BP2MI NTB memulangkan empat wanita yang akan dibawa ke Arab Saudi

id BP2MI NTB,Abri Danar,CPMI NTB

BP2MI NTB memulangkan empat wanita yang akan dibawa ke Arab Saudi

Dokumentasi - Sejumlah wanita pekerja migran yang dideportasi bersama bayinya dari Malaysia memasuki ruangan Pos Pelayanan BP2MI di Pelabuhan Pelindo Dumai, Riau. (ANTARA/Aswaddy Hamid)

Mataram (ANTARA) - Unit Pelaksana Teknis Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UPT BP2MI) Nusa Tenggara Barat memulangkan empat orang wanita yang akan dibawa ke Arab Saudi untuk dijadikan sebagai penatalaksana rumah tangga (PRT) di luar prosedur.

Kepala UPT BP2MI NTB Abri Danar Prabawa, di Mataram, Senin, mengatakan keempat calon pekerja migran Indonesia (CPMI) tersebut diamankan oleh UPT BP2MI Provinsi DKI Jakarta di daerah Kramat Jati Jakarta Timur. Mereka kemudian dipulangkan ke NTB, setelah didata dan dimintai keterangannya.

Dalam memfasilitasi pemulangan keempat CPMI tersebut, UPT BP2MI NTB bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lombok Tengah.

"Setelah dilakukan pendataan dan pembinaan, para CPMI dipulangkan ke daerah asalnya, hari ini sudah tiba di rumah masing-masing," katanya.

UPT BP2MI NTB, kata dia, telah banyak memfasilitasi kepulangan CPMI hasil pencegahan sejak awal 2022.

Hingga saat ini, jumlah CPMI non prosedural asal NTB yang telah dipulangkan sebanyak 134 orang. Dari jumlah tersebut, CPMI yang bertujuan untuk bekerja ke Timur Tengah sebanyak 18 orang, selebihnya ke Malaysia.

Berdasarkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah, pemerintah memberlakukan kebijakan moratorium untuk penempatan PRT ke Timur Tengah.

"Kebijakan moratorium tersebut sebagai upaya pemerintah untuk melindungi PMI dari tidak kekerasan yang acap dilakukan oleh majikan," ujarnya.

Menurut dia, bekerja ke luar negeri dengan cara non prosedural lebih berisiko menjadi korban tidak pidana perdagangan orang (TPPO), yang tentunya akan membahayakan dan merugikan PMI itu sendiri.

Masyarakat diimbau tidak berangkat secara non prosedural, diperlukan program dari pemerintah daerah agar masyarakat yang memasuki usia produktif diberi pelatihan kerja atau program peningkatan keahlian melalui balai latihan kerja.*