Jakarta (ANTARA) - Tumpukan bambu menumpuk di Saringan Sampah Segmen TB Simatupang, Jakarta, beberapa di antaranya masih tertempel alat peraga kampanye (APK) sisa-sisa pesta demokrasi atau Pemilu, 14 Februari 2024.
"APK itu semua yang berbentuk organik berati kayu atau bambu itu semua di-drop ke sini dari seluruh lima wilayah Jakarta, semua dibuang ke sini. Semuanya berbentuk kayu dan bambu," ujar Koordinator Saringan Sampah Segmen TB Simatupang, Adhitya Oktabery ketika ditemui ANTARA di Jakarta, Senin (19/2).
Tidak main-main, jumlah sampah jenis APK yang masuk ke salah satu fasilitas pengelolaan sampah terbaru milik DKI Jakarta itu sekitar 17 ton dalam periode 11-15 Februari 2024. Mayoritas berupa kayu dan bambu, yang masuk jenis organik, tapi masih terdapat beberapa sisa-sisa poster dan baliho berbahan plastik yang rekat.
Belasan ton sampah itu tengah diproses untuk dapat dimanfaatkan kembali. Sebagian besar diolah setelah melalui proses pencacahan, sementara batang bambu dan kayu yang masih utuh digunakan kembali di sekitar fasilitas, termasuk pagar sederhana di beberapa titik fasilitas itu.
Batang kayu dan bambu yang tidak memungkinkan digunakan kembali, kemudian dicacah oleh mesin dan diproses menjadi kompos atau refuse derived fuel (RDF) yang digunakan sebagai alternatif energi, termasuk listrik dan panas.
Sebagian besar sampah APK itu juga kemudian diproses menjadi kompos, yang hasilnya dapat digunakan tanpa harus membeli dan dapat diambil oleh warga untuk dimanfaatkan secara gratis. Masyarakat juga bisa menukarnya dengan sampah organik yang dihasilkan di rumah untuk mendapatkan kompos tersebut.
Proses pengelolaan sampah APK itu sendiri tidak mudah, menggunakan alat berat, seperti ekskavator yang mengambil bambu dan kayu dari tumpukan besar, dan memindahkannya ke mesin pencacah untuk memudahkan proses pemanfaatannya menjadi bentuk yang lain. Begitu juga dengan proses pencacahan menggunakan alat berat, yang mentransformasi bambu menjadi serpihan kecil.
Saringan Sampah Segmen TB Simatupang sendiri merupakan salah satu fasilitas yang dijalankan oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menjadi garda terdepan untuk mendukung upaya pengurangan dan pengelolaan sampah Indonesia. Fasilitas itu mulai beroperasi pada 2023.
Pemerintah menargetkan untuk mencapai pengurangan sampah sebesar 30 persen dan penanganan sampah dengan benar 70 persen dari total timbulan sampah pada 2025, seperti yang tercantum pada Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional tentang Pengelolaan Sampah.
Adhitya mengakui masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui pentingnya pemilahan dan pengurangan sampah dari asalnya. Terlihat dari masih banyaknya sampah yang berakhir di Sungai Ciliwung ditangani oleh Saringan Sampah Segmen TB Simatupang, yang mampu mencegah 230 meter kubik sampah setiap harinya.
Banyak masyarakat yang tidak tahu sampah itu bukanlah barang yang memang sudah tidak bisa dipakai. Seharusnya dari sampah itu kita harus memiliki pola pikir sebagai barang yang belum termanfaatkan.
Pemanfaatan sampah
Semangat pemanfaatan sampah itu pula yang ingin terus didorong oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Terlihat peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2024, diperingati setiap 21 Februari, yang tahun ini mengusung tema "Atasi Sampah Plastik dengan Cara Produktif".
Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengingatkan bahwa pengelolaan sampah menjadi salah satu langkah penting untuk menekan sampah yang berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Sekaligus mencegah terulangnya kembali tragedi yang menjadi latar belakang HPSN, ketika longsor sampah di TPA Leuwigajah di Jawa Barat, yang menewaskan lebih dari 140 orang.
Langkah pengelolaan dan pengurangan, kemudian menjadi semakin penting setelah 35 TPA terbakar di sepanjang 2023 yang berbahaya karena memiliki potensi menimbulkan zat beracun terhadap manusia dan lingkungan.
Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) KLHK memperlihatkan terdapat 17,77 juta ton sampah per tahun pada 2023. Dari jumlah itu, yang berhasil dikelola 66,81 persen, di antaranya, dengan 33,19 persen masuk dalam kategori tidak terkelola.
Rumah tangga masih menjadi sumber sampah terbesar, yaitu 38,9 persen dari total timbulan sampah, dengan sisa makanan menjadi jenis sampah yang terbanyak.
Untuk sampah anorganik, atau yang sulit terurai secara alami, plastik menjadi jenis sampah yang terbanyak dibuang dengan persentase 18,77 persen dari total timbulan sampah pada 2023.
Melihat jumlah sampah yang belum terkelola dan menghindari terulangnya peristiwa Leuwigajah serta kebakaran kembali terjadi di TPA, maka pemanfaatan kemudian terus didorong. Apalagi mengingat Indonesia berencana tidak akan ada lagi pembangunan TPA baru pada 2030.
Untuk mengurangi sampah yang sudah ada di TPA, rencananya akan digunakan metode penambangan sampah untuk menjadi sumber energi. Untuk mengurangi timbulan baru didorong pemanfaatanya, salah satunya dengan optimalisasi bank sampah.
Saat ini, KLHK memiliki pola-pola pekerjaan atau pendekatan sirkular ekonomi. Secara sederhana sirkular ekonomi itu adalah bagaimana sampah atau limbah tidak terbuang ke lingkungan, tapi bisa dipakai sebagai sumber daya. Oleh karena itu KLHK gencar mengatakan, "Ayo pilah sampah dari rumah".
Bank sampah dapat mendukung upaya pemerintah untuk mengurangi sampah dengan menerima sampah terpilah dari rumah tangga penghasil sampah. Hasil pilahan yang dibawa masyarakat kemudian dapat disalurkan kepada pihak yang membutuhkan, termasuk industri daur ulang.
Sampai dengan 2023 sendiri terdapat 25.540 unit bank sampah yang tersebar di Nusantara.
KLHK kemudian mendukung optimalisasi pengelolaan sampah oleh bank sampah dengan peluncuran "Buku Panduan Bank Sampah", terutama untuk mendorong semakin banyak bahan baku sampah yang dapat diambil oleh industri, yang memiliki standar untuk bahannya.
Diharapkan bank sampah itu menjadi jembatan antara masyarakat yang sudah memillah, kemudian memilah dengan baik, ditaruh di bank sampah, kemudian ada yang membeli sampah-sampah yang ada di bank sampah.
Dengan kolaborasi antara pemerintah pusat yang membuat regulasi dan pengawasan, pemerintah daerah yang mendukung pelaksanaan di lapangan dan masyarakat, baik individu maupun kelompok, maka mimpi mencapai pengelolaan sampah yang lebih baik di Indonesia dapat tercapai.