Legislator menilai Gerbang Candi Bentar Gedung Sate distorsi sejarah

id DPRD Jawa Barat,Zaini Shofari,Gerbang Candi Bentar,Distorsi Sejarah

Legislator menilai Gerbang Candi Bentar Gedung Sate distorsi sejarah

Anggota Komisi V DPRD Jawa Barat Zaini Shofari memberikan keterangan di Bandung. (ANTARA/Ricky Prayoga)

Bandung (ANTARA) - Anggota Komisi V DPRD Jawa Barat Zaini Shofari mengkritik pembangunan pagar dan pilar gerbang baru di kawasan Gedung Sate yang dinamai "Candi Bentar", yang disebutnya menunjukkan adanya distorsi sejarah dan filosofis.

Karena, kata Zaini di Bandung, Sabtu, proyek gerbang baru itu tidak memiliki landasan arsitektur yang sinkron dengan bangunan cagar budaya itu. Salah satunya kesalahan fatal dalam nomenklatur dan desain fisik gerbang tersebut.

Menurutnya, penggunaan istilah "Candi Bentar" yang disampaikan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jawa Barat, tidak berlandaskan logika dan tidak sesuai dengan kaidah arsitektur tradisional.

"Secara harfiah 'bentar' itu artinya terbelah atau terpisah, fungsinya sebagai pemisah antara area suci dan area luar seperti yang lazim ditemui di Cirebon atau makam-makam raja di Jawa. Tapi faktanya, gerbang baru ini fisiknya menyatu, bukan terbelah. Jadi dari sisi nama saja menurut saya sudah tidak pas," ujar Zaini.

Lebih lanjut, politisi dari PPP tersebut menjelaskan bahwa arsitek J Gerber saat membangun Gedung Sate (1920-1924) menerapkan akulturasi budaya yang sangat presisi, menggabungkan unsur eropa, Islam, Hindu, dan Eropa (Moor/Spanyol).

Ia merinci, ornamen tusuk sate dengan enam buah jambu air atau melati adalah simbol puncak, sementara di bagian bawahnya terdapat tiga umpak pondasi atap yang dipengaruhi unsur Hindu yang menilai pegunungan tempat suci, dan berlanjut di masa Kesultanan Demak hingga Mataram yang menyimbolkan tiga pilar agama Islam: Iman, Ihsan, dan Islam.

Selain itu, lanjut dia, lengkungan-lengkungan (belenong) pada rangka jendela yang terlihat di fasad Gedung Sate, mengadopsi gaya arsitektur Istana Alhambra di Granada, Spanyol, peninggalan Bani Umayah abad ke-14.

Baca juga: Pengembangan lahan di Subang jadi model peternakan modern

"Gerber membuat perpaduan harmonis antara Islam, Hindu, dan kultur lokal. Namun, gerbang baru 'Candi Bentar' ini justru menghilangkan filosofi keislaman tersebut. Desainnya tidak 'nyambung' dengan kemegahan sejarah di belakangnya," ujar Zaini.

Selain masalah estetika dan sejarah, Zaini juga menyoroti kualitas fisik bangunan gerbang yang dinilai tidak representatif untuk gedung pemerintahan sekelas Kantor Gubernur Jawa Barat.

Ia menilai struktur pagar tersebut terlalu pendek dan terlihat ringkih secara konstruksi.

Baca juga: Golkar Jabar copot Ketua DPD Golkar Sukabumi terkait kasus penipuan

"Tingginya hampir sebatas badan, konstruksinya juga terlihat rapuh. Kalau ada demonstrasi dan digoyang-goyang demonstran, itu bisa 'murudul' (rontok/ambrol)," katanya.

Zaini mengaku telah meminta klarifikasi langsung kepada Kepala Diskominfo Jabar terkait landasan filosofis proyek tersebut, namun tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan mengenai urgensi dan dasar desain yang dipilih.

"Pihak dinas tidak bisa menjelaskan filosofinya. Ini menjadi ironi di tengah jargon 'Jawa Barat Istimewa', namun detail sejarah ikon provinsinya justru diabaikan," tutur Zaini.

Pewarta :
Editor: I Komang Suparta
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.