Jakarta (ANTARA) - Berbagai tantangan tak pernah menyurutkan Muhammad Cahyadi untuk meraih impiannya. Lahir dari keluarga petani bersahaja dengan latar pendidikan orang tua yang lulusan sekolah dasar, tak menyurutkan mimpi Cahyadi dalam meraih cita-cita. Menurutnya, selagi ada kemauan pasti ada jalan.
“Bapak saya tidak lulus SD, sedangkan ibu saya tidak lulus SMP. Meski mereka berpendidikan tidak terlalu tinggi, tetapi mereka menginginkan anak-anaknya mengecap pendidikan yang baik di zaman itu,” ujar Cahyadi yang saat ini menjadi guru besar termuda Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta itu.
Cahyadi dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Peternakan UNS pada Oktober 2023 pada usia 37 tahun enam bulan. Ia memiliki kepakaran dalam bidang genetika molekular.
Latar belakang keluarga yang bersahaja, tak menyurutkan mimpi Cahyadi untuk meraih cita-cita. Walaupun harus diakuinya, dirinya kerap mengalami perundungan karena mustahil bagi dirinya melanjutkan pendidikan di tengah keterbatasan ekonomi. Hal itu tak menyurutkan tekadnya, malah menjadikan dirinya dan tiga saudaranya semakin kuat dan saling membantu dalam meraih cita-cita.
Selepas sekolah dasar (SD), Cahyadi yang berasal dari Desa Pamasalak, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, tersebut harus berpisah dari orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Bandar Lampung. Hidup mandiri jauh dari orang tua sejak muda, mengasah Cahyadi menjadi sosok perencana dan berpikir bagaimana dapat mencapai target-target yang sudah disusunnya.
Hidup mandiri di perantauan, menurutnya tak mudah. Apalagi ia juga mengalami kendala dalam keuangan. Tak jarang, ia harus berjalan kaki cukup jauh dari sekolah ke rumah.
“Awal SMP prestasi saya biasa saja, baru di kelas tiga SMP sudah membaik dan sudah menakar kemampuan. Saya ingin melakukan sesuatu yang terbaik,” kenang dia.
Baru pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), dirinya mulai menunjukkan prestasi dengan menjadi lulusan terbaik dan berprestasi pada bidang akademik. Berbekal prestasi tersebut, dengan percaya diri dia mengikuti sejumlah tes sekolah kedinasan dan tes masuk perguruan tinggi impiannya yakni UGM dan ITB. Sayangnya, ia tak lulus seleksi ujian masuk.
“Ikut seleksi STAN tidak lulus. Lalu kemudian ikut seleksi UGM dan ITB untuk program studi teknik kimia dan tidak lulus juga. Mengapa kimia, karena ketika SMA saya menonjol di mata pelajaran itu,” kata Cahyadi.
Gagal dalam seleksi masuk perguruan tinggi, membuat Cahyadi berpikir ulang dalam memilih program studi. Ia kemudian memilih program studi Produksi Ternak UGM, salah satu alasannya karena ia juga menyukai mata pelajaran biologi. Alasan lainnya berawal melihat ayam cemani yang hitam legam.
“Terbersit angan-angan untuk merekayasa agar ayam cemani tersebut hitam legam sampai ke darah dan dagingnya. Jika direkayasa, harganya bisa ratusan juta rupiah per ekor. Ayam hitam ini berguna bagi dunia perdukunan. Astaghfirullah, apa jadinya kalau betul-betul jadi supplier ayam hitam buat hal-hal mistik penuh dosa,” kenangnya sembari tertawa.
Diterima di UGM, Cahyadi harus berpikir keras bagaimana melanjutkan kuliah dengan dana yang terbatas. Ia pun menjadi pemburu beasiswa selama berkuliah di UGM. Berbagai beasiswa dicobanya. Salah satu beasiswa yang didapatkannya adalah beasiswa dari Tanoto Foundation. Cahyadi merupakan angkatan pertama penerima beasiswa tersebut. Ia harus mengakui tak mudah untuk mendapatkan beasiswa tersebut, sejumlah tes harus dilalui mulai dari administrasi, psikotes, hingga wawancara.
Selain mendapatkan beasiswa yang meliputi pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) dan biaya hidup, juga didatangkan pembicara nasional untuk memotivasi penerima beasiswa.
“Saya ingat betul saat itu yang menjadi pembicara adalah Prof Rhenald Kasali. Dampaknya saat itu luar biasa dengan mendatangkan pembicara tingkat nasional, betul-betul menginspirasi kami sebagai mahasiswa.” ucapnya.
Selain itu, ia juga tergabung dalam komunitas penerima beasiswa. Menurut dia, lingkaran pertemanan sangat mendukung kelancaran studi dan kesuksesan seseorang. Itu sebabnya lingkaran pertemanan sangat berperan dalam membentuk seseorang di masa depan.
Bahkan hingga saat ini, pengalaman mengikuti seleksi untuk penerima beasiswa masih membekas di benaknya dan menjadi bekal dalam mengikuti seleksi beasiswa lainnya.
“Wawancara merupakan poin terpenting dalam seleksi beasiswa maupun seleksi kerja. Pada kesempatan wawancara ini, kita bisa meyakinkan bahwa kita layak menjadi penerima beasiswa,” kata dia menambahkan.
Selepas menamatkan studi sarjana di UGM, Cahyadi melanjutkan studi magister di UGM dan doktoral di Chungnam National University, Korea Selatan. Semuanya diraihnya melalui beasiswa. Menempuh studi di Korea Selatan memiliki tantangan tersendiri, karena budaya kerja yang berbeda dengan di Tanah Air. Kondisi itu membuatnya terbiasa bekerja cepat dan tepat.
Selain meneliti tentang sapi, riset Cahyadi selama menempuh studi di Negeri Ginseng pada 2012-2015 tersebut fokus pada ayam kampung Korea Selatan. Cahyadi berpendapat peternakan merupakan salah satu penyokong tercapainya ketahanan pangan di Tanah Air. Dalam kesempatan itu, ia berpesan agar generasi muda tidak menyerah dalam meraih cita-cita meskipun ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi.
Bantu mahasiswa wujudkan mimpi
Saat ini, alumni penerima beasiswa yang kini bernama Transformasi Edukasi untuk Melahirkan Pemimpin Masa Depan (TELADAN) tersebut, sudah berkiprah di berbagai bidang baik di Tanah Air maupun di kancah global.
Melalui program beasiswa kepemimpinan tersebut, pemberi beasiswa memilih sekitar 150 hingga 175 mahasiswa tiap tahunnya dari berbagai universitas mitra. Program ini bertujuan untuk menghasilkan pemimpin yang berdampak dan memberikan kontribusi yang berarti kepada masyarakat.
Berbeda dengan beasiswa lainnya, beasiswa TELADAN yang diberikan tidak hanya sebatas pemberian biaya kuliah dan biaya hidup tetapi juga dilengkapi dengan sejumlah bekal untuk mengasah kemampuan nonteknis penerima beasiswa. Mahasiswa yang terpilih akan menjalani program TELADAN selama 3,5 tahun hingga yang bersangkutan lulus di semester delapan. Hal itu dilakukan mengingat penerimaan beasiswa itu diberikan sejak mahasiswa menempuh semester dua.
Sejumlah manfaat yang didapatkan diantaranya dukungan pengembangan kepemimpinan yang dirancang melalui beberapa tahap diantaranya lead self (semester dua hingga empat), lead others (semester lima hingga tujuh), profesional preparation (semester delapan), dan alumni engagement & development.
Dalam pemberian beasiswa ini tidak ada ikatan dinas. Saat ini, terdapat 10 perguruan tinggi yang menjadi mitra yakni Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Universitas Riau, Universitas Sumatera Utara, Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, Universitas Mulawarman, Universitas Hasanuddin, dan Universitas Brawijaya.
Pada perjalanannya, program TELADAN juga telah mendapatkan berbagai penghargaan dan rekognisi. Penghargaan yang terakhir diterima adalah pada tahun 2023 dari Bappenas sebagai Best Practice Philanthropy program atas kontribusinya dalam pencapaian SDGs goal 4.4 yaitu meningkatkan jumlah pemuda dan orang dewasa yang memiliki keterampilan yang relevan, termasuk keterampilan teknis dan kejuruan, untuk mendapatkan pekerjaan, pekerjaan yang layak, dan kewirausahaan.
Ke depan, beasiswa tersebut diharapkan dapat terus berkembang dan dapat menjadi model dalam skema pemberian beasiswa di Tanah Air. Tidak menutup kemungkinan pemberi beasiswa berkolaborasi dengan banyak pihak, sehingga jangkauan manfaat dari pemberian beasiswa itu semakin luas dan dirasakan oleh banyak mahasiswa.