Mengenang sejarah, menghargai perdamaian, membangun bersama masa depan indah bagi Tiongkok dan Indonesia

id Mengenang sejarah,menghargai perdamaian,membangun bersama ,masa depan indah ,Tiongkok ,Indonesia Oleh Zhang Zhisheng *)

Mengenang sejarah, menghargai perdamaian, membangun bersama masa depan indah bagi Tiongkok dan Indonesia

Konsul Jenderal Republik Rakyat Tiongkok di Denpasar Zhang Zhisheng (ANTARA/HO-Konsul Jenderal Republik Rakyat Tiongkok di Denpasar)

Denpasar (ANTARA) - Tahun ini menandai peringatan 80 tahun kemenangan rakyat Tiongkok dalam Perang Melawan Agresi Jepang dan Perang Dunia Melawan Fasisme, sekaligus peringatan 80 tahun kembalinya Taiwan ke pangkuan Tiongkok serta 80 tahun berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Delapan puluh tahun lalu, perang ini merupakan bencana terbesar dalam sejarah umat manusia. Api peperangan menyebar ke Asia, Eropa, Afrika, dan Oseania, melibatkan sekitar dua miliar orang di seluruh dunia, termasuk rakyat Tiongkok dan Indonesia, dengan korban jiwa dan luka melebihi seratus juta orang. Seluruh rakyat dunia yang mencintai perdamaian bersatu melawan musuh bersama, berjuang dengan penuh pengorbanan, dan melalui pengorbanan besar meraih kemenangan atas keadilan dan perdamaian yang pada akhirnya berhasil meraih kemenangan gemilang dalam Perang Melawan Fasisme. Bangsa-bangsa yang sebelumnya dijajah dan diperbudak pun memperoleh kemerdekaan dan pembebasan. Membuka babak baru dalam upaya membangun kembali tatanan dunia pascaperang, serta perjuangan untuk keadilan, kesetaraan, dan perdamaian yang berkelanjutan bagi umat manusia. Sejarah sekali lagi membuktikan bahwa keadilan pasti akan mengalahkan kejahatan, terang pasti akan mengalahkan kegelapan, dan kemajuan pasti akan mengalahkan kekuatan reaksioner.

Pada tanggal 18 September 1931, sepuluh tahun sebelum pecahnya Perang Pasifik, kekuatan militerisme Jepang dengan brutal melancarkan perang dan menduduki wilayah timur laut Tiongkok. Rakyat Tiongkok dengan gagah berani melakukan perlawanan dan memulai Perang Dunia melawan Fasisme.

Pada tanggal 7 Juli 1937, fasis Jepang melancarkan perang agresi secara besar-besaran dengan tujuan memusnahkan bangsa Tionghoa dan menguasai seluruh wilayah Tiongkok. Perlawanan terhadap agresi dan upaya menyelamatkan negara menjadi tekad dan tindakan bersama semua partai politik, etnis, kelas sosial, golongan, organisasi, serta diaspora Tionghoa di luar negeri. Sejak saat itu, Tiongkok memasuki tahap perlawanan nasional secara menyeluruh, dan membuka medan utama pertempuran Timur dalam Perang Dunia melawan fasisme.

Dalam Perang Dunia melawan Fasisme, perjuangan rakyat Tiongkok melawan agresi Jepang merupakan perang yang dimulai paling awal dan berlangsung paling lama. Hingga Jepang menyerah pada bulan September 1945 dan kemenangan penuh dalam Perang Dunia melawan Fasisme, Perang Rakyat Tiongkok melawan Jepang telah berlangsung selama 14 tahun. Dalam perjuangan tersebut, rakyat dan militer Tiongkok menanggung pengorbanan besar, dengan lebih dari 35 juta korban luka dan jiwa. Mereka secara jangka panjang berhasil menahan dan melawan kekuatan utama militerisme Jepang, menewaskan lebih dari 1,5 juta tentara Jepang. Perlawanan ini memainkan peran yang menentukan kehancuran total terhadap agresor Jepang dan memberikan kontribusi bersejarah bagi kemenangan dunia dalam perang melawan fasisme.

Perang Perlawanan Rakyat Tiongkok melawan Agresi Jepang adalah perjuangan pembebasan nasional pertama dalam sejarah modern Tiongkok yang berhasil sepenuhnya melawan invasi asing. Kemenangan besar ini merupakan kemenangan besar dari semangat kebangsaan yang berpusat pada patriotisme, kemenangan besar peran sentral Partai Komunis Tiongkok, kemenangan besar dari seluruh bangsa yang bersatu padu dalam perlawanan gigih, serta kemenangan besar rakyat Tiongkok yang berjuang berdampingan dengan Sekutu Anti-Fasis dan rakyat dari berbagai negara.

Kita juga tidak akan pernah melupakan bahwa tak terhitung banyaknya warga Tionghoa perantauan berdiri bersama dengan rakyat tanah air, menghadapi suka dan duka bersama, serta turut menanggung penderitaan bangsa. Para perantauan Tionghoa di Indonesia juga menyumbangkan dana dan barang, mengerahkan seluruh kemampuan demi membela tanah air, bahkan menumpahkan darah di medan perang, dan menuliskan sebuah halaman yang gemilang dalam sejarah patriotisme warga Tionghoa perantauan.

Salah satunya adalah Li Lin, pahlawan wanita anti-Jepang yang terkenal. Saat masih bersekolah, ia sempat menulis bait puisi ‘Dengan rela berperang, darah membasahi pakaian, takkan pernah berhenti melawan penjajah Jepang.’ Ia adalah seorang perantau Tionghoa yang kembali dari Indonesia.

Contoh lainnya adalah Hong Jionghuan, warga Tionghoa perantauan asal Indonesia yang lahir di Pulau Bali. Saat menempuh pendidikan di Beijing, ia dengan semangat patriotik mendaftarkan diri sebagai anggota sukarelawan Tionghoa perantauan untuk ikut serta dalam perang melawan Agresi Jepang. Setelah lulus dari Sekolah Penerbangan Tiongkok, Ia bertugas sebagai instruktur di Angkatan Udara Tiongkok dan akhirnya gugur secara heroik dalam pertempuran udara melawan pesawat tempur Jepang di Liuzhou.

Rakyat Tiongkok memiliki kenangan yang mendalam terhadap penderitaan yang dibawa oleh perang, dan memiliki tekad yang tak kenal lelah dalam mengejar perdamaian.Pada tanggal 3 September, Pemerintah Tiongkok akan menggelar upacara besar di Lapangan Tiananmen, Beijing, untuk memperingati 80 tahun kemenangan Perang Rakyat Tiongkok Melawan Agresi Jepang dan Perang Dunia Melawan Fasisme. Kita mengenang sejarah dan memperingati kemenangan bukan untuk meneruskan kebencian, melainkan untuk menjadikan sejarah sebagai pelajaran, serta menyerap kebijaksanaan dan kekuatan darinya.

Dunia saat ini masih belum sepenuhnya damai. Situasi internasional terus berubah dan dipenuhi dengan ketidakpastian, sementara unilateralisme dan tindakan hegemonik kian merajalela. Dalam menghadapi hal ini, kita harus teguh mempertahankan tatanan internasional pascaperang dan menjalankan multilateralisme yang sejati.

Tahun ini menandai 80 tahun berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Tiongkok adalah negara pertama yang menandatangani Piagam PBB. Selama 80 tahun terakhir, Tiongkok secara konsisten menempuh jalan pembangunan damai dan senantiasa menjadi pembangun perdamaian dunia, kontributor bagi pembangunan global, serta penjaga tatanan internasional.

Tahun ini juga menandai 80 tahun kembalinya Taiwan ke pangkuan Tiongkok. Kembalinya Taiwan ke Tiongkok merupakan bagian penting dari hasil kemenangan Perang Dunia II dan tatanan internasional pasca perang, sebagaimana ditegaskan dalam serangkaian dokumen yang memiliki kekuatan hukum internasional seperti Deklarasi Kairo dan Pernyataan Postdam. Hal ini tidak mengandung ambiguitas ataupun celah untuk penyimpangan. Arus besar sejarah menuju penyatuan kembali Tiongkok tidak dapat dihentikan.

Tiongkok dan Indonesia memiliki kepentingan serta misi bersama dalam menjaga perdamaian dunia dan mempertahankan keadilan internasional. Kedua negara merupakan kekuatan penting dalam menjaga hasil kemenangan dunia atas fasisme serta dengan teguh membela tujuan dan prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedua negara bekerja sama dengan tulus dan erat, bersama dengan negara-negara berkembang lainnya, mendorong prinsip lima pedoman hidup berdampingan secara damai dan semangat Konferensi Asia-Afrika di Bandung menjadi pedoman dasar bagi masyarakat internasional dalam menangani hubungan antarnegara. Prinsip-prinsip tersebut telah menjadi bagian penting dari hukum dan tatanan internasional, secara efektif menjaga perdamaian dan stabilitas di Asia Afrika maupun dunia, serta mendorong perkembangan hubungan internasional yang sehat.

Dalam situasi baru saat ini, Tiongkok dan Indonesia harus bersama-sama melaksanakan dengan baik konsensus yang telah dicapai oleh kepala negara kedua negara, menjunjung tinggi pembangunan komunitas senasib sepenanggungan, secara aktif mendorong pembangunan “Belt and Road” (Sabuk dan Jalan) yang berkualitas tinggi, serta membangun pola kerja sama baru yang mencakup lima pilar utama: politik, ekonomi, budaya, maritim dan keamanan. Mendorong multipolaritas dunia yang setara dan tertib, serta globalisasi ekonomi yang inklusif dan menguntungkan semua pihak, bersama-sama menjaga perdamaian dan stabilitas regional, serta menciptakan masa depan yang lebih baik.

*) Penulis adalah Konsul Jenderal Republik Rakyat Tiongkok di Denpasar, Zhang Zhisheng



COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.