DPRD NTB menggodok enam raperda sesuai UU Cipta Kerja

id NTB,UU Cipta Kerja,Pekerja Migran Indonesia ,PMI,DPRD NTB

DPRD NTB menggodok enam raperda sesuai UU Cipta Kerja

Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD NTB Akhdiansyah. (ANTARA/Nur Imansyah).

Mataram (ANTARA) - DPRD Nusa Tenggara Barat menggodok enam rancangan peraturan daerah yang disesuaikan dengan Undang-Undang Cipta Kerja sesuai arahan pemerintah pusat.

Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD NTB Akhdiansyah mengatakan enam raperda yang saat ini sedang digodok merupakan inisiatif DPRD sebagai tindak lanjut arahan dari pemerintah pusat untuk menyesuaikan regulasi di daerah seiring terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja.

"Sebenarnya ada 11 raperda yang kita usulkan, namun yang segera harus ditindaklanjuti berdasarkan surat pemerintah pusat yang meminta kepada Pemprov NTB untuk menyesuaikan regulasi dengan UU Cipta Kerja hanya enam raperda," ujarnya di Mataram, Selasa.

Adapun enam raperda itu meliputi Raperda Penyelenggaraan Kepariwisataan, Raperda Perubahan atas Perda Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemberdayaan, Pengembangan, dan Perlindungan Koperasi dan Usaha Kecil, Raperda Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah, Raperda Perlindungan Pekerja Migran Indonesia asal Daerah Provinsi NTB, dan Raperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan, serta Raperda Percepatan Pemenuhan Fasilitas Keselamatan Jalan.

Ia menjelaskan enam raperda itu sangat krusial, salah satunya terkait perlindungan pekerja migran Indonesia karena NTB merupakan salah satu daerah pengirim tenaga kerja terbanyak ke luar negeri sehingga membutuhkan regulasi yang memadai untuk menjamin keamanan dan keselamatan para pahlawan devisa.

"Raperda tentang Perlindungan PMI ini khusus membahas mekanisme ke luar daerah. Oleh karena itu, ini juga menjadi salah satu yang paling diperhatikan," kata Guru To'i, sapaan akrab Akhdiansyah.

Selain itu, Raperda tentang Percepatan Pemenuhan Fasilitas Keselamatan Jalan menjadi bagian penting dalam menindaklanjuti UU Cipta Kerja. Hal ini lebih pada penekanan teknis karena investasi membutuhkan akses yang cukup aman sehingga para pemodal nyaman di NTB.

"Terutama bagaimana kelengkapan fasilitas, seperti rambu-rambu jalan, marka jalan dan lain sebagainya," terangnya.

Begitu halnya dengan raperda yang membahas tentang penyelenggaraan kepariwisataan. Sebagai bagian dari ekosistem ekonomi yang tumbuh di NTB di samping pertanian sehingga harus tersedia regulasi yang dapat memberikan kemudahan, keamanan, dan kenyamanan bagi setiap pihak yang terlibat di dalamnya.

"Ini kan harapannya dapat memberikan peningkatan pada pendapatan asli daerah (PAD)," ucap Guru To'i.

Selanjutnya, Raperda tentang Perizinan Usaha juga menjadi bagian utama dalam investasi di daerah sehingga perlu disiapkan aturan yang memiliki semangat yang sama untuk memudahkan investasi tumbuh dengan baik di NTB.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB I Gede Putu Aryadi mengatakan penanganan pekerja migran di hulu, yakni pada proses sebelum penempatan, merupakan bagian terpenting yang harus dilakukan untuk meminimalkan terjadinya kasus di hilir.

Layanan di hulu dimulai dari pelayanan informasi kesempatan kerja luar negeri harus dilakukan secara masif, berikut persyaratan atau prosedur dan penyiapan calon pekerja migran agar memiliki keahlian atau kompetensi yang dibutuhkan.

Layanan informasi tersebut harus mudah diakses dan diperoleh dari sumber yang benar atau berintegritas. Dengan kata lain harus dilakukan oleh pihak-pihak yang berkompeten dan mempunyai otoritas.

"Jangan seperti masa lalu, warga hanya mendapat informasi sepihak dari para calo atau sponsor yang hanya ingin untung tanpa mau memperhatikan keselamatan warga kita," ujarnya.

Pemerintah daerah, menurut Aryadi, memiliki kewenangan pada saat sebelum dan sesudah penempatan pekerja migran atau setelah penempatan. Sedangkan saat penempatan menjadi kewenangan Kementerian Luar Negeri.

Apalagi sekarang marak kejahatan yang dilakukan melalui media sosial. Contoh kasus pekerja migran ilegal Indonesia di Kamboja yang melakukan rekrutmen melalui media sosial.

Oleh karena itu, informasi kesempatan kerja ke luar negeri harus bisa diakses sampai tingkat desa dan dusun. Perda Perlindungan Pekerja Migran ini harus dikuatkan sampai di tingkat desa.

"Selain perlindungan pekerja migran sebelum keberangkatan, pemerintah daerah juga memiliki kewenangan dalam melakukan pemberdayaan pekerja migran yang sudah purna," katanya.