Korupsi RS Pratama, terungkap peran Sekda Dompu saat jabat kadikes

id korupsi rs pratama manggelewa, kadiskes dompu, sekda dompu, polda ntb, kejati ntb

Korupsi RS Pratama, terungkap peran Sekda Dompu saat jabat kadikes

Jaksa memeriksa salah seorang tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan RS Pratama Manggelewa berinisial MM (kedua kanan) dengan pendampingan kuasa hukum, Rusdiansyah (kanan) dalam kegiatan tahap dua di Gedung Kejati NTB, Mataram, Kamis (11/7/2024). (ANTARA/HO-Kejati NTB)

Mataram (ANTARA) - Rusdiansyah sebagai kuasa hukum tersangka berinisial MM menyampaikan bahwa kliennya bukan pejabat Kepala Dinas Kesehatan (Kadikes) Dompu saat pelaksanaan pengadaan proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama Manggelewa tahun anggaran 2017.

"Waktu itu, klien kami ini hanya kabid (kepala bidang) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinas Kesehatan Dompu. Meskipun beda bidang, klien kami ditunjuk bupati sebagai KPA (kuasa pengguna anggaran) proyek," kata Rusdiansyah di Mataram, Kamis.

Untuk pejabat pengguna anggaran (PA) dalam periode 2017 yang berwenang menetapkan PPK, jelas dia, adalah Gatot Gunawan Perantauan Putra yang kini menduduki jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Dompu.

"Jadi, PA waktu itu Pak Gatot, sekda sekarang. Dia sebagai kepala dinas sekaligus PA yang dapat menetapkan PPK untuk proyek pembangunan rumah sakit itu. Klien kami jadi kadikes itu tahun 2021, sekarang Kepala BKKBN Dompu," ujarnya.

Perihal pernyataan pihak Polda NTB yang menyebut biang kerok dari munculnya kekurangan volume pekerjaan pada proyek tersebut akibat penunjukan konsultan perencana yang tidak memenuhi kualifikasi berada di bawah kuasa Kadikes Dompu.

"Perencanaan proyek ini 'kan tahun 2016, waktu itu PA dan KPA-nya kadikes, Pak Gatot. Dialah yang memiliki kewenangan sebagai PA sekaligus KPA menunjuk konsultan perencana yang disebut Polda NTB tidak memenuhi kualifikasi," ucap dia.

Usai perencanaan selesai, bupati kala itu Bambang Yasin kemudian menunjuk tersangka MM sebagai KPA proyek pembangunan rumah sakit tersebut, sesuai Pasal 9 huruf g Perpres Nomor 12 tahun 2021 bahwa PA bertugas dan punya wewenang untuk menetapkan tugas PPK.

"Jadi, klien kami ini mendapat delegasi dari Bupati sebagai KPA. Memang dalam Pasal 10 ayat (5) Perpres Nomor 12 tahun 2021, KPA dapat merangkap sebagai PPK, tetapi itu harus tetap ada penetapan dari PA sesuai Pasal 9 huruf g Perpres Nomor 12 tahun 2021" ujarnya.

Perihal adanya pencairan anggaran proyek oleh tersangka MM dalam jabatan sebagai KPA, menurut dia hal tersebut sudah menjadi kewajiban dalam menjalankan tugas.

"Itu pencairan sesuai dengan hasil rekomendasi bidang teknis, dan sudah melalui tahap pengawasan dan pemeriksaan tim di lapangan, jadi ada tahapan sebelum akhirnya klien kami ini menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM)," kata dia.

Perihal hasil ahli konstruksi dan geoteknik tanah dari Fakultas Teknik Universitas Mataram yang menyatakan bangunan RS Pratama Manggelewa terancam ambruk karena adanya kekurangan volume pekerjaan, Rusdiansyah melihat hal tersebut berlawanan dengan kondisi terkini rumah sakit.

"Proyek ini 'kan tahun 2017, katanya mau ambruk sampai mau dipasang police line di sana, tetapi sampai sekarang bisa dilihat operasional rumah sakit masih jalan. Bahkan, tipe dari rumah sakit ini sudah naik dari sebelumnya tipe D jadi tipe C, Dimana salah satu syarat naiknya tipe rumah sakit ini adalah kelayakan bangunan," ujar dia.

Lebih lanjut, Rusdiansyah menegaskan pihaknya akan menguraikan pernyataan tersebut secara lengkap ke hadapan majelis hakim persidangan.

"Nanti semuanya akan kami sampaikan di persidangan," ucap dia.

Baca juga: Kejaksaan nyatakan berkas korupsi proyek rumah sakit di Dompu lengkap

Polda NTB dalam penanganan kasus yang dimulai sejak tahun 2020 ini menetapkan MM sebagai tersangka bersama empat orang lainnya.

Tersangka lain, berinisial MKM merupakan direktur PT Sultana Anugrah asal Makassar. Perusahaan milik MKM sebagai pemenang lelang dan pelaksana proyek.

Selanjutnya, tersangka BB sebagai pelaksana proyek di lapangan yang mengatasnamakan PT Sultana Anugrah.

Untuk tersangka CA merupakan direktur CV Nirmana Consultant yang menjalankan tugas pengawas proyek.

Tersangka FR merupakan konsultan perencana proyek dari CV Fiscon. Perusahaan tersebut dinilai penyidik tidak memenuhi kualifikasi sebagai sebagai konsultan perencana, mengingat FR mendapat penunjukan dari pemenang lelang perencanaan proyek dari almarhum Ika Taruna Sumarprayono.

FR turut terungkap sebagai pelaksana di lapangan dalam hal pengawasan yang berada di bawah perusahaan milik tersangka CA, yakni CV Nirmana Consultant.

Baca juga: Kadikes Dompu jadi tersangka kasus korupsi pembangunan RS

Dari hasil penyidikan telah terungkap adanya kerugian keuangan negara hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB Rp1,35 miliar dari nilai proyek Rp15,67 miliar.

BPKP mendapatkan angka tersebut dari hasil cek fisik pekerjaan proyek oleh tim ahli konstruksi dan geoteknik tanah dari Fakultas Teknik Universitas Mataram. Tim ahli menemukan adanya kekurangan volume pekerjaan sehingga kualitas bangunan RS Pratama Manggelewa berkurang dan tidak sesuai spesifikasi perencanaan.

Dari penetapan tersangka, penyidik menerapkan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Proses penyidikan kepolisian kini telah tuntas usai penyidik melaksanakan pelimpahan barang bukti dan tersangka ke jaksa penuntut umum hari ini, Kamis (11/7).

Jaksa menindaklanjuti pelimpahan tersebut dengan melakukan penahanan terhadap lima tersangka. MM, MKM, dan FR dititipkan di Lapas Kelas IIA Lombok Barat, sementara BB di Rutan Polda NTB, dan CA yang merupakan tersangka perempuan dititipkan di Lapas Perempuan Kelas III Mataram.

Baca juga: Penyidik Polda NTB tetapkan tersangka korupsi RS Pratama Manggelewa Dompu