Jakarta (ANTARA) - Baru-baru ini, segelintir negara Barat bersama dengan kelompok politik tertentu di Pulau Taiwan berusaha menantang fakta-fakta dasar mengenai masalah Taiwan. Mereka dengan sengaja menafsirkan secara keliru Resolusi 2758 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam upaya memutarbalikkan dan mengosongkan makna Prinsip Satu Tiongkok, sambil secara terbuka meneriakkan "kemerdekaan Taiwan".
Tindakan dan pernyataan ini bertentangan dengan fakta dan hukum internasional, merusak kewenangan PBB, serta membahayakan perdamaian dan stabilitas kawasan. Banyak teman di Indonesia menyatakan keprihatinan serius atas masalah ini.
Sebagai Duta Besar Republik Rakyat Tiongkok untuk Indonesia, saya berkewajiban untuk menerangkan hakikat dan fakta masalah Taiwan dan meluruskan berbagai pemahaman yang keliru.
Taiwan adalah bagian yang tak terpisahkan dari wilayah Tiongkok, menjadi bagian dari wilayah ini sejak zaman kuno. Ini merupakan fakta historis dan hukum yang tidak boleh didistorsi. Sejumlah besar catatan sejarah dan literatur mendokumentasikan perkembangan Taiwan oleh rakyat Tiongkok pada periode awal. Sejak abad ke-12, Pemerintah Tiongkok telah mendirikan lembaga-lembaga administratif di pulau tersebut dan menjalankan yurisdiksi atasnya.
Pada tahun 1895, Jepang merebut Taiwan melalui perang. Pasca-kemenangan dalam Perang Dunia II, serangkaian instrumen dengan kekuatan hukum di bawah hukum internasional, termasuk Deklarasi Kairo, Proklamasi Potsdam, dan Instrumen Penyerahan Diri Jepang, secara tegas menyatakan bahwa Jepang harus mengembalikan wilayah-wilayah Tiongkok, termasuk Taiwan.
Pada tanggal 25 Oktober 1945, upacara penerimaan penyerahan diri Jepang di Provinsi Taiwan dari teater perang Tiongkok diselenggarakan di Taipei, di mana pemerintah Tiongkok mengumumkan melanjutkan pelaksanaan kedaulatan atas Taiwan. Baik sejarah maupun hukum internasional membuktikan bahwa Taiwan senantiasa merupakan bagian dari Tiongkok dan tidak pernah menjadi negara yang merdeka.
Kedaulatan merupakan milik negara dan tidak berubah oleh pergantian pemerintah. Meskipun pemerintah yang melaksanakan kedaulatan pada tahun 1945 adalah Republik Tiongkok, berdirinya Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 1949 menandai berdirinya satu-satunya pemerintah sah yang mewakili seluruh Tiongkok.
Pemerintah ini mewarisi kedaulatan penuh atas Tiongkok, termasuk Taiwan. Situasi saat ini, dimana kedua sisi Selat Taiwan belum bersatu kembali, hanyalah sebuah tahapan dalam proses reunifikasi nasional dan tidak mengindikasikan bahwa kedaulatan Tiongkok atas Taiwan belum ditentukan.
Masalah Taiwan murni merupakan urusan dalam negeri Tiongkok. Setiap upaya untuk mengadvokasi "kemerdekaan Taiwan" dengan dalih apapun merupakan tantangan terhadap kedaulatan nasional Tiongkok.
Hingga saat ini, 183 negara, termasuk Indonesia, telah menjalin hubungan diplomatik dengan Tiongkok berdasarkan Prinsip Satu Tiongkok. Prinsip ini secara luas tercantum dalam dokumen-dokumen bilateral dan berfungsi sebagai norma fundamental bagi komunitas internasional dalam menangani masalah Taiwan.
Pada tahun 1971, Sidang Majelis Umum PBB ke-26 mengadopsi Resolusi 2758 dengan suara mayoritas yang besar, mengembalikan semua hak sah Republik Rakyat Tiongkok di PBB. Resolusi tersebut dengan jelas mengakui perwakilan Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok sebagai satu-satunya perwakilan sah Tiongkok untuk PBB, serta mengusir perwakilan wilayah Taiwan dari PBB dan semua organisasi yang terkait.
Resolusi ini memperjelas bahwa keterwakilan Tiongkok di PBB adalah milik Republik Rakyat Tiongkok, dan keterwakilan ini mencakup wilayah Taiwan. Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok adalah satu-satunya perwakilan sah Tiongkok dan menjalankan kedaulatan atas seluruh wilayah Tiongkok, termasuk Taiwan.
Resolusi ini menetapkan Prinsip Satu Tiongkok, baik secara politik maupun hukum, secara tegas menolak segala kemungkinan "dua Tiongkok" atau "satu Tiongkok, satu Taiwan." Sistem PBB secara konsisten mematuhi prinsip ini dan tidak mengizinkan Taiwan untuk berpartisipasi dalam PBB atau badan-badan, khususnya dengan nama apapun atau dalam kapasitas apapun. Taiwan disebut sebagai "Taiwan, Provinsi Tiongkok" dalam semua dokumen resmi PBB.
Segelintir negara Barat dan otoritas Taiwan telah membesar-besarkan "partisipasi bermakna" Taiwan atau "kembalinya" Taiwan ke sistem PBB, serta menyusun argumen-argumen yang diputarbalikkan sebagai tantangan terang-terangan terhadap Resolusi 2758 Majelis Umum PBB. Perbuatan semacam ini tidak masuk akal dan berbahaya, dan selalu berakhir dengan kegagalan total.
Hal ini dengan jelas mencerminkan realitas hukum internasional dan konsensus luas komunitas internasional. Entitas yang disebut "Republik Tiongkok" yang dihebohkan oleh otoritas Taiwan adalah ilegal dan tidak sah, serta tidak diakui oleh PBB maupun komunitas internasional, termasuk Indonesia.
Urusan dalam negeri
Masalah Taiwan murni merupakan urusan dalam negeri Tiongkok. Masalah ini menyangkut kedaulatan dan integritas teritorial Tiongkok, yang tidak boleh dicampuri oleh pihak eksternal.
Menjunjung tinggi Prinsip Satu Tiongkok adalah landasan politik bagi hubungan diplomatik Tiongkok dengan negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Setiap niat untuk "menginternasionalisasi" masalah Taiwan itu melanggar Piagam PBB dan bertentangan dengan prinsip dasar hubungan internasional untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri.
Menyelesaikan masalah Taiwan dan mencapai reunifikasi nasional yang lengkap adalah aspirasi bersama seluruh rakyat Tiongkok dan keharusan bagi Kebangkitan Besar Bangsa Tionghoa.
Baca juga: TETO menegaskan perkuat kemitraan ekonomi dan teknologi dengan Indonesia
Posisi Pemerintah Tiongkok sangat jelas: kami memiliki kesabaran dan siap mengejar prospek reunifikasi damai dengan ketulusan terdalam dan upaya maksimal. Kami berkomitmen pada Prinsip Satu Tiongkok dan Konsensus 1992, serta menempatkan kesejahteraan rakyat Tiongkok di kedua sisi Selat Taiwan pada inti dari upaya kami. Kami berkomitmen untuk mempromosikan pengembangan hubungan lintas Selat yang damai dan terintegrasi, serta mengupayakan perdamaian di Selat Taiwan, kesejahteraan bagi seluruh rakyat Tiongkok, dan kebangkitan bangsa Tionghoa.
Tiongkok berkomitmen pada reunifikasi damai, namun sama sekali tidak akan menerima tindakan oleh kelompok "kemerdekaan Taiwan" untuk memecah belah negara. Tidak ada intervensi eksternal yang dapat mengubah fakta bahwa Taiwan adalah bagian dari Tiongkok.
Upaya otoritas Taiwan untuk mencari "kemerdekaan Taiwan" melalui mencari dukungan asing dan pembangunan militer, serta pembiaran dan dukungan dari negara besar tertentu, adalah akar penyebab ketegangan di Selat. Negara-negara di kawasan harus tetap waspada tinggi dan menentang tegas tindakan-tindakan tersebut.
Baca juga: Pemimpin baru LDP Jepang picu kekhawatiran Pemerintah China
Tiongkok dan Indonesia adalah mitra strategis komprehensif. Kedua negara bergandengan tangan untuk membangun komunitas senasib sepenanggungan yang memiliki pengaruh regional dan global.
Tiongkok sangat menghargai komitmen dan konsistensi jangka panjang Indonesia dalam mematuhi Prinsip Satu Tiongkok. Saya sungguh-sungguh berharap bahwa teman-teman dari semua lapisan masyarakat di Indonesia akan mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang esensi masalah Taiwan, serta memberikan dukungan yang lebih luas dan kuat bagi perjuangan reunifikasi damai Tiongkok.
Bersama-sama, kita akan berkontribusi lebih besar bagi perdamaian dan stabilitas kawasan, serta keadilan internasional.
*) Wang Lutong adalah Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia