Jakarta (ANTARA) - Saat pemaparan kebijakan luar negeri para calon presiden Indonesia untuk Pemilu 2024 yang diselenggarakan Center for Strategic and International Studies (CSIS) awal November silam di Jakarta, Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji terlihat antusias sekali.
Dia aktif mengajukan pertanyaan baik kepada Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, maupun Anies Baswedan, mengenai kebijakan luar negeri yang akan diambil ketiga kandidat.
Keingintahuan Kenji adalah gambaran umum mengenai perhatian lebih yang diberikan Jepang kepada Indonesia, yang tak hanya dalam konteks Indonesia sebagai entitas nasional, tapi juga sebagai pemimpin kawasan.
Dalam hampir semua forum, para pemimpin Jepang antusias mencermati gerak gerik Indonesia, apalagi dalam situasi dunia saat ini yang cenderung menjadi bipolar lagi sampai sebagian kalangan disebut tengah memasuki kembali Perang Dingin.
Banyak momen yang mereka cermati, salah satunya adalah momen 50 tahun hubungan ASEAN-Jepang.
Momen itu di antaranya dirayakan dengan KTT ASEAN-Jepang di Tokyo yang diselenggarakan bersama Perdana Menteri Fumio Kishida dan Presiden Joko Widodo, dari 16 sampai 18 Desember 2023.
Sabtu 17 Desember, ASEAN-Jepang mengeluarkan pernyataan bersama tentang persahabatan dan kerja sama di antara mereka.
ASEAN-Jepang sepakat memperdalam hubungan keamanan dan ekonomi, meningkatkan kerja sama keamanan maritim, memperkuat rantai pasokan, mempromosikan praktik energi berkelanjutan dan memperluas pertukaran antar-masyarakat dalam berbagai sektor.
Kedua belah pihak juga meluncurkan prakarsa baru industri otomotif generasi mendatang demi memetakan strategi yang membuat ASEAN tetap sebagai pusat produksi dan ekspor otomotif.
Tak cukup di situ, keduanya juga sepakat mendukung perusahaan-perusahaan rintisan digital dan mempercepat investasi demi mencapai dekarbonisasi.
"Bermodalkan saling percaya yang kuat, Jepang dan ASEAN akan menjawab tantangan-tantangan baru," kata Kishida dalam konferensi pers setelah KTT itu berakhir.
Harus terus dipupuk
Kata saling percaya juga yang ditekankan dalam-dalam oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Retno menilai kerja sama ASEAN dan Jepang yang sudah terjalin sejak 50 tahun lalu adalah buah dari rasa saling percaya yang kuat.
Retno ingin "trust" atau saling percaya ini terus dipupuk dan diperkuat agar kemitraan ASEAN-Jepang terus membawa manfaat bagi generasi berikutnya.
Sikap saling percaya itu sendiri sudah dipupuk sejak 1977 ketika perdana menteri Jepang saat itu, Takeo Fukuda, mengungkapkan prinsip diplomasi Jepang di ASEAN.
Prinsip yang lalu disebut Doktrin Fukuda itu menegaskan komitmen Jepang untuk tak lagi menjadi kekuatan militer, dan sebaliknya berusaha menciptakan hubungan dari hati ke hati, serta kemitraan setara dengan bangsa-bangsa Asia Tenggara.
ASEAN sendiri menaruh rasa percaya yang tinggi kepada Jepang, di antaranya karena model diplomasi yang dipraktikkan Negeri Matahari Terbit. Meminjam kalimat majalah terkemuka The Economist, diplomasi Jepang cenderung berbeda dari diplomasi Amerika Serikat dan China yang memaksa dan menceramahi.
Tak heran jika jajak pendapat Pusat Studi ASEAN pada ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura yang dirilis awal tahun ini memperlihatkan Jepang menjadi mitra paling dipercaya oleh ASEAN.
China boleh saja menjadi kekuatan politik dan strategis yang dianggap paling berpengaruh oleh ASEAN, selain menjadi mitra dagang terbesar ASEAN dengan volume perdagangan sejak 2009 mencapai 722 miliar dolar AS (Rp11.211 triliun). Angka itu hampir tiga kali lipat volume perdagangan Jepang-ASEAN yang sebesar 268 miliar dolar AS (Rp4.161 triliun).
Tetapi, Jepang melewati China dalam hal investasi yang pada 2022 sudah menanamkan 27 miliar dolar AS (Rp419 triliun) di ASEAN, sedangkan investasi China mencapai 15,3 miliar dolar AS (Rp237 triliun).
Ini merupakan salah satu petunjuk untuk tekad Jepang dalam membantu memajukan ASEAN sehingga predikat mitra asing yang lebih disenangi pun tersemat kepada Jepang.
Mesin ekonomi penting
Jepang masih menjadi mesin ekonomi yang sangat penting bagi ASEAN, kata Bhubhindar Singh dari Rajaratnam School of International Studies di Singapura.
Jepang sendiri memanfaatkan kesempatan ini dengan menawarkan sebanyak mungkin komitmen, termasuk 40 miliar yen (Rp4,37 triliun) untuk program people to people, dan 15 miliar yen (Rp1,6 triliun) untuk program riset lima tahun, kepada ASEAN.
Sebaliknya, China mencermati hati-hati Jepang, apalagi hubungan mereka tak saja sedang tegang dengan Jepang, tapi juga dengan sejumlah negara ASEAN yang bersengketa di Laut China Selatan.
"China percaya bahwa semua kerja sama harus meningkatkan rasa saling percaya antarnegara di kawasan, mendorong pembangunan bersama dan berkontribusi dalam menciptakan perdamaian dan stabilitas kawasan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning di Beijing, China, pada Jumat.
China tak ingin ASEAN ditarik-tarik Jepang dan tak ingin KTT ASEAN-Jepang menjadi ajang menggalang kekuatan untuk menggugat China di Laut China Selatan.
Tapi sebagian anggota ASEAN terlihat terganggu dengan manuver China itu, sampai eksplisit menyebut hukum laut internasional dalam komunike bersama Jepang.
"Kami menegaskan kembali komitmen kami dalam menegakkan hukum internasional, termasuk Piagam PBB dan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982," kata ASEAN dalam pernyataan bersama Jepang pada 17 Desember 2023 itu. Presiden Joko Widodo sendiri menegaskan stabilitas dan perdamaian kawasan dapat ditempuh dalam tiga cara, yakni kolaborasi inklusif, sentralitas ASEAN dan penghormatan aturan hukum internasional.
"Kita harus mencegah konflik terbuka di kawasan dengan mematuhi hukum dan aturan internasional, termasuk UNCLOS 1982, dan norma-norma kawasan," kata Jokowi.
Ini pesan tegas bahwa ASEAN menempatkan hukum internasional dalam semua sengketa.
Baca juga: Menlu: Kerja sama ASEAN-Jepang terjalin baik karena ada "trust"
Baca juga: Isu Rohingya relevan dibicarakan dalam KTT ASEAN-Jepang
Namun, itu bukan berarti ASEAN menolak China. Sebaliknya, ASEAN hanya berusaha menjadi kawasan mandiri yang merawat hubungan positif dengan siapa pun, termasuk Jepang dan China, apalagi jika hubungan itu didasari sikap saling percaya.