BELASAN PSK LARI SAAT DIDATANGI PETUGAS SENSUS

id

     Mataram  (ANTARA) - Belasan pekerja seks komersial yang belum diketahui identitasnya berlarian ketika petugas sensus penduduk dari Badan Pusat Statistik  Nusa Tenggara Barat mendatangi kawasan Pasar Burung Cakranegara, Kota Mataram, pada Minggu dini hari.

     Kedatangan belasan petugas sensus ke kawasan pasar burung yang merupakan eks lokalisasi pekerja seks komersial (PSK) tersebut untuk melakukan pendataan tunawisma dan gelandangan yang tidak memiliki tempat tinggal tetap.

     Belasan warga yang kabur itu sebagian besar adalah perempuan dan waria. Mereka kabur melalui sebuah lorong di samping Kantor Pos Cabang Cakranegara, ketika melihat iring-iringan mobil petugas sensus.

     Petugas sensus berusaha mengejar mereka hingga ke dalam perkampungan penduduk, namun usaha tersebut gagal karena warga yang kabur itu sudah bersembunyi di sejumlah rumah penduduk.

     Para petugas sensus mencoba menanyakan kepada pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar pasar burung tersebut, namun mereka tidak mengetahui secara pasti identitas dan dari mana warga yang kabur itu berasal.

     Dalam sensus penduduk khusus tunawisma di Kota Mataram, BPS NTB menerjunkan sebanyak 21 orang petugas sensus yang dibagi menjadi tiga tim dan disebar ke  tiga kecamatan yakni Ampenan, Mataram dan Cakranegara.

     Setiap tim dibantu oleh satu orang aparat kepolisian dan satu orang petugas dari Dinas Sosial untuk melakukan pendataan yang difokuskan di lokasi-lokasi strategis yang dijadikan tempat tidur bagi tunawisma seperti pasar tradisional, emperan toko dan bawah kolong jembatan.

     Ketika para petugas sensus menemukan warga yang tidur di pasar tradisional dan emperan toko, mereka dengan sikap sopan membangunkan warga dan menanyakan identitas dan asalnya dari mana.

     Kepala BPS NTB Soegarenda yang ikut dalam sensus tersebut mengatakan, sensus tunawisma yang dilakukan pada Minggu dini hari serentak di lakukan di seluruh Indonesia.

     "Kita sengaja melakukan pendataan terhadap tunawisma pada dinihari karena warga yang tidak memiliki tempat tinggal sulit untuk didata pada siang hari. Kalau malam begini mereka kan sudah tidur jadi gampang didata," katanya.

     Menurut dia, pihaknya menghadapi kendala dalam sensus penduduk khusus untuk tunawisma seperti warga yang takut melihat kedatangan petugas sensus karena mungkin mereka mengira bahwa yang datang adalah petugas keamanan yang melakukan razia.

     Selain itu, para tunawisma juga ada yang sulit diajak berkomunikasi karena rasa takut, atau karena menderita gangguan jiwa.

     "Malam ini kita juga menemukan warga yang sudah tidak waras tidur di emperan toko di kawasan perdagangan Cakranegara. Meskipun dia tidak waras kita tetap melakukan pendataan karena dia itu juga warga negara Indonesia," katanya.

     Ia mengatakan, dalam menghadapi kendala-kendala yang ditemukan di lapangan, para petugas sensus telah diberi pelatihan dan pemahaman sebelum mereka melaksanakan tugas pendataan.

     Menurut dia, petugas sensus penduduk khusus tunawisma berbeda dengan petugas sensus penduduk yang sudah memiliki tempat tinggal tetap yakni dari sisi pertanyaan yang diajukan kepada responden cukup sederhana.

     "Kita cukup menanyakan nama, umur, tempat asal dan jenis kelamin kepada tunawisma beda dengan warga yang punya tempat tinggal tetap ditanya sedetil-detilnya," kata Soegarenda.(*)