. (Fitra u

"Dari sembilan parpol yang diuji akses informasi keuangan, semuanya enggan memberi laporan keuangan yang diminta publik," kata Sekjen Fitra Ervin Kaffah.
Mataram (Antara Mataram) - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyatakan, seluruh partai politik (parpol) peserta Pemilu 2014 yang kini memiliki wakil di DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) enggan menyampaikan laporan keuangan yang diminta publik.

"Dari sembilan parpol yang diuji akses informasi keuangan, semuanya enggan memberi laporan keuangan yang diminta publik," kata Sekjen Fitra Ervin Kaffah, ketika mempublikasikan hasil uji akses informasi publik terkait laporan keuangan parpol di NTB, di Mataram, Kamis.

Ia mengatakan, parpol di NTB tidak menunjukkan sikap demokrasi karena tidak mau memberikan laporan keuangan untuk diketahui publik.

Malah menimbulkan dugaan pengelolaan keuangan parpol yang tidak jelas, sehingga mudah diintervensi pihak tertentu.

"Ini publik perlu tahu akan dapat menentukan pilihan pada Pemilu 2014, kalau boleh kami katakan, jangan pilih parpol yang tidak demokrasi atau enggan memberi laporan keuangan untuk diketahui publik," ujarnya.

Ervin mengungkapkan bahwa pihaknya melakukan uji akses informasi terhadap laporan keuangan parpol di NTB, sesuai Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Uji akses itu dilakukan terhadap sembilan parpol yang memiliki kursi di DPRD NTB, yakni Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Hanura, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), PDI Perjuangan, dan Partai Gerindra.

Laporan keuangan yang diminta yakni rincian laporan realisasi anggaran, rincian neraca, dan rincian laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan, serta rincian program dan kegiatan parpol tahun 2011 dan 2012, serta struktur kepengurusan parpol.

Tahapan uji informasi laporan keuangan parpol itu diawali dengan permintaan informasi sejak 10-28 Agustus 2013, kemudian tahapan keberatan informasi 3-12 September 2013, dan tahapan sengketa informasi 16 September 20 Oktober 2013, serta tahapan mediasi dan ajudikasi pada September hingga Desember 2013.    

Mediasi merupakan penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui bantuan mediator (komisi informasi), namun hanya untuk informasi yang tidak dikecualikan.

Sedangkan ajudikasi merupakan proses penyelesaian sengketa publik antara para pihak yang diputus oleh Komisi Informasi.

"Selama empat bulan lebih waktu yang kami tempuh dalam uji informasi laporan keuangan parpol itu, namun seluruh parpol (sembilan parpol) tidak memberi laporan keuangan yang diminta," ujarnya.

Menurut Ervin, pada tahapan permintaan laporan (10 hari kerja), tidak ada respon dari parpol mana pun, dan pada tahapan keberatan (30 hari kerja) hanya tiga dari sembilan parpol yang merespon namun tidak sesuai permintaan, yakni PBB, Partai Hanura dan Partai Demokrat.

Pada tahapan sengketa, sampai 23 Desember 2013, tiga parpol yakni PBB, PDI Perjuangan dan Partai Gerindra tidak merespons atau tidak memenuhi putusan ajudikasi oleh Komisi Informasi. Demikian pula PAN yang tidak memenuhi putusan ajudikasi.

Sedangkan Partai Hanura mengikuti ajudikasi namun tidak memenuhi putusannya, dan Partai Golkar mengikuti mediasi dan ajudikasi namun belum menjalankan putusan tersebut, namun Fitra dapat menunggunya sampai pertengahan Januari 2014.

Partai lainnya, yakni PPP mengikuti mediasi namun tidak mematuhi kesepakatan, PKS mengikuti mediasi namun juga belum menjalankan kesepakatan, dan Fitra menunggu sampai 3 Januari 2013 sesuai tenggat waktu yang dijanjikan parpol itu.

"Partai Demokrat memberikan informasi yang diminta namun tidak sesuai permintaan, dan itu juga mengundang pertanyaan publik," ujar Ervin.

Ia menambahkan, sangat disayangkan komitmen transparansi partai politik di NTB masih lemah, padahal di tengah buruknya persepsi publik terhadap partai politik, komitmen untuk menjadi parpol terbuka semestinya bisa menjadi solusi memulihkan kepercayaan publik.

"Kita berharap sikap tertutup parpol itu tidak terlalu menguatkan dugaan publik bahwa sumber pendanaan parpol berasal dari sumber yang illegal, termasuk dari hasil korupsi," ujarnya.

Semestinya, putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi harus dijalankan mengingat laporan keuangan partai politik bersumber dari APBN/APBD, iuran anggota, dan sumbangan yang sah menurut hukum, merupakan informasi yang dikategorikan sebagai informasi publik, dan wajib dibuka kepada masyarakat luas. (*)