Beijing (ANTARA) - Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (HAM PBB) Michelle Bachelet mendesak China untuk meninjau kembali kebijakan kontra terorismenya, agar mematuhi standar HAM internasional.
Namun, Bachelet menegaskan bahwa perjalanannya selama enam hari di China, termasuk kunjungan ke wilayah barat Xinjiang, bukan merupakan penyelidikan terhadap kebijakan HAM China tetapi kesempatan untuk terlibat dengan pemerintah.
"Saya telah mengajukan pertanyaan dan kekhawatiran tentang penerapan tindakan kontra terorisme dan deradikalisasi di bawah penerapan yang luas, terutama dampaknya terhadap hak-hak Uighur dan minoritas Muslim lainnya," kata dia dalam konferensi pers secara daring pada Sabtu.
Bachelet memulai perjalanannya ke China, yang pertama kali dilakukan oleh Komisaris Tinggi HAM PBB dalam 17 tahun, pada Senin (23/5) di kota selatan Guangzhou sebelum menuju ke Xinjiang.
Baca juga: UNIDO PBB mendukung pengembangan potensi IKM di NTB
Tahun lalu, Kantor Komisaris Tinggi PBB menyatakan keyakinan bahwa orang-orang Uighur di Xinjiang telah ditahan secara tidak sah, dianiaya, dan dipaksa bekerja.
Di lain pihak, China membantah semua tuduhan kekerasan di Xinjiang.
Akses Bachelet selama berada di China dibatasi karena Beijing mengatur agar dia melakukan perjalanan dalam "lingkaran tertutup", yaitu dengan mengisolasi orang-orang dalam gelembung virtual untuk mencegah penyebaran COVID-19, serta tidak melibatkan pers asing.
Kelompok hak asasi manusia dan negara-negara Barat khawatir bahwa China akan menggunakan kunjungan Bachelet sebagai dukungan atas pelaksanaan HAM di negara tersebut.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price mengatakan pada Selasa (24/5) bahwa merupakan "suatu kesalahan untuk menyetujui kunjungan dalam keadaan seperti itu".
China awalnya membantah keberadaan kamp penahanan di Xinjiang tetapi pada 2018 mengatakan telah mendirikan "pusat pelatihan kejuruan" yang diperlukan untuk mengendalikan apa yang dikatakannya sebagai terorisme, separatisme, dan radikalisme agama di wilayah tersebut.
Bachelet mengatakan dia menyampaikan kepada pemerintah China tentang kurangnya pengawasan yudisial yang independen atas pengoperasian pusat-pusat itu dan tuduhan penggunaan kekerasan, perlakuan buruk, dan pembatasan ketat pada praktik keagamaan. Pada 2019, Gubernur Xinjiang Shohrat Zakir mengatakan semua peserta pelatihan telah "lulus".
Sumber: Reuters
Berita Terkait
Komisioner PBB tinjau kondisi HAM dan pengungsi Rohingya Bangladesh
Minggu, 14 Agustus 2022 22:15
China kritik ucapan Menlu AS soal penderitaan warga Uighur
Kamis, 14 Maret 2024 4:06
Badan konsultatif Provinsi Xinjiang tolak tuduhan diskriminasi minoritas
Selasa, 30 Januari 2024 7:04
Badan konsultatif Provinsi Xinjiang ingin nilai Islam dapat kontekstual
Selasa, 30 Januari 2024 6:50
Mahfud MD apresiasi Pentas Seni Muslim Xinjiang
Kamis, 20 Juli 2023 5:01
Xinjiang membantah penahanan pelajar di Wuhan
Selasa, 10 Maret 2020 10:34
Mahfud ke Dubes China: Soal Uighur ganggu umat Islam di Indonesia
Rabu, 25 Desember 2019 11:31
Demonstran Hong Kong mendukung Uighur, bentrokan kembali pecah
Minggu, 22 Desember 2019 20:03