Semarang (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Semarang menyebutkan bahwa kualitas udara di Kota Atlas rata-rata berada dalam kategori kuning hingga oranye atau tidak sehat sehingga masyarakat harus berhati-hati beraktivitas di luar, terutama kelompok sensitif.
"Kelompok sensitif; anak kecil, orang tua, orang yang punya riwayat penyakit asma, sakit paru disarankan kalau bepergian di luar pakai masker," kata Kepala Dinkes Kota Semarang dr. Abdul Hakam, di Semarang, Senin.
Mengacu data laman iqair.com, kualitas udara tingkat oranye terlihat pada Jumat (25/8) dengan nilai 142 AQI (indeks kualitas udara), Sabtu (26/8) dengan 120 AQI, kemudian Minggu (27/8) mulai kuning dengan 100 AQI, dan Senin 88 AQI.
Masih di laman sama, ada prakiraan polusi udara masih warna oranye untuk sepekan ini, yakni Selasa (29/8) 143 AQI, Rabu (30/8) 128 AQI, Kamis (31/8) 135 AQI, Jumat (1/9) 121 AQI, Sabtu (2/9) 119 AQI, dan Minggu (3/9) dengan 102 AQI.
"Di bawah 50 AQI itu yang diinginkan. Biasanya di daerah Mijen, Gunungpati yang tanamannya cukup banyak sehingga oksigen yang dihasilkan oke. Untuk 50-100 AQI ini sedang, di atas 100 AQI itu sensitif terhadap yang punya kerentanan," katanya.
Ia mengingatkan bahwa polusi udara bisa berdampak bagi kesehatan, seperti batuk, flu, pusing, dan secara jangka panjang bisa mengakibatkan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan bronkopneumonia (BRPN). "Di Kota Semarang, angka kasus BRPN, infeksi paru cukup tinggi. Pada Juli 2023, kasus tertinggi di rawat inap itu BRPN. Kasus tertinggi di puskesmas, klinik, itu ISPA," katanya.
Data Dinkes Kota Semarang, jumlah kasus pneumonia pada Juli 2023 tercatat sebanyak 123 pasien laki-laki dan 136 perempuan, sedangkan untuk ISPA tercatat sebanyak 9.197 laki-laki dan 11.970 perempuan. "Pneumonia itu infeksi paru. Kalau ISPA berlanjut ke bawah, saluran paru, itu pneumonia, ISPB (infeksi saluran pernapasan bawah). ISBP itu ke paru-paru," katanya.
Kondisi kualitas udara tersebut juga ditambah dengan musim kemarau yang membuat suhu udara menjadi sangat panas dampak dari fenomena El Nino sehingga semakin terasa dampaknya bagi kesehatan.
"Suasana panas seperti ini, partikel dari udara, karena kelembapan rendah maka akan terbang di udara lebih lama. Akan menempel bakteri atau virus. Misalnya, menempel di saluran napas bisa berisiko ISPA.
Oleh karena itu, Hakam mengimbau kelompok sensitif agar tetap mengenakan masker saat beraktivitas di luar ruangan, dan setelah beraktivitas harus membuang maskernya. Tidak hanya menyerang pernapasan, kondisi udara seperti sekarang ini rentan menyerang bagian kulit dan mata, seperti virus Adenovirus, Herpes Simpleks, dan Herpes Zoster.
Baca juga: BNPB upayakan TMC selama tiga hari membilas polusi
Baca juga: KPAI dukung wacana WFH lindungi anak dari polusi
"Sebagai contoh pada jenis penyakit Varicella Zooster, pada keadaan lingkungan yang kering akan menyebabkan kulit menjadi kering juga. Penderita Varicella akan merasakan kulit lebih gatal, menggaruk kulit. Ini memfasilitasi penyebaran virus," katanya.
Berita Terkait
Terapkan BBM Euro 4 diproyeksikan hemat biaya kesehatan
Selasa, 19 November 2024 16:12
Kualitas udara Jakarta pagi ini masih buruk
Rabu, 9 Oktober 2024 7:41
Isu kualitas udara diharapkan prioritas calon kepala daerah
Selasa, 8 Oktober 2024 6:05
Bicara Udara minta data dan sumber emisi jadi dasar
Rabu, 11 September 2024 7:52
Pemerintahan Prabowo diharapkan atasi polusi udara
Jumat, 6 September 2024 21:04
Kualitas udara Jakarta kategori tak sehat jadi urutan kedua di dunia
Senin, 26 Agustus 2024 7:57
Hari Selasa, kualitas udara Jakarta tak sehat
Selasa, 20 Agustus 2024 7:46
Pabrik sekitar Jakarta bakal dipasang sensor deteksi jenis gas
Kamis, 15 Agustus 2024 5:58