Mataram (ANTARA) - Dinas Perhubungan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengusulkan pengenaan denda tilang maksimal kepada para pelaku parkir liar yang telah kena sanksi penggembokan untuk memberikan efek jera terutama pada kawasan tertib lalu lintas.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Mataram M Saleh di Mataram, Minggu mengatakan denda tilang yang diberikan dari aparat kepolisian terhadap para pelaku parkir liar saat ini merupakan denda minimal yakni Rp60.000 untuk kendaran roda dua dan Rp100.000 untuk roda empat.
"Sebenarnya denda maksimalnya adalah Rp100.000 untuk kendaran roda dua dan Rp250.000 untuk roda empat," katanya.
Pengenaan denda minimal itu, katanya, memang menjadi salah satu tahapan dalam proses pembinaan, namun saat ini kegiatan pencanangan KTL pada 31 Oktober 2019 di Jalan Pejanggik mulai dari simpang empat BI sampai simpang empat Kantor Gubernur NTB sudah berjalan lebih dari satu bulan sehingga dendanya perlu dievaluasi.
Terkait dengan itu, Dishub akan melakukan komunikasi dengan tim dalam hal ini aparat dari kepolisian terkait dengan kemungkinan penerapan denda maksimal terhadap pelaku parkir liar.
"Setelah pencanangan KTL, tim kami setiap hari melakukan pengawasan dan penertiban di kawasan tersebut dan melakukan penggembokan terhadap kendaraan yang terbukti parkir liar sehingga mampu mengurangi kemacetan arus lalu lintas," katanya.
Penggembokan kendaraan roda empat dan perantaian kendaraan roda dua juga terus dilakukan untuk memberikan efek jera bagi pelaku parkir liar. "Gembok atau rantai, dibuka setelah pelaku membayar denda tilang kepada aparat kepolisian," ujarnya.
Menurut Saleh yang didampingi Kabid Keselamatan dan Pengendalian Lalu Lintas Dishub Kota Mataram Zulkarwin mengatakan, berdasarkan hasil pendataan, jumlah kendaraan yang sudah digembok dan dirantai selama KTL dicanangkan sekitar 90 unit.
"90 unit kendaran tersebut, sudah kami data baik itu nomor plat polisi, jenis kendaraan, lokasi dan jam pelanggaran serta lainnya. Tujuannya, untuk mengetahui apakah ada pelanggaran yang dilakukan dua kali oleh kendaraan serupa," katanya.
Namun demikian, lanjutnya, sejauh ini dari hasil kegiatan yang dilakukan belum ada kendaraan yang digembok dua kali, dan angka tersebut diharapkan terus menurun hingga tidak ada lagi penindakan yang dilakukan tim.
"Penurunan angka pelanggaran itu, menjadi salah satu indikasi masyarakat merespon apa yang menjadi program pemerintah dengan mentaati aturan yang ada," katanya.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Mataram M Saleh di Mataram, Minggu mengatakan denda tilang yang diberikan dari aparat kepolisian terhadap para pelaku parkir liar saat ini merupakan denda minimal yakni Rp60.000 untuk kendaran roda dua dan Rp100.000 untuk roda empat.
"Sebenarnya denda maksimalnya adalah Rp100.000 untuk kendaran roda dua dan Rp250.000 untuk roda empat," katanya.
Pengenaan denda minimal itu, katanya, memang menjadi salah satu tahapan dalam proses pembinaan, namun saat ini kegiatan pencanangan KTL pada 31 Oktober 2019 di Jalan Pejanggik mulai dari simpang empat BI sampai simpang empat Kantor Gubernur NTB sudah berjalan lebih dari satu bulan sehingga dendanya perlu dievaluasi.
Terkait dengan itu, Dishub akan melakukan komunikasi dengan tim dalam hal ini aparat dari kepolisian terkait dengan kemungkinan penerapan denda maksimal terhadap pelaku parkir liar.
"Setelah pencanangan KTL, tim kami setiap hari melakukan pengawasan dan penertiban di kawasan tersebut dan melakukan penggembokan terhadap kendaraan yang terbukti parkir liar sehingga mampu mengurangi kemacetan arus lalu lintas," katanya.
Penggembokan kendaraan roda empat dan perantaian kendaraan roda dua juga terus dilakukan untuk memberikan efek jera bagi pelaku parkir liar. "Gembok atau rantai, dibuka setelah pelaku membayar denda tilang kepada aparat kepolisian," ujarnya.
Menurut Saleh yang didampingi Kabid Keselamatan dan Pengendalian Lalu Lintas Dishub Kota Mataram Zulkarwin mengatakan, berdasarkan hasil pendataan, jumlah kendaraan yang sudah digembok dan dirantai selama KTL dicanangkan sekitar 90 unit.
"90 unit kendaran tersebut, sudah kami data baik itu nomor plat polisi, jenis kendaraan, lokasi dan jam pelanggaran serta lainnya. Tujuannya, untuk mengetahui apakah ada pelanggaran yang dilakukan dua kali oleh kendaraan serupa," katanya.
Namun demikian, lanjutnya, sejauh ini dari hasil kegiatan yang dilakukan belum ada kendaraan yang digembok dua kali, dan angka tersebut diharapkan terus menurun hingga tidak ada lagi penindakan yang dilakukan tim.
"Penurunan angka pelanggaran itu, menjadi salah satu indikasi masyarakat merespon apa yang menjadi program pemerintah dengan mentaati aturan yang ada," katanya.