Menperin Agus di Jakarta, Rabu mengatakan, kolaborasi itu merupakan solusi untuk peningkatan penggunaan kosmetik berbahan baku natural dalam negeri, mengingat konsumsi perkapita kosmetik di Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara kompetitor, seperti Thailand dan Malaysia.
Pihaknya mencatat dari Rp150 triliun produk domestik bruto (PDB) yang dihasilkan oleh industri bahan kimia, termasuk sektor kosmetik, baru sekitar 30 persen berasal dari nilai tambah industri nasional, sedangkan sebesar 70 persen merupakan produk olahan impor.
Padahal menurutnya, potensi industri agro untuk pengembangan sektor tersebut cukup besar, hal itu dapat dilihat dari adanya 30.000 jenis tanaman yang berkhasiat untuk dijadikan bahan baku kosmetik.
"Peluang ini harus dimanfaatkan oleh industri lokal untuk menciptakan keunikan dan daya saing baru produk kosmetik lokal,” kata dia.
Baca juga: Indonesia bahas langkah kurangi emisi karbon
Baca juga: Isuzu dan Toyota menanggapi Menperin soal impor D-cab
Baca juga: Indonesia bahas langkah kurangi emisi karbon
Baca juga: Isuzu dan Toyota menanggapi Menperin soal impor D-cab
Pihaknya memproyeksikan pendapatan dari penjualan kosmetik natural atau yang menggunakan bahan baku dari alam secara global diperkirakan akan tumbuh dengan rata-rata 6.85 persen hingga tahun 2028. Sedangkan, pendapatan nasional dari industri kosmetik natural diperkirakan tumbuh dengan rata-rata 5.9 persen di periode yang sama.
Ia menilai melalui kolaborasi tersebut, diharapkan penggunaan kosmetik berbahan baku natural bisa mendominasi pasar dalam negeri, sehingga secara langsung bisa menarik minat investasi perusahaan kosmetik multinasional.
"Ini adalah potensi yang bisa diraih di Indonesia. Karenanya, saya meminta kepada multinational brands yang bergerak di industri kosmetik dan selama ini hanya melihat Indonesia sebagai pasar untuk mulai berinvestasi di sini,” ujar Menperin Agus.