Mataram (ANTARA) - Tantangan besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini selain korupsi adalah maraknya judi online. Kegiatan judi online tidak hanya berdampak pada kondisi ekonomi masyarakat, tetapi juga mengganggu kesehatan mental, terutama di kalangan generasi muda yang sangat rentan.
Semua pihak pun dilibatkan dalam memberangus praktik judi online yang kian meresahkan. Bahkan, Presiden Prabowo membuktikan komitmennya memberantas judi online di awal menjabat. Prabowo menginstruksikan jajarannya mulai dari Polri hingga Kementerian Komunikasi Digital (Komdigi) untuk melakukan pemblokiran masif terhadap situs-situs judi online yang semakin menjamur.
Bahkan Satuan Tugas Judi Online berhasil menangkap belasan pegawai Kementerian Komdigi yang diduga melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam pemblokiran situs judi online.
Oknum pegawai Kementerian Komdigi tersebut membiarkan dan membina kurang lebih 1.000-an situs dari 5.000 situs judi online yang seharusnya diblokir berdasarkan undang-undang. Langkah ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam mengendalikan akses masyarakat terhadap Judi online.
Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2023, tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 79,5 persen dari total penduduk Indonesia yang sebesar 279,3 juta jiwa. Penetrasi internet cukup besar disumbang oleh kelompok generasi Z atau mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 yaitu sebesar 87,02 persen. Anak-anak yang masuk generasi Z itu menghabiskan 97 persen waktunya berselancar di dunia maya menggunakan gawai seperti telepon pintar. Hanya saja, tak sedikit dari mereka yang singgah di situs-situs judi online.
Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut ada sekitar 2,37 juta penduduk Indonesia dari berbagai strata sosial terjerumus dalam judi online. Nilai transaksi keuangan mencurigakan, terutama terkait dengan judi online, telah mencapai lebih dari Rp600 triliun pada kuartal pertama 2024. Sebanyak 80 persen dari 2,37 juta masyarakat yang bermain judi online melakukan transaksi rata-rata Rp100 ribu. Sejak 2022, PPATK mendeteksi 5.000 rekening bank terkait judi online dan berakhir dengan pemblokiran.
Dari jumlah pemain judi online tersebut, terkuak data miris bahwa terdapat hampir 500.000 anak-anak Indonesia berstatus pelajar dan mahasiswa terseret di dalamnya. Sekitar 2 persen dari pemain judi online adalah di bawah umur atau kurang dari 10 tahun, jumlahnya 47.400 orang. Sedangkan antara 10-20 tahun sekitar 440.000 orang.
Peran orang tua
Mendapati hal itu, tentunya para orang tua kini harus lebih ekstra hati-hati mengawasi anak-anaknya saat bermain game di gadget. Apalagi saat ini judi online dikemas dalam bentuk game online. Sedangkan game online sendiri adalah salah satu pemicu anak-anak terjerat judi online. Pada awalnya anak-anak cuma bermain game, kemudian kalau mau naik level harus bayar. Dari sini kemudian kecanduan.
Bentuk pengawasan orang tua tersebut bagian dari upaya perlindungan anak sebagaimana Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Bukan hanya terhadap tindak kekerasan atau perundungan, anak-anak juga harus dilindungi dari kecanduan judi online. Untuk itu, orang tua harus punya pengaturan khusus bagi anaknya untuk menggunakan gadget. Seperti hanya menggunakan gadget hanya 1 atau 2 jam per hari.
Perubahan perilaku anak ketika bermain game juga perlu diperhatikan bagi orang tua. Hal ini dikarenakan game online yang menayangkan perilaku kekerasan dapat memicu anak melakukan tindakan kekerasan seperti tawuran, bullying dan lainnya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, dalam tiga tahun terakhir, faktor relasi kuasa jadi salah satu penyebab permasalahan perlindungan anak. Dalam hal ini, orang tua memiliki kuasa terhadap perilaku anaknya. Seperti halnya ada orang tua yang penjudi, kemudian anaknya ikut diajak membuka rekening judi, atau anaknya diajak untuk menampung uang judi.
Padahal, anak-anak harus dipenuhi hak dasarnya seperti hak atas lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, serta perlindungan khusus anak.
Jika pemenuhan hak anak gagal dilakukan keluarga, maka pengasuhan anak akan direbut oleh lingkungannya sehingga terjerumus kepada industri candu, yakni narkotika, judi dan pornografi.
Bahaya judi online
Salah satu faktor yang membuat judi online menjadi begitu populer di kalangan anak-anak adalah kemudahan akses dan menawarkan beragam tema dan desain yang menarik seperti efek suara yang menghibur, dan animasi yang memikat. Permainan slot pun relatif sederhana untuk dimainkan.
Bahkan judi online dapat memberikan sensasi dan dorongan yang kuat, terutama ketika seseorang meraih uang atau mendapatkan kepuasan emosional. Anak yang kecanduan judi online bisa mengganggu kehidupannya sehari-hari, menyebabkan masalah keuangan, hingga merusak hubungan sosial.
Psikolog Klinis Personal Growth, Shierlen Octavia mengungkapkan, beberapa bahaya judi online bagi anak dan remaja di antaranya pada aspek kesehatan fisik, dimana ketika seseorang sudah mengalami kecanduan judi online, maka aktivitas fisik mereka cenderung menurun seperti halnya dalam berolahraga. Pada aspek sosial, dimana dampaknya dapat membuat anak remaja menjadi antisosial dan cenderung menghindari bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain.
Dalam jangka panjang, kecanduan judi online juga dapat meningkatkan risiko remaja lebih mudah terlibat dalam perilaku-perilaku menyimpang seperti melakukan kenakalan remaja atau mengonsumsi zat-zat terlarang. Terakhir pada aspek psikologis, berdampak pada psikologis remaja, menjadi lebih rentan mengalami depresi dan kecemasan serta berdampak serius terhadap kemampuan untuk bisa fokus, mengontrol diri, dan mengambil keputusan.
Ada beberapa tanda yang bisa dikenali ketika remaja sudah mulai hilang kendali akibat dari judi online, seperti halnya merasakan kesulitan di sekolah atau di rumah, menarik diri, mendadak kekurangan uang dalam jumlah yang tidak sedikit, perubahan pola hidup dan tidak bisa lepas dari ponselnya.
Cegah anak kecanduan
Salah satu upaya mencegah anak yang terlibat atau kecanduan judi online adalah kepedulian orang tua selalu memantau gawai anak dan aktivitas online dengan memasang parental software. Apabila menemukan tanda kecanduan, orang tua perlu segera konsultasikan ke layanan psikolog/profesional terdekat.
Penyebaran candu judi online pun tak bisa diabaikan karena sejumlah dampak yang dimunculkan justru memunculkan kerugian bagi masyarakat. Apalagi jika seorang anak atau remaja yang kecanduan judi online, memiliki kesenangan yang dramatis untuk menang. Sehingga individu tersebut memiliki keinginan untuk terus berjudi dan menghabiskan banyak uang hanya untuk memuaskan diri.
Dari semua itu, faktor terpenting dalam pembentukan generasi emas berada pada tingkat keluarga dan lingkungannya. Orang tua dapat berbagi pengetahuan tentang risiko keuangan, kesehatan mental, dan hubungan sosial terkait dengan perjudian. Mereka pun dapat membantu mengendalikan keuangan dan mengawasi penggunaan teknologi untuk mencegah anak-anak mereka terlibat perjudian.
Apabila sudah terlanjur terjerat, keluarga harus segera mencari sumber daya dan informasi tentang layanan rehabilitasi, terapi, atau kelompok dukungan. Mereka dapat mengajarkan perilaku yang bertanggung jawab terkait uang dan menghindari perjudian.
Selain itu, masyarakat juga tidak boleh abai dan sebisa mungkin mengetahui kondisi kesejahteraan di antara tetangganya. Temukan kegiatan yang menarik minat dan memberikan kepuasan. Jauhkan diri dari tempat judi, teman yang terlibat dalam perjudian, atau media yang mempromosikan perjudian.
Jika kondisinya sudah baik, keluarga dan lingkungan perlu membentuk dan menguatkan karakter anak dan remaja terhadap hal-hal baik dan menyosialisasikan bahayanya tindakan yang mengarah pada pidana. Semoga hal ini menjadi perhatian semua pihak. Mari memberantas judi online sejak dini.
*) Penulis adalah Kepala Kantor Berita ANTARA Biro NTB