Jakarta (ANTARA) -
"Pandemi COVID-19 telah menjadi wake up call akan pentingnya upaya dan kerja bersama dalam menghadapi masalah-masalah global," kata Puan Maharani saat memberikan pidato dalam Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) Ke-7 di Bali, Kamis, seperti dikutip dalam siaran persnya.
GPDRR merupakan pertemuan global khusus kebencanaan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyelenggarakan agenda tersebut setiap 2 tahun sekali dan kali ini Indonesia menjadi tuan rumah.
Puan mengatakan pertemuan internasional yang fokus membahas mitigasi bencana ini merupakan upaya bersama dalam membangun komitmen sebagai warga bangsa di Bumi ini.
Komitmen antarbangsa dan negara sudah sering dilakukan dalam berbagai forum, kerja sama, dan pertemuan. Bahkan komitmen memajukan kepentingan bersama dan kerja sama telah dilakukan sejak Konferensi Asia Afrika 1955.
Baca juga: Ketua DPR Puan Maharani minta pemerintah pastikan vaksinasi calhaj tak ada kendala
"Diperlukan upaya bersama dalam menyelesaikan permasalahan global seperti kerentanan pangan, energi, air bersih sanitasi, dan kelestarian alam," kata politikus PDI Perjuangan ini di hadapan delegasi berbagai negara.
Persaingan ekonomi global dan perkembangan industri, lanjut Puan, telah menciptakan jarak (gap) antara negara satu dengan lainnya dalam mengeksploitasi alam, pemanfaatan teknologi, dan jalannya pembangunan yang berkaitan dengan lingkungan hidup seperti infrastruktur, perumahan, irigasi, pertanian, kehutanan, dan lain sebagainya.
Di sisi yang lain, juga terdapat perbedaan capaian kemajuan antarnegara sehingga memiliki sikap yang berbeda dalam mengeksploitasi alam sebagai sumber untuk pendapatan negara.
Namun, Puan berharap ke depan setiap negara bisa memiliki komitmen untuk membangun resiliensi bencana yang berpusat pada manusia (people-centered).
Hal itu bisa dimulai dari membangun kesadaran dan komitmen untuk menjaga kelestarian dan daya dukung alam dan lingkungan hidup.
"Pada tahap selanjutnya, dituntut kemauan bersama dalam membangun tata dunia ekosistem industri dan perekonomian yang ramah terhadap lingkungan hidup," kata mantan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ini.
Prihatin
Puan lantas mengingatkan soal Deklarasi Dasasila Bandung 1955 yang bercita-cita setiap bangsa merdeka dan sejahtera. Namun ia prihatin sampai saat ini masih ditemukan berbagai kasus kekurangan pangan, air bersih, kerusakan lingkungan hidup, hingga pencemaran lingkungan hidup.
Oleh karena itu, diperlukan perubahan cara berpikir. "Suatu cara berpikir bahwa kita tidak saja mengambil dari alam, tetapi harus memulihkan alam kembali kepada ekosistem yang baik," ucap Puan.
Ia pun menegaskan bahwa parlemen di Indonesia dan berbagai belahan dunia makin menyadari peran strategis dalam penguatan kerja sama internasional untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Isu lingkungan ini menjadi salah satu perhatian bersama, antara lain di Inter Parliamentary Union (IPU).
Sebagai Presiden ke-144 Majelis IPU di Bali pada 20 -24 Maret 2022, Puan telah memimpin disepakatinya Deklarasi Nusa Dua terkait upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Dalam Deklarasi Nusa Dua, parlemen-parlemen negara dunia menegaskan komitmen untuk penguatan aksi nasional untuk mewujudkan komitmen global, yaitu mencapai emisi nol atau net zero emission.
"Serta dukungan terhadap pembiayaan iklim bagi negara berkembang sebesar US$ 100 miliar yang harus segera dipenuhi," kata cucu Presiden pertama RI Soekarno ini.
Di tingkat regional, ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA) juga mendorong kerja sama guna mewujudkan ASEAN Vision 2025 on Disaster Management.
Puan sekali lagi menekankan perlunya bentuk kerja sama antarbangsa dan negara yang realistis dan nyata untuk dapat menyentuh permasalahan inti dalam mitigasi bencana, yaitu mengelola persaingan ekonomi global dan industri yang dapat berkontribusi dalam pemulihan lingkungan hidup.
"Industri tidak hanya mengambil dari alam tetapi juga harus dapat mengembalikan pemulihannya; suatu program pemulihan yang dilakukan secara sistematis dan masif," kata Puan.