Perajin Lombok Timur Manfaatkan Limbah Lemak Hewan

id Lilin NTB

Perajin Lombok Timur Manfaatkan Limbah Lemak Hewan

Lilin berbahan baku lemak diminati masyarakat (Suhaedi)

Sebenarnya pembuatan lilin terinspirasi karena sering terjadi pemadaman listrik di wilayah Lombok. Dan keistimewaan produk ini, selain harganya murah, lilin lemak itu berdiameter cukup besar
Lombok Timur,  (Antara)- Sarifah atau Inaq Ipok, perajin asal Desa Kotaraja, Kecamatan Sikur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, memanfaatkan limbah lemak hewan untuk dijadikan bahan baku pembuatan lilin.

Inaq Ipok ketika dihubungi di Desa Kotaraja, Senin, mengaku telah menekuni pengolahan limbah lemak dari hewan yang telah disembelih, menjadi barang jadi yang disebut masyarakat sebagai `lemu` atau lilin, sejak tujuh tahun lalu.

"Pembuatan lilin dari bahan limbah lemak ini saya pelajari berkat arahan paman. Sudah tujuh tahun bikin lilin, tapi membuat secara massal baru empat tahun," kata perempuan ini.

Menurut Inaq Ipok, awalnya usaha yang digelutinya hanya untuk sekedar dijual kepada tetangga. Namun, lama-kelamaan permintaan lilin dari luar daerah semakin banyak, hingga perempuan ini pun kemudian membuat dalam kapasitas besar.

Dikatakannya, meski hasilnya tidak seputih lilin yang dijual di toko-toko, namun Inaq Ipok menjamin bahwa produk buatannya bisa bertahan lama sejak malam hingga pagi hari.

"Sebenarnya pembuatan lilin terinspirasi karena sering terjadi pemadaman listrik di wilayah Lombok. Dan keistimewaan produk ini, selain harganya murah, lilin lemak itu berdiameter cukup besar," ucap dia.

Hanya dengan harga Rp1.000 per buah, lilin bisa digunakan hingga pagi hari. Kalau lilin yang dijual di toko hanya bertahan beberapa jam saja, dan lebih mahal, katanya.

Menanggapi permintaan yang semakin banyak, Inaq Ipok yang telah memproduksi lilin lemak dalam kapasitas besar, terpaksa harus mengeluarkan dana yang cukup banyak. Itu dilakukan untuk memenuhi permintaan konsumen yang sudah merambah wilayah Mataram.

Menyinggung soal bahan baku, kata dia, dahulu limbah lemak biasanya didapatkan secara gratis di pasar dan lokasi pemotongan hewan, tetapi kini harus dibeli. Penyebabnya, orang sudah mengetahui jika lemak hewan yang diambilnya itu, akan dibuatkan barang baku pembuatan alat penerang.

"Saya harus pinjam uang di bank untuk membeli limbah lemak. Terkadang, saya harus membeli lemak seharga Rp 4 juta/ton. Keuntungan dari memproduksi lilin lemak itu bisa mencapai Rp1 juta setelah dikurangi untuk pembelian bahan-bahan lainnya sebagai campuran pembuatan lilin," ujar perempuan yang kini berusia 50 tahun lebih.

Dikatakannya, untuk membuat lilin, limbah hewan berupa lemak dicampur dengan tiga jenis cairan bahan kimia, lalu dimasak selama 12 jam hingga benar-benar memutih. Bisa pula ditambah bahan pewarna untuk menarik konsumen. Kemudian bahan yang telah masak dan masih dalam bentuk cairan itu didinginkan sebentar, lalu dituangkan ke dalam cetakan sesuai selera dan pesanan.

Namun, Inaq Ipok enggan menjelaskan tiga jenis bahan kimia yang dijadikan sebagai adonan campuran lilin lemak itu. Hal itu dilakukan untuk menghindari upaya plagiat dari orang-orang.

"Banyak sudah orang yang meniru cara kerja pembuatan lilin lemak ini, tapi tidak bisa. Hasilnya, lilin lemak buatan mereka tidak sempurna dan tidak bisa menyala. Bahkan sebelumnya, beberapa orang dari Kota Mataram dan Pulau Sumbawa, berniat meminta tips untuk mempelajari cara-cara saya," katanya.

Sementara itu, Inaq Ipok menyatakan, jika dijual dalam jumlah kecil dan pada hari-hari biasa, dirinya hanya bisa mengantongi keuntungan hingga Rp100.000 setiap harinya. Keuntungan akan bertambah apabila terjadi pemadaman listrik.

"Kalau listrik padam, kadang-kadang keuntungan saya hingga Rp500.000 per hari. Bersyukur dari usaha kecil ini, saya bisa menyekolahkan kelima anak saya," ujar perempuan yang juga berjualan barang konveksi di sejumlah pasar di wilayah Lombok Timur itu.