Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Tb. Haeru Rahayu di Jakarta, Selasa, mengatakan, sistem tersebut berupa Sistem Informasi Pengelolaan Lobster Kepiting dan Rajungan (Siloker) yang terintegrasi, sehingga dapat diakses pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga kelompok nelayan penangkap BBL.
"Aplikasi ini kami siapkan sebagai implementasi Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan yang telah terbit belum lama ini,” ungkapnya.
Dengan Siloker, kata dia, nelayan akan lebih mudah dalam mengusulkan kelompok dan memperoleh kuota penangkapan BBL yang penetapannya diberikan Dinas Kelautan Perikanan (DKP) provinsi kepada kelompok nelayan/kelompok usaha bersama (KUB). Penetapan diperoleh setelah diverifikasi dan direkomendasikan oleh DKP Kabupaten/Kota yang semuanya dilakukan secara elektronik.
Aplikasi ini menurut Tebe, akan memudahkan nelayan memperoleh surat keterangan asal (SKA) mulai dari pengajuan hingga penerbitannya. SKA digunakan untuk memastikan ketertelusuran (traceability) produk hasil tangkapan nelayan.
“SIstem ini juga ada menu untuk pendataan hasil tangkapan BBL, sehingga selain ketertelusuran, kami juga memantau dan mengetahui berapa besar potensi BBL yang dimanfaatkan nelayan,” imbuh Tebe.
Untuk dapat mengakses sistem tersebut, para nelayan terlebih dahulu memiliki nomor induk berusaha (NIB) dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Penangkapan/Pengambilan Induk/Benih Ikan di Laut (03115) dan bergabung dalam KUB minimal 10 orang. Setiap satu KUB akan diberikan satu akun yang dapat diperoleh setelah melakukan registrasi dalam aplikasi Siloker.
Baca juga: Jaga kelestarian, Kuota wisata di kawasan konservasi nasional kini diatur
Baca juga: Sebanyak 80 persen nelayan Mataram gunakan alat tangkap ramah lingkungan
“Tidak perlu khawatir nelayan akan kesulitan karena pendampingan akan kami lakukan dengan melibatkan para penyuluh perikanan dan Dinas Kelautan dan Perikanan di daerah,” pungkas Tebe.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan KKP melakukan perubahan tata kelola BBL.
Perubahan tata kelola ini bertujuan untuk membangun Indonesia sebagai rantai pasok global komoditas lobster dunia dan meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).