Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mendorong iklim investasi melalui pembentukan Bank Tanah, sebagai badan khusus yang bertujuan untuk mengelola tanah, dan berfungsi melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah.
Hal itu disampaikan Bamsoet saat menjadi pembicara secara daring dalam Seminar Nasional Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Jayabaya di Jakarta, Sabtu.
Dia mengatakan hal itu dilakukan untuk menghadapi persaingan global yang semakin kompetitif, mewujudkan iklim investasi yang positif adalah tantangan yang harus dihadapi.
"Dengan terbentuknya Badan Bank Tanah akan dapat menjamin ketersediaan tanah untuk kepentingan umum, sosial, pembangunan, pemerataan ekonomi dan reformasi agraria, serta mendukung investasi. Tanah menjadi aset yang disimpan dan dicadangkan untuk kepentingan pembangunan," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, peran dan fungsi Badan Bank Tanah seperti halnya land banking yang dapat menjadi solusi atau jawaban dalam pengadaan tanah untuk kepentingan investasi.
Hal itu dapat mendukung tujuan reformasi agraria dalam mewujudkan pelayanan pertanahan yang modern. Antara lain melalui penerbitan sertifikat hak atas tanah secara elektronik.
"Sertifikasi secara elektronik akan menjadi landasan perubahan pola pikir masyarakat kita, bahwa digitalisasi dapat dimanfaatkan dalam berbagai dimensi kehidupan. Termasuk dalam dokumentasi kepemilikan tanah. Sertifikat elektronik ini menghadirkan beberapa kemanfaatan, antara lain jaminan validitas informasi dokumen yang ter-enkripsi, kemudahan proses verifikasi secara digital, kecepatan dalam pelacakan dokumen, serta jaminan dan kepastian hukum," papar Bamsoet.
Baca juga: Perjuangan Palestina bagian implementasi Pancasila
Baca juga: Ketua MPR mendukung kerja sama sister city Astana dan IKN
Dia menambahkan, saat ini masih ada berbagai pandangan kontra terhadap kehadiran bank tanah yang pada umumnya terbagi dalam tiga persoalan.
Pertama, tumpang tindihnya regulasi yang ada. Kedua, belum adanya peraturan teknis yang lebih detail untuk penerapan operasional-nya di daerah. Ketiga, pembentukan bank tanah belum tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat, sehingga menimbulkan asumsi dan persepsi yang beragam.
"Untuk menjawab ketiga persoalan tersebut, titik tekan-nya yakni dengan mengedepankan prinsip bahwa kehadiran bank tanah harus menjadi bagian dari solusi untuk menjawab berbagai persoalan agraria, dan bukan menambah persoalan baru. Perlu ada sinergi dan keseimbangan dalam pengelolaan agraria, baik sebagai penopang kebutuhan dasar rakyat, sebagai sumber perekonomian rakyat, maupun sebagai aset investasi pembangunan yang potensial," tuturnya.