Jakarta (ANTARA) - Direktur Penyiaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Infomatika (Ditjen PPPI), Kementerian Komunikasi dan Informatika Geryantika Kurnia mengatakan pemerintah tengah mengupayakan agar harga set top box tetap stabil di tingkat ritel atau pengecer.
"Ini sedang kita diskusikan dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan agar harga set top box di ritel itu bisa stabil. Kalau harga pabrikannya Rp150.000, ya Rp150.000 sampai ritelnya juga, atau minimal naik ya 10 persen. Itu lagi dibicarakan," ujar Geryantika dalam webinar, Senin malam (23/1).
Gery, panggilan Geryantika, mengakui bahwa saat ini terjadi kenaikan harga set top box di level ritel atau pengecer. Menurut dia, hal itu terjadi lantaran para pengecer berupaya meraup keuntungan di tengah tingginya permintaan set top box.
Untuk itu, pemerintah saat ini tengah berupaya mencari jalan keluar agar harga set top box di ritel bisa tetap stabil sehingga masyarakat tidak terbebani untuk membeli perangkat tersebut.
Lebih lanjut, Gery mengatakan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap set top box merupakan bagian dari proses transisi dari siaran TV analog ke digital. Dia memperkirakan kebutuhan masyarakat terhadap perangkat set top box tidak akan berlangsung lama.
Baca juga: Stafsus Menkop UKM sebut 20 juta UMKM 'go digital'
Baca juga: Transaksi uang elektronik pada 2022 capai Rp399,6 triliun
Nantinya, kata dia, lambat laun masyarakat akan lebih memilih untuk beralih menggunakan perangkat TV digital, alih-alih bertahan dengan set top box. "Sebenarnya set top box ini kan transisi, paling satu tahun atau dua tahun setelah itu set top box hilang, dan yang muncul adalah masyarakat itu beralih membeli TV," kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Regulasi Pemerintah Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Joegianto mengatakan bahwa harga set top box yang dijual oleh pabrikan saat ini berkisar di harga Rp230.000 hingga Rp250.000.
Namun, dia mengakui bahwa ketika perangkat tersebut sudah masuk ke ritel, harganya melonjak naik. Dia menilai, hal itu terjadi karena para pedagang tidak ingin melewatkan kesempatan untuk meraup lebih banyak keuntungan di tengah tingginya permintaan.
"Karena kesempatan ini tidak akan datang dua kali. Jadi kalau toko merasa permintaannya lebih tinggi daripada stok yang dia punya, ya naikin saja, nanti kan juga dibeli," kata dia.