Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyebutkan, sekitar 80 persen nelayan di Mataram menggunakan alat tangkap ramah lingkungan sebagai upaya menjaga keanekaragaman hayati laut.
"Selain itu, untuk mencegah kerusakan habitat laut serta meningkatkan kualitas produk perikanan yang dihasilkan," kata Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Mataram Emir Rumair di Mataram, Sabtu.
Data DKP Kota Mataram menyebutkan, jumlah nelayan di Kota Mataram tercatat sekitar 1.600 nelayan terdiri atas 1.100 nelayan murni dan 500 buruh nelayan termasuk pedagang.
Selama ini, lanjut Emir, nelayan di Kota Mataram rata-rata menggunakan alat tangkap ramah lingkungan seperti pancing ulur, pancing rawai, dan jaring insang.
Nelayan Kota Mataram rata-rata merupakan nelayan dengan jenis hasil tangkapan ikan tongkol. Pada zona utara nelayan Mataram sebagian besar menggunakan jaring insang sedangkan zona utara menggunakan pancing ulur dan pancing rawai.
Hanya saja, sejauh ini masih ada nelayan yang menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan salah satunya menggunakan pukat tarik atau jaring pantai yang ditarik menggunakan kapal atau orang.
Jaring pantai ini tidak ramah lingkungan karena menyeret dasar perairan termasuk ukuran mata jaring yang tidak sesuai.
"Jadi semua jenis ikan dan biota laut lainnya bisa tertangkap termasuk ikan-ikan kecil," katanya.
Baca juga: Polisi imbau nelayan di Lombok Tengah tak gunakan bom saat melaut
Terkait dengan itu, untuk meminimalkan penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan tersebut, pihaknya aktif memberikan pembinaan melalui tim penyuluh perikanan dengan sosialisasi kepada para nelayan.
Terutama terkait penggunaan alat tangkap ramah lingkungan dan tidak ramah lingkungan sebab setiap ada usulan bantuan ke pemerintah pusat hal pertama yang dilihat adalah jenis alat tangkap yang digunakan nelayan setempat.
"Jika nelayan banyak menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan, maka usulan kita tidak ditanggapi oleh kementerian," katanya.
Selain itu, DKP juga mengoptimalkan peran dari Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) untuk mengawasi nelayan dari luar yang menangkap ikan di perairan Mataram dan tidak menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.
Seperti menggunakan jaring muroami yang ditebar di atas karang-karang kemudian karang dipukul-pukul untuk mendapatkan ikan karang seperti ekor kuning atau kerapu yang memiliki nilai jual tinggi.
Baca juga: Nelayan di Mataram diimbau adaptif pada potensi gelombang pasang
"Tapi Alhamdulillah, sekarang sudah tidak ada," katanya.
Keberadaan Pokmaswas di tiga zona perairan Pantai Kota Mataram yakni zona selatan, tengah, dan zona utara dinilai efektif untuk meminimalkan penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan dan melaporkan ke DKP ketika ada indikasi pelanggaran tersebut.
"Termasuk untuk larangan penggunaan bom ikan. Kendati sejauh ini belum pernah terjadi karena garis pantai kita relatif pendek sehingga gampang diawasi," katanya.
Emir menambahkan, sejauh ini produksi ikan pada triwulan pertama tahun 2024 masih aman dan sesuai target dengan produksi sekitar 600 ton.
"Sementara target produksi ikan tangkap tahun 2024, sebesar 2.300 ton," katanya.
Berita Terkait
Indonesia-Inggris bahas mengembangkan teknologi kelautan dan perikanan
Rabu, 6 November 2024 5:58
BKKPN pastikan pencabutan izin TCN di Gili Trawangan sudah sesuai prosedur
Senin, 14 Oktober 2024 17:03
KKP suarakan pentingnya jaga kesehatan laut
Sabtu, 12 Oktober 2024 4:04
IMO tetapkan Nusa Penida Bali dan Gili Matra NTB sebagai kawasan laut sensitif
Jumat, 11 Oktober 2024 4:35
KKP cabut izin PRL PT TCN di Gili Trawangan Lombok
Jumat, 4 Oktober 2024 15:52
Alhamdulillah!! NTB raih penghargaan penataan ruang laut dari KKP.
Jumat, 27 September 2024 11:08
Ekonomi Biru wujudkan Indonesia setara dengan negara maju
Jumat, 27 September 2024 7:01
KKP tingkatkan kemampuan kelola aset
Selasa, 24 September 2024 5:53