Jakarta (ANTARA) - Hasil survei yang dilakukan Praxis PR menunjukkan bahwa mahasiswa tidak terpengaruh dengan adanya politik uang pada Pemilu 2024.
Riset berformat Focus Group Discussion (FGD) itu melibatkan empat akademisi dan mahasiswa perwakilan Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Mulawarman (Unmul), dan Universitas Nusa Cendana (Undana).
Dari hasil riset terkait politik uang diketahui bahwa sebanyak 42,96 persen mahasiswa menyatakan akan menerima uang namun tidak memilih kandidat.
Selanjutnya, 20,08 persen mahasiswa akan menerima uang dan akan memilih kandidat, sementara 10,99 persen lainnya menyatakan tidak akan menerima uang dan tidak akan memilih kandidat.
Temuan lainnya, kandidat dengan latar politisi mendapatkan preferensi tertinggi dari mahasiswa (20,88 persen), sementara figur publik/selebriti terendah (0,50 persen). Media massa online menjadi sumber utama informasi politik mahasiswa (66,43 persen), sementara iklan out of home (OOH) seperti baliho kurang relevan (21,08 persen).
Saat melihat kandidat di media sosial, mahasiswa paling tertarik pada pernyataan kandidat (66,43 persen) dan kemampuan komunikasi publiknya (63,14 persen).
"Ini sejalan dengan preferensi kegiatan kampanye yang paling berpengaruh, yaitu debat terbuka, sebesar 69,93 persen, " kata dia.
Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM Arga Pribadi Imawan menjelaskan mahasiswa masih menerima uang meskipun mayoritas tidak akan memilih kandidat itu.
"Di tengah asumsi tentang kegemaran anak muda menerima politik uang bahwa anak muda akan cenderung menerima uang serta memilih kandidat yang memberikan uang, hasil survei justru menunjukkan tentang anak muda yang masih rasional dalam menentukan pilihannya," ujar Arga.
Pemilu juga diibaratkan seperti "pesta", sehingga memberikan dan menerima uang maupun barang dianggap sebagai sesuatu yang wajar untuk dilakukan.