PN Mataram agendakan sidang empat terdakwa korupsi RS Pratama

id sidang korupsi, korupsi rs pratama manggelewa, kejati ntb, pengadilan mataram,PN Mataram,korupsi,RS Pratama Manggelewa

PN Mataram agendakan sidang empat terdakwa korupsi RS Pratama

Salah seorang tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan proyek RS Pratama Manggelewa, Kabupaten Dompu, berinisial BB masuk ke kendaraan tahanan kepolisian untuk menjalani penitipan penahanan jaksa di Rutan Polda NTB usai mengikuti pelaksanaan tahap dua di Kantor Kejati NTB, Mataram, Kamis (11/7/2024). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengagendakan sidang perkara milik empat terdakwa korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama Manggelewa, Kabupaten Dompu pada 5 September 2024.

"Berdasarkan penetapan ketua pengadilan, agenda sidang empat terdakwa diadakan pada hari yang sama, Kamis (5/9) pekan mendatang," kata Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo di Mataram, Kamis.

Begitu juga dalam penetapan susunan majelis hakim, Ketua Pengadilan Negeri Mataram menunjuk I Ketut Somanasa sebagai hakim ketua dengan hakim anggota Irlina dan Irawan.

Empat terdakwa yang telah terbit agenda sidangnya adalah terdakwa Christin Agustiningsih, Maman, Fery, dan Benny Burhanuddin.

Perkara milik empat terdakwa teregistrasi pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Mataram pada Rabu (28/8).

Baca juga: Korupsi RS Pratama, terungkap peran Sekda Dompu saat jabat kadikes

Dalam uraian register perkara milik empat terdakwa, tercatat ada 12 jaksa penuntut umum (JPU) yang akan mengawal persidangan, gabungan Kejari Dompu dan Kejati NTB.

Mereka yang bertugas sebagai JPU adalah Ilham Sopian Hadi, Himawan Sutanto, Joko Eko Waluyo, Muhammad Faisal Riski, Baiq Dewi Amanda, Dian Purna, Sahdi, Ema Muliawati, Budi Tridadi Wibawa, Muhamad Mauludin, Fajar Alamsyah Malo, dan Fajar Adi Putra.

Empat terdakwa dalam perkara ini telah menjalani penitipan penahanan di lokasi berbeda. Untuk Maman, Fery, dan satu lagi tersangka yang belum masuk ke persidangan bernama Muh. Kadafi Marikar menjalani penahanan di Lapas Kelas IIA Lombok Barat.

Untuk terdakwa Christin Agustiningsih dititip di Lapas Perempuan Kelas III Mataram, dan Benny Burhanuddin menjalani penitipan penahanan jaksa penuntut umum di Rutan Polda NTB.

Baca juga: Kejati NTB tahan lima tersangka korupsi pembangunan RS Pratama Dompu

Perkara ini datang dari hasil penyidikan Polda NTB yang dimulai sejak tahun 2020. Ketika berstatus tersangka di tahap penyidikan, Polda NTB belum pernah melakukan penahanan kepada lima orang tersebut.

Dari hasil penyidikan telah terungkap adanya kerugian keuangan negara hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB Rp1,35 miliar dari nilai proyek Rp15,67 miliar.

BPKP mendapatkan angka tersebut dari hasil cek fisik pekerjaan proyek oleh tim ahli konstruksi dan geoteknik tanah dari Fakultas Teknik Universitas Mataram. Tim ahli menemukan adanya kekurangan volume pekerjaan sehingga kualitas bangunan RS Pratama Manggelewa berkurang dan tidak sesuai spesifikasi perencanaan.

Dari penetapan tersangka, penyidik menerapkan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: Lima tersangka korupsi RS Pratama Dompu dilimpahkan ke kejaksaan

Lima tersangka dalam kasus ini punya peran berbeda. Tersangka Maman merupakan kuasa pengguna anggaran (KPA) yang merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dari Dinas Kesehatan Dompu.

Tersangka Muh. Kadafi Marikar merupakan direktur PT Sultana Anugrah asal Makassar. Perusahaan milik Kadafi ini sebagai pemenang lelang dan pelaksana proyek.

Selanjutnya, tersangka Benny sebagai pelaksana proyek di lapangan yang mengatasnamakan PT Sultana Anugrah.

Baca juga: Kejaksaan nyatakan berkas korupsi proyek rumah sakit di Dompu lengkap

Untuk tersangka Christin merupakan direktur CV Nirmana Consultant yang menjalankan tugas pengawas proyek.

Tersangka Fery merupakan konsultan perencana proyek dari CV Fiscon. Perusahaan tersebut dinilai penyidik tidak memenuhi kualifikasi sebagai sebagai konsultan perencana, mengingat Fery mendapat penunjukan dari pemenang lelang perencanaan proyek dari almarhum Ika Taruna Sumarprayono.

Fery turut terungkap sebagai pelaksana di lapangan dalam hal pengawasan yang berada di bawah perusahaan milik tersangka Chirstin, yakni CV Nirmana Consultant.