Kredit macet BPR di NTB Rp88 miliar

id Kredit Macet BPR,OJK NTB

Kredit macet BPR di NTB Rp88 miliar

.

Persentase kredit macet pada triwulan I/2018 lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 12,26 persen
Mataram (Antaranews NTB) - Kredit macet atau "non performing loan" (NPL) bank perkreditan rakyat (BPR) konvensional di Nusa Tenggara Barat mencapai Rp88 miliar atau 14,16 persen pada triwulan I 2018.

"Persentase kredit macet pada triwulan I/2018 lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 12,26 persen," kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTB Farid Faletehan di Mataram, Kamis.

Menurut dia, meningkatnya kredit macet BPR konvensional disebabkan manajemen bank belum sepenuhnya menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit.

Faktor kondisi ekonomi juga ikut mempengaruhi kemampuan debitur untuk mengembalikan pinjaman bank.

Berbeda dengan BPR syariah, kata Farid, persentase "non performing finance" (NPF) atau pembiayaan bermasalah senilai Rp9 miliar atau 4,10 persen pada triwulan I/2018. Angka tersebut menurun dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar 6,42 persen.

"Dari 32 BPR di NTB, hanya 3 yang syariah dan seluruhnya relatif bagus dari sisi kinerja pembiayaan dan kredit bermasalah," ujarnya.

Sebagai otoritas, OJK NTB sangat memberi perhatian terhadap kualitas penyaluran kredit BPR konvensional yang persentasenya sangat tinggi dan jauh dari batas maksimum NPL sebesar 5 persen.

Oleh sebab itu, salah satu teroboson yang dilakukan adalah mendatangkan beberapa pemilik BPR di Pulau Jawa, yang dinilai berhasil membangun bisnis simpan-pinjam. Misalnya BPR Surya Yudha di Banjarnegara, pada 2017.

Narasumber dari salah satu BPR terbesar di Jawa Tengah itu, memberikan motivasi kepada para pengurus BPR di NTB, agar terus bersemangat membangun bisnis di tengah persaingan industri perbankan yang semakin ketat.

"Pemilik BPR Surya Yudha menceritakan bagaimana strateginya membangun bisnis sejak 1992 dengan modal hanya Rp1 miliar menjadi Rp1,2 triliun sekarang ini," ucap Farid.

OJK NTB juga mendatangkan salah satu BPR dengan kinerja yang sangat bagus di Klaten, Jawa Tengah. Pengurus BPR tersebut memberikan pemahaman tentang bagaimana caranya menarik pinjaman dari debitur yang enggan membayar utangya.

Salah satunya adalah menempuh jalur hukum dengan melayangkan gugatan pidana ke pengadilan. Dari pengalamannya, proses hukum hanya berlangsung paling lama 60 hari sehingga bunga pinjaman berjalan tidak bertambah terus.

Cara lain yang diberikan adalah melakukan pelelangan atas aset yang dijaminkan oleh debitur yang kredit/pembiayaannya bermasalah.

"Kedua cara tersebut belum pernah dilakukan oleh pengurus BPR di NTB, makanya nilai kredit/pembiayaan bermasalah tetap tinggi. Tapi, setelah diberikan pencerahan, sepertinya ada terbangun motivasi," katanya.

OJK NTB juga akan memperketat pengawasan terhadap BPR yang belum sepenuhnya menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit/pembiayaan. Pasalnya, ada beberapa bank yang kondisinya perlu mendapat perhatian serius karena persentase kredit bermasala tergolong sangat tinggi. (*)